Ini Poin yang Akan Dibahas RI di G-20

Jum'at, 13 November 2015 - 21:28 WIB
Ini Poin yang Akan Dibahas RI di G-20
Ini Poin yang Akan Dibahas RI di G-20
A A A
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan beberapa hal yang akan dibahas Indonesia dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Turki, pada 15-16 November 2015.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengemukakan, poin pertama yang akan ditekankan Indonesia adalah tentang pertumbuhan ekonomi global. (Baca: Menkeu Akan Dampingi Jokowi Hadiri KTT G-20)

Dalam pertemuan di Australia (G-20) pada 2014 lalu, forum negara maju dan berkembang tersebut ‎sudah menetapkan pertumbuhan ekonomi secara global dalam 5 tahun ke depan ada tambahan 2% dan tidak berubah.

"Kenapa tidak berubah? Contohnya gini, 2014 sebesar 3-4%, tahun ini 3,1%. Katakan tambah 2%, jadi 4-5% , memang agak berat. Tahun depan meskipun perkiraan hanya 3,8%, ini tugas berat tapi jadi komitmen G-20. Karena G-20 akan menolong masalah ketimpangan sosial. Pada dasarnya, Indonesia ingin jadi bagian upaya menciptakan tambahan pertumbuhan ekonomi," ujarnya di Jakarta, Jumat (13/11/2015).

Selain itu, lanjut Bambang, kebetulan dalam G-20 ada topik yang jadi kebutuhan Indonesia, yakni pembiayaan infrastruktur. Pembiayaan infrastruktur adalah bagian dari pembicaraan tersebut. "Khususnya di sesi terkait infrastruktur, di mana Indonesia menjadi wakil ketua dalam diskusi ini bersama Jerman dan Meksiko," katanya.

Selain itu, tugas pemerintah Indonesia dalam infrastruktur finance adalah mendorong awareness semua negara, salah satunya mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga pemerataan.

"Paling tidak meski agak sulit dikatakan ini hasil G-20 secara direct, kita lihat munculnya AIIB sebagai institusi yang fokus pada pembiayaan infra. Kan itu muncul ketika G-20 sedang ramai-ramainya bicara infrastruktur financing. Ada juga BRICS Bank (Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan), juga bank yang fokus di Infrastruktur," katanya.

‎Bank Dunia, kata Bambang, juga fokus ke infrastructure fund. Jadi set up untuk pembiayaan infrastruktur. IDB juga memperbesar kapitalnya untuk financing. Jadi semangat membiayai infrastruktur mulai muncul, dan semangat mendorong lembaga keuangan untuk menjembatani mismatch financing itu juga didorong dalam G-20.

"Intinya Indonesia menyatakan akan terus mendorong munculnya atau tumbuhnya infrastructure financing, dan mendorong semua negara untuk menyadari cara membuat pertumbuhan yang berkualitas adalah dengan pembangunan infrastuktur," imbuhnya.

Kedua, lanjut Bambang, poin lain yang akan diangkat Indonesia, mungkin lebih banyak terkait dengan infrastruktur keuangan dunia, kebijakan moneter secara global.

"Kita tahu IMF saat ini sedang menuju reform. Reform of IMF will basically give more ‘power’ to the emerging market, compare to that previous position. Unfortunately, this reform will strain, because US congress didn’t give approval regarding IMF reform. So, Indonesia pada posisi ini, mengimbau dan mendorong agar reformasi ini terus berjalan," katanya.

"Dan agar negara-negara yang mengalami hambatan bisa mengatasi hambatannya, karena ini bukan untuk kepentingan satu dua negara, tapi kepentingan dunia. Kita ingin IMF yang lebih kuat dan IMF yang lebih peduli terhadap negara-negara emerging market maupun developing," imbuh Bambang.

Ketiga, yang membuat pasar keuangan dunia ini masih bergejolak adalah kenaikan tingkat bunga Fed (Federal Reserve/bank sentral AS) dan dampaknya terhadap naik turunnya nilai tukar rupiah ke pertumbuhan Indonesia.

"Sehingga sebagai salah satu anggota G-20, Indonesia menginginkan kepada siapapun jadi tidak terbatas pada AS ataupun Fed. Siapapun yang membuat kebijakan moneter agar memperhatikan dampaknya secara global. Karena kebijakan moneter bisa datang dari Eropa, China. Tapi paling penting, siapapun menjaga stabilitas makro. Yang kita inginkan adalah ada perhatian kemungkinan gejolak dari kebijakan moneter tersebut," terang Menkeu.

Dulu waktu AS mengeluarkan kebijakan quantitative easing (QE) kisahnya, seolah-olah Indonesia mendapatkan manfaat, karena pada waktu itu juga harga komoditas melonjak luar biasa, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga.

Problemnya adalah waktunya sementara, ketika QE sudah ditahan atau distop atau diberhentikan sama sekali maka kita lihat dampaknya pada perlambatan pertumbuhan ekonomi global, termasuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Dan jangan lupa yang namanya perlambatan pertumbuhan itu bisa pengaruh ke kemiskinan, pengaruh ke pengangguran, kita bisa lihat gara-gara QE turun, PHK lebih besar dari sebelumnya. Ini hal yang ingin kita angkat. Kita mengakui dan menghargai pentingnya kebijakan moneter, tapi yang kita harapkan mohon kebijakan itu juga memperhatikan dampaknya karena bukan sekadar finansial. Tapi juga ke ekonomi, politik, dan sosial. Itu poin yang juga kita ingin tekankan," terangnya.

Terakhir, kata Bambang, Indonesia ingin apresiasi G-20 setelah kerja sama dengan Onganization for Economic Cooperation and Development (OECD) bisa membuat satu hal yang mungkin tadinya tidak terbayangkan, yaitu kesepakatan mengenai international tax treatment.

"Itu nanti kesepakatan mengenai perlakuan pajak internasional. Jadi akhirnya G-20 dan OECD, sudah berhasil menyelesaikan based erotion and profit shifting dan juga sepakat untuk mengimplementasikan automatic exchange of information. Exchange of information secara global akan dimulai 2018, tapi beberapa negara termasuk Indonesia akan mengadopsi lebih awal di 2017, pada September," katanya.

"Keterbukaan akses perbankan dan seluruh lembaga keuangan oleh siapapun di dunia. Itu akan sangat membantu. Based erosion of profit shifting juga sangat penting, karena dengan praktik transfer pricing yang selama ini terjadi itu karena mereka mengurangi base-nya di sini, profitnya di shift ke negara lain," pungkasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7135 seconds (0.1#10.140)