Kenaikan Cukai Rokok Harus Diimbangi Daya Beli Masyarakat

Rabu, 14 Oktober 2015 - 10:14 WIB
Kenaikan Cukai Rokok Harus Diimbangi Daya Beli Masyarakat
Kenaikan Cukai Rokok Harus Diimbangi Daya Beli Masyarakat
A A A
JAKARTA - Gabungan Perserikatan Perusahaan Rokok Indonesia (Gapprindo) mengatakan, rencana kenaikan cukai hasil tembakau (HT) atau rokok pada tahun depan, harus diimbangi dengan daya beli masyarakat.‎

Belum tercapainya target hasil tembakau di kuartal III/2015, merupakan indikator melemahnya daya beli masyarakat dan menurunnya produksi rokok.

Sekretaris Jenderal Gap‎prindo Hasan Aoini Aziz menyatakan, pada kuartal III/2015 produksi rokok minus 4,78% dibanding tahun lalu. "Sedangkan kalau dilihat satu tahun, tren produksi rokok menurun 0,29%," kata dia dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (14/10/2015).

Menurutnya, tren ini menunjukan bahwa daya beli masyarakat tengah mengalami penurunan. Ada yang mengurangi rokok dan ada pula yang memilih rokok dengan harga lebih murah.

Untuk itu, Hasan meminta pemerintah melihat realisasi ini saat mematok kenaikan cukai rokok. Mengenai usulan target cukai Rp139 triliun untuk 2016, dia menilai angka itu masih terlalu tinggi, artinya kenaikan mencapai 18%.

"Artinya, dengan kenaikan itu asumsi tarif masih di atas 20%. Dengan begitu daya beli masyarakat akan terganggu," imbuh dia.

Hasan mengusulkan, kenaikan maksimal sekitar 6% atau Rp127 triliun untuk 2016. "Ini angka yang sangat realistis untuk kami," ucapnya.

Senada dengan Hasan, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengaku keberatan dengan kenaikan cukai rokok tersebut. Pasalnya inflasi Jawa Timur hingga Agustus 2015 hanya sebesar 2,11%. Jika semakin dinaikkan, maka dia khawatir akan banyak pabrik rokok yang gulung tikar.

"Kalau saya tidak perlu naik, atau sama dengan inflasi. Inflasi Jawa Timur sampai Agustus 2015 hanya sebesar 2,11%. Karena situasi seperti ini lalu dinaikkan, pabrik rokok akan gulung tikar, lalu terjadi PHK," tutur dia.

Soekarwo mengatakan, kontribusi Jawa Timur terhadap penerimaan cukai negara dari 2010 hingga 2014 tercatat rata-rata di atas 50%. Bahkan, pada 2014 dari target penerimaan cukai nasional sebesar Rp112,75 triliun, Jawa Timur menyumbang Rp67,6 triliun, atau 60% dari total target.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengakui adanya target cukai hasil tembakau (HT) yang tidak sesuai realisasi 2015.

Tercatat, realisasi penerimaan cukai sampai 6 Oktober 2015 baru mencapai Rp89,89 triliun, yang seharusnya Rp111,6 triliun.

Terdiri dari cukai hasil tembakau Rp86,5 triliun, ethil alkohol Rp111,9 miliar‎, minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) Rp3,1 triliun dan pendapatan cukai lainnya Rp96 miliar.

Artinya, realisasi cukai hasil tembakau baru mencapai 62,23%. Menurut Heru, hal ini dikarenakan beberapa faktor seperti, kenaikan tarif cukai rata-rata 8,72%.

"Serta rendahnya produksi rokok dengan realisasi per September 2015 turun 4,3%, dan pemberlakuan kawasan tanpa rokok," pungkas Heru.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.7081 seconds (0.1#10.140)