BPS: Kesenjangan Pendidikan si Kaya dan si Miskin Makin Besar

Senin, 14 November 2016 - 18:16 WIB
BPS: Kesenjangan Pendidikan si Kaya dan si Miskin Makin Besar
BPS: Kesenjangan Pendidikan si Kaya dan si Miskin Makin Besar
A A A
YOGYAKARTA - Pasal 31 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 menyatakan "Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan." Namun fakta di lapangan, pemerintah masih jauh menerapