Menguji Keperkasaan Rupiah

Minggu, 11 Oktober 2015 - 08:13 WIB
Menguji Keperkasaan Rupiah
Menguji Keperkasaan Rupiah
A A A
NILAI tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) dalam sepekan terakhir berhasil bangkit dari keterpurukan. Pertanyaannya, mampukah mata uang garuda ini menjaga keperkasaan? Di mana sepanjang tahun ini rupiah terus mengalami tekanan baik dari akibat faktor eksternal maupun internal.

Sebagai catatan, pada awal pekan, Senin (5/10/2015), rupiah menguat pascarilis data pekerjaan Amerika Serikat (AS) yang di bawah ekspektasi analis. Berdasarkan data Yahoo Finance, rupiah berada pada level Rp14.565/USD. Posisi itu membaik 70 poin dibanding posisi penutupan sebelumnya di level Rp14.635/USD. Sementara posisi rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI pada level Rp13.521/USD, membaik sebesar 288 poin dibanding posisi sebelumnya di level Rp13.809/USD.

Angka positif disempurnakan pentupan akhir pekan, Jumat (9/10/2015). Berdasarkan data Yahoo Finance, rupiah berada di level Rp13.562/USD, dengan kisaran harian Rp13.255-Rp13.892/USD. Posisi itu terapresiasi hingga 388 poin dibanding posisi penutupan sebelumnya di level Rp13.950/USD.

Risalah Fed September dirilis pada hari Kamis (8/10/2015) mengungkapkan bank sentral sangat hati-hati melakukan pengetatan moneter karena pembuat kebijakan ingin memastikan bahwa perlambatan ekonomi global bukanlah ancaman bagi pemulihan ekonomi AS. Spekulasi bahwa bank sentral Amerika Serikat itu baru akan menaikkan suku bunga pada 2016, membuat USD mengalami tekanan dari mata uang di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Bank Indonesia (BI) mengaklaim paket kebijakan ekonomi yang direspon positif pasar menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) semakin perkasa.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan situasi pasar keuangan yang terus membaik akhir-akhir ini merupakan respon positif pasar melihat komitmen pemerintah melakukan deregulasi. Sejak paket pertama hingga ketiga, pasar menyambut positif yang menunjukkan bahwa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) serius melakukan reformasi struktural.

"Nah, struktural reform ini mulai dari pariwisata dan perizinan di berbagai sektor tentu dalam jangka menengah-panjang akan menurunkan inflasi dan juga dalam jangka menengah panjang akan menambah suplai valuta asing," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Menurut Mirza, kebijakan menambah pasokan valas di pasar spot dan pasar forward yang dilakukan BI dalam paket kebijakan jilid II juga sudah menunjukkan dampak positif. Hal ini terlihat dari masyarakat yang mulai menjual USD mereka setelah sempat terjadi penumpukkan lantaran spekulasi berlebihan. "Orang mulai menjual dolar-dolar (USD) yang mereka kemarin mungkin berspekulasi menumpuknya," terangnya.

Selain faktor internal, Mirza mengakui membaiknya kondisi pasar keuangan disebabkan karena data tenaga kerja AS menunjukkan sedikit pelemahan, sehingga konsensus dari kenaikan suku bunga AS (The Fed) mulai bergeser dari sebelumnya pada Oktober hingga November menjadi kuartal I/2016.

"Ini membuat di pasar keuangan menjadi pembalikan beberapa investor dan mungkin beberapa spekulan yang sudah beli dolar lebih awal mereka melakukan cut lost di pasar keuangan. Ini juga terjadi di Malaysia dan emerging market lain," tandas Mirza. (Baca: Paket Kebijakan Direspons Positif Membuat Rupiah Makin Perkasa)

Penguatan rupiah juga tidak lepas dari intervensi BI dalam upaya stabilisasi melalui pengeluaran cadangan devisa (cadev). BI merilis posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2015 tercatat sebesar USD101,7 miliar. Nilai itu turun dibandingkan dengan posisi cadangan devisa pada akhir Agustus 2015 sebesar USD105,3 miliar.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menjelaskan, perkembangan tersebut disebabkan oleh penggunaan cadangan devisa dalam rangka pembayaran utang luar negeri pemerintah dan dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah.

