Rupiah Terus Melemah, Lampu Merah bagi Ekonomi Nasional

Kamis, 13 Agustus 2015 - 06:11 WIB
Rupiah Terus Melemah, Lampu Merah bagi Ekonomi Nasional
Rupiah Terus Melemah, Lampu Merah bagi Ekonomi Nasional
A A A
JAKARTA - Devaluasi yuan yang dilakukan People Bank of China (PBoC) membuat jalan berat perekonomian nasional semakin panjang. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) sudah jauh dari nilai fundamental akibat pengaruh ekonomi global dan domestik.

Pengamat ekonomi Farial Anwar menilai nilai tukar rupiah saat ini sudah dapat disebut lampu merah bagi perekonomian Indonesia. Pelemahan yuan disebutnya upaya China yang ingin mencengkeram negara mitra dagangnya dan meningkatkan ekspor produk ke berbagai negara. "Ini sudah lampu merah buat pemerintah dan BI sekaligus dunia usaha.

Dampaknya akan terasa pada berbagai sektor, seperti industri yang memiliki pinjaman valas dan mayoritas belum melakukan hedging atau baru 27% saja yang baru hedging. Selama ini, industri meminjam dalam USD dan sekarang mengembalikannya dengan kurs yang jeblok.

"Ada potensi kegagalan usaha dan berpotensi meningkatkan kredit bermasalah nasabah korporasi bank. Waktu mereka pinjam dulu mungkin di Rp11 ribu dan sekarang sudah jauh terperosok. Pemerintah juga berisiko karena nilai tukar utang luar negeri dengan asumsi Rp12 ribu di APBNP," ujarnya.

Dia menerangkan, Indonesia juga terancam risiko dagang dengan China khususnya pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun nanti. Produk dari China akan semakin agresif masuk ke berbagai negara.

"Bahkan faktanya juga semakin ramai seminar untuk menjadi agen produk produk China. Ini buktinya kita semakin dicengkeram dan kedepan bisa lebih parah kalau nilai tukar tembus Rp14 ribu," ujarnya.

Masalah besar yang harus diselesaikan ialah penyuplai USD yang hanya dilakukan oleh Bank Indonesia. Masalahnya ialah pemerintah belum mewajibkan devisa korporasi dalam negeri yang diparkir di luar negeri. Ini yang mengakibatkan cadangan devisa kita terus tergerus karena juga harus dibebani menjaga nilai tukar rupiah di pasar.

"Hanya BI yang menyuplai dolar karena hasil devisa perdagangan oleh swasta banyak ditaruh di luar negeri. Sementara kewajiban penggunaan rupiah di dalam negeri masih belum maksimal dijalankan," bebernya.

People Bank of China dalam dua hari terakhir ini telah menurunkan nilai tukar patokan yuan terhadap USD sebesar 3,5%.

PBoC dinilai sengaja melemahkan nilai tukar yuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan mendorong ekspor China yang akhir-akhir ini melemah.

Namun, devaluasi yang terlalu tajam berpotensi memukul daya saing produk ekspor Eropa dan negara lain di Asia. Penurunan kinerja ekspor tersebut akan menggoyahkan laju pertumbuhan ekonomi di kedua kawasan.

Indonesia dan negara-negara pengekspor komoditas lain juga ikut terpukul. Permintaan bahan baku industri China berpotensi merosot karena harga komoditas dari luar negeri meningkat.

Selain itu, kebijakan PBoC juga bisa memacu gelombang currency war baru dan menambah tekanan ke The Fed untuk menunda penaikan suku bunga acuan AS. "AS juga pasti akan melihat risiko perdagangan karena barang-barang Cina juga sudah semakin ramai di sana. Bisa jadi rencana The Fed menaikkan suku bunga akan lebih panjang," jelasnya.

Baca juga:

Lho! Menkeu Baru Sadar Pelemahan Rupiah Kelewat Batas

Rupiah Semakin Terpuruk Usai Reshuffle Kabinet
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8705 seconds (0.1#10.140)