MEA di Depan Mata, Indonesia Terancam Jadi Penonton

Sabtu, 06 Juni 2015 - 22:10 WIB
MEA di Depan Mata, Indonesia Terancam Jadi Penonton
MEA di Depan Mata, Indonesia Terancam Jadi Penonton
A A A
JAKARTA - Genderang persaingan telah ditabuh. Indonesia akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ada berbagai perjanjian yang telah disepakati, meliputi perdagangan barang dan jasa, serta investasi. Masalahnya tidak semua siap dihadapi. Bila tidak segera mengejar ketertinggalan, Indonesia hanya akan jadi penonton.

“Lebih dari 70% masyarakat kita masih pada tahapan belum maju. Pasti mereka sulit bersaing dengan pihak pihak luar negeri yang lebih mapan,” ujar Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT), saat menjadi pembicara di Silaturahmi Nasional IV Forum Komunikasi Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Fokal IMM), Sabtu (6/6/2015).

HT mengungkapkan, saat ini tingkat pendidikan Indonesia masih rendah. Mayoritas penduduk Indonesia berpendidikan SMA ke bawah. Mengutip data Badan Pusat Statistik, per Februari 2015 tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia masih didominasi pendidikan SD ke bawah, yakni sebesar 54,61 juta orang atau 45,19%. Tingkat menengah pertama 21,47 juta orang atau sebesar 17,77%. Menegang atas 19,81 juta orang, kejuruan 11,80 juta. Sedangkan yang berpendidikan diploma dan universitas masing-masing sebesar 3,14 juta dan 10,02 juta orang.

Sebagai informasi, kapabilitas penduduk yang rendah tercermin dari tingkat pendidikan penduduk. Laporan United Nations Development Programme (UNDP) pada 2014 menyebutkan, rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia hanya 7,5 tahun. Capaian ini jauh di bawah sejumlah negara ASEAN. Rata-rata lama sekolah di Singapura 10,2 tahun, Malaysia 9,5 tahun, Filipina 8,9 tahun, dan Brunei Darussalam 8,7 tahun.

Aktivitas Ekonomi

Indonesia akan menjadi pasar terbuka bagi kawasan ASEAN. Potensi aktivitas ekonomi akan lebih banyak di Indonesia. “40 persen daripada ekonomi ASEAN ada di Indonesia. Rasio penduduknya 40% juga ada di Indonesia. Jadi, lebih banyak asing yang nanti mengambil kesempatan yang ada di Indonesia,” kata HT.

Dia mengambil contoh tentang kebijakan open sky policy. Pemberlakuan kebijakan angkutan udara yang bebas beroperasi di kawasan ASEAN ini tinggal menghitung hari. Artinya, maskapai asing bisa beroperasi alias terbang domestik di Indonesia. Masalahnya Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai rute penerbangan domestik, tak sebanding dengan negara seperti Singapura yang tak ada penerbangan domestik. Artinya, dalam hal ini Indonesia tak diuntungkan.

Menghadapi MEA, lanjut HT, masyarakat bawah harus didorong untuk maju. Upaya ini akan memperkuat perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Saat ini, masyarakat bawah sudah jauh tertinggal. Terlihat dari rasio gini yang telah mencapai 0,43%. Semakin besar angkanya, semakin tinggi kesenjangan sosial. Ini adalah angka tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

Kebijakan produktif yang dimaksud, di antaranya memberi kemudahan akses modal dan bunga pendanaan yang murah baik untuk UMKM, petani, nelayan, dan buruh. Agar usaha yang mereka lakukan bisa berkembang. Sebagai gambaran, saat ini bunga pinjaman untuk usaha mikro berkisar 20-40%. Lebih tinggi dibanding pinjaman untuk perusahaan yang bisa didapatkan di 12-13%.

“Pertumbuhan lebih dirasakan semua lapisan masyarakat, masyarakat marjinal bisa lebih sejahtera. Supaya Indonesia bisa lebih cepat menjadi negara maju. Sehingga, kita pada akhirnya bisa lebih bersaing dengan negara lain,” tandas HT.

Sepakat dengan dengan HT, Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Beni Pramula mengatakan, sebagian besar masyarakat Indonesia belum siap menghadapi MEA.

“Mayoritas pemuda dan masyarakat Indonesia belum siap menghadapi MEA. Kalau saya main ke desa-desa, jangankan untuk mempersiapkan ekonomi ASEAN, untuk wacana saja mereka enggak tahu. Jadi, kalau mau jujur, kita masih belum siap,” ujar Beni.

Dia menambahkan, seharusnya ada beberapa hal yang diperkuat, di antaranya regulasi, pertumbuhan ekonomi, sumber daya kreatif masyarakat. “Selagi belum kuat, ya rakyat kitalah yang akan terjajah, rakyat kita lah yang akan menjadi penontonnya,” ungkapnya.
(hyk)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6703 seconds (0.1#10.140)