"Hal tersebut sejalan dengan komitmen Bank Indonesia yang telah dan akan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya guna mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," paparnya.

Menurut Tirta, dengan perkembangan tersebut posisi cadangan devisa per akhir September 2015 masih cukup membiayai 7,0 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan," tandasnya. (Baca: Cadangan Devisa RI September Turun untuk Stabilisasi Rupiah)

Di sisi lain, Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, penguatan nilai tukar rupiah terhadap USD yang drastis hingga meninggalkan level Rp14.000/USD karena faktor psikologis.

Menurutnya, sejak rupiah mengalami pelemahan sejak satu bulan lalu sejatinya karena faktor psikologis yang membuat pasar benar-benar berspekulasi. Terlebih, setelah ada kepastian kenaikan tingkat suku bunga Amerika Serikat (The Fed).

"Jadi benar-benar psikologis saja. Begitu tembus Rp14.000 per USD orang ramai-ramai membeli dolar. Nah, kira-kira karena itu spekulasi, ya sekarang ya juga begitu psikologis lihat menguat, dia bergerak cepat," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Selain itu, lanjut mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini, merekahnya nilai tukar mata uang rupiah hari ini juga karena pasar melihat keseriusan pemerintah menata perekonomian di Indonesia. Ini terlihat dari upaya pemerintah mengeluarkan paket kebijakan yang menjadi stimulus perekonomian.

"Ya psikologis, orang melihat kebijakan-kebijakan yang diambil. Orang melihat macam-macam bahwa ini pemerintah serius ini, baik. Itu membuat oarang lebih optimis. Ada juga, faktor data Amerika itu memicu di awalnya," katanya.

Hal senada disampaikan Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada. Dia menyebutkan laju rupiah masih betah berada di zona hijau sebagai imbas positif dari rilis paket kebijakan ekonomi, dan bahkan mempertahankan tren kenaikan. Selain itu, pelaku pasar juga turut merespon kebijakan moneter yang telah disampaikan BI sejak September.

"Persepsi positif akan hasil dari kebijakan tersebut paling tidak untuk sementara ini masih dapat memberikan angin segar pada laju rupiah yang sedang mempertahankan pola kenaikannya," ujar Reza, Jumat (9/10/2015).

Selain itu, penguatan yang terjadi pada rupiah dalam beberapa hari terakhir diharapkan masih dapat berlanjut jika sentimen yang ada cukup mendukung.

Menurutnya, meski rawan aksi ambil untung (profit taking), namun jika terjadi pelemahan tidak akan terlalu dalam. Apalagi laju USD saat ini cenderung tertekan sehingga diharapkan rupiah dapat memanfaatkan kondisi tersebut dan tren kenaikan tidak terpatahkan.

Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian menilai, penguatan rupiah yang terjadi hari ini hanya bersifat sementara. Pasalnya, penguatan rupiah bukan hanya terjadi pada mata uang Indonesia, melainkan pada semua mata uang dunia.

"Ini hanya sementara, tidak hanya rupiah saja tapi semua mata uang dunia juga menguat. Mata uang dunia menguat karena dolar lagi melemah gara-gara baru saja ada data dari AS yang mengatakan kalau tenaga kerja di sana tidak sebaik yang diperkirakan," ujarnya di Gedung Dewan Pers, Jakarta.

Menurutnya, apresiasi penguatan rupiah tergantung dari faktor eksternal, bukan internal. Selain itu, masyarakat juga harus menunggu beberapa waktu ke depan untuk memastikan apakah penguatan rupiah ini akan menunjukan tren positif.

"Rupiah itu ketidakpastiannya tinggi karena selang beberapa hari saja melempem, eh langsung kuat lagi. Ibaratnya Indonesia kaya orang yang gampang tertular penyakitnya," terang Dzulfian.

Menurutnya, dalam waktu dekat akan keluar data dari AS lagi seperti realisasi automotif dan lainnya. Maka di situ masyarakat akan wait and see untuk menunggu kepastian bagaimana ke depan.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4578 seconds (0.1#10.140)