FPKE Tolak Pembentukan BUMN Khusus

Selasa, 30 Juni 2015 - 03:13 WIB
FPKE Tolak Pembentukan BUMN Khusus
FPKE Tolak Pembentukan BUMN Khusus
A A A
JAKARTA - Forum Pemuda untuk Kedaulatan Energi (FPKE) menolak badan usaha milik negara (BUMN) Khusus dan meminta pemerintah membubarkan Satuan kerja Khusus Pelaksan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas).

Pasalnya, selama ini lembaga tersebut merupakan lembaga yang dianggap gagal membangun industri hulu migas dengan baik.

Juru bicara FPKE, Muhammad Adnan menegaskan bahwa pemerintah harus mengembalikan fungsi SKK Migas kepada PT Pertamina Persero karena bisnis SKK Migas saat ini bersifat government to bussines (G to B).

Menurut gabungan beberapa organisasi kepemudaan ini, sejak tahun 90-an, pelaksana kegiatan usaha hulu migas dipegang oleh Pertamina, dan saat itu lifting migas mencapai 1,7 juta barel per hari (bph), namun pada 2001 kegiatan usaha dialihkan ke BP Migas, yang akhirnya dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK) dan beralih menjadi SKK Migas.

Sejak dialihkan ke BP Migas tersebut, lifting terus menurun, bahkan tidak pernah mencapai target.

"Ini menyedihkan, pemerintah masih mempertahankan model pengelolaan sektor migas yang salah kaprah, dengan mempertahankan SKK Migas. Akibatnya, posisi negera lemah, karena menggunakan model G to B," ujar Adnan di Jakarta, Senin (29/6/2015).

Adnan menambahkan, persentasi konsesi migas yang dikelola saat ini mayoritas masih dikelola oleh kontraktor asing, dan ini tidak sebanding dengan jumlah konsesi migas yang dikelola oleh kontraktor dalam negeri. Ini disebabkan adanya UU Nomor 22 Tahun 2001.

"Kontraktor dalam negeri seakan tidak berdaya setelah muncul UU Nomor 22 Tahun 2001," katanya.

Dirinya mendukung adanya revisi UU Migas, namun memberikan catatan agar poin dibentuknya BUMN Khusus dari SKK Migas harus dihilangkan karena fungsinya akan sama.

Begitu pun dengan pengambil alihan Blok Mahakam, harusnya pemerintah memberikan 100% hak participating interest (PI) kepada Pertamina, namun buktinya hanya 70% dan itu masih harus dibagi dengan pemerintah daerah. Sedangkan sisanya 30% masih diberikan kepada kontraktor lama Total.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8959 seconds (0.1#10.140)