BPJS Ketenagakerjaan Mundur, Gugatan Hukum Menanti

Selasa, 26 Mei 2015 - 20:01 WIB
BPJS Ketenagakerjaan Mundur, Gugatan Hukum Menanti
BPJS Ketenagakerjaan Mundur, Gugatan Hukum Menanti
A A A
JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyatakan, jika implementasi BPJS Ketenagakerjaan mundur dari jadwal yang telah ditetapkan 1 Juli 2015, pemerintah terancam mendapat gugatan hukum. Untuk itu, pemerintah harus membuat payung hukum baru untuk menghindari gugatan tersebut.

Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker, Wahyu Widodo mengatakan, sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 24 tahun 2011, tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS Ketenagakerjaan harus beroperasi atau menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian paling lambat 1 Juli 2015.

"Kalau sampai tidak selesai karena ada penundaan, maka harus dibuat perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Ini dilakukan untuk menghindari gugatan hukum," ujarnya, dalam sosialisasi dan harmonisasi peraturan pengawasan dan implementasi BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, Selasa (26/5/2015).

Hingga kini, Peraturan Pemerintah (PP) Program Jaminan Pensiun belum juga diteken. Bahkan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Jaminan Pensiun masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Info terakhir, RPP Jaminan Pensiun akan dibahas dalam rapat terbatas kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo. "Tapi kami optimistis, maksimal akhir bulan ini selesai," jelas Wahyu.

Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan, DKI Jakarta Rizani Usman mengatakan, sebagai penyelenggara jaminan sosial, pihaknya sangat berharap pemerintah segera mengesahkan RPP Jaminan Pensiun, agar bisa segera disosialisasikan kepada masyarakat. "Kita hanya punya waktu satu bulan untuk sosialisasi, sebelum presiden meresmikan BPJS Ketenagakerjaan beroperasi penuh pada 1 Juli 2015," jelas Rizani.

Belum ditekennya RPP ini, lanjut dia, lantaran masih ada penolakan dari sejumlah pihak terkait besaran iuran program jaminan pensiun yang telah ditetapkan (Kemnaker, BPJS Ketenagakerjaaan, yaitu 8% dari gaji pegawai. Perinciannya, sebesar 5% dibayar pemberi kerja dan 3% menjadi tanggungan pekerja. "Pengusaha minta iuran 1,5-3% dari upah, sementara pekerja minta 17%," ujarnya.

Pada kesempatan tersebut juga dibahas masalah pengawasan untuk mendorong peningkatan kepesertaan. Rizani berharap ada sinergi yang baik antara petugas pengawas yang bertindak sebagai penyidik negeri sipil dengan petugas BPJS untuk mendorong perusahaan yang wajib menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

"Tapi, BPJS Ketenagakerjaan juga berkoordinasi dengan pihak kejaksaan dalam pengawasan dan penegakan hukum," ujar Rizani, yang berharap dibentuk pengawas khusus yang terdiri dari petugas BPJS, Kejaksaan, Kepolisian dan petugas pengawas ketenagakerjaan.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8854 seconds (0.1#10.140)