Inflasi Bulan Juli Diprediksi Lebih Rendah

Selasa, 26 Juli 2016 - 06:12 WIB
Inflasi Bulan Juli Diprediksi Lebih Rendah
Inflasi Bulan Juli Diprediksi Lebih Rendah
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengatakan, laju inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada pekan pertama dan kedua bulan Juli 2016 mengalami peningkatan. Inflasi pekan pertama berada di angka 1,2%, sementara pekan kedua di angka 1,128% atau lebih rendah dari pekan pertama. Meski demikian, BI meyakini inflasi akan membaik pada akhir bulan Juli 2016.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juda Agung mengatakan, meningkatnya inflasi pada pekan pertama dan kedua Juli 2016 disebabkan adanya kenaikan tarif angkutan umum, gangguan distribusi, dan kemacetan di ruas tol Brebes pada saat arus mudik hari raya Idul Fitri.

"Inflasi di pekan dua bulan Juli ada perbaikan dari pekan pertama, dimana pekan pertama 1,2% dan kedua 1,8%. Memang masih cukup tinggi, tapi pekan tiga dan empat lebih rendah," ujar Juda di Jakarta, Senin (25/7/2016).

Selain itu, lanjut dia, pada pekan pertama dan kedua ada momentum keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), sehingga membuat tekanan inflasi mengalami kenaikan. Sementara, harga komoditas pangan seperti cabai di pekan pertama juga sempat naik 32%.

Meski demikian, dia memperkirakan pekan-pekan mendatang harga komoditas akan (turun) ke bawah. Dengan kondisi tersebut, Juda menyatakan BI masih optimistis bahwa inflasi tahun ini akan tetap berada pada kisaran sasaran inflasi yang dipatok bank sentral, yaitu 4 plus minus 1 persen.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara menuturkan, selama bulan Ramadhan tahun ini, imflasi cukup terkendali. Inflasi pada Juni 2016 tercatat sebesar 0,66% (mtm) atau 3,45% (yoy), relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi periode Ramadhan dalam empat tahun terakhir.

Menurut dia, hal ini tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Pemerintah serta koordinasi yang kuat antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam menghadapi bulan Ramadhan pada tahun ini. Inflasi terjadi di semua komponen dan terutama bersumber dari komponen bahan makanan bergejolak (volatile foods) dan komponen barang yang diatur Pemerintah (administered prices).

"Perkembangan inflasi ini sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik, menguatnya nilai tukar rupiah dan terkendalinya ekspektasi inflasi," ungkap Tirta.

Pada Juni 2016, rupiah menguat terutama dipengaruhi oleh meredanya ketidakpastian kenaikan Fed Fund Rate, terbatasnya dampak Brexit, dan meningkatnya sentimen positif atas pengesahan UU Pengampunan Pajak.

Tirta mengatakan, dampak Brexit terhadap rupiah cenderung terbatas, dibandingkan dengan mata uang negara lain, dan hanya berlangsung singkat. Namun, penguatan kembali rupiah didukung oleh persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik, sejalan dengan pengesahan UU Pengampunan Pajak, perbaikan kondisi makroekonomi, serta perkiraan penundaan kenaikkan FFR oleh The Fed.

Penguatan rupiah tersebut sejalan dengan aliran masuk modal asing yang kembali meningkat setelah sempat sedikit terkoreksi akibat Brexit. "Meski demikian ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya," ujarnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6636 seconds (0.1#10.140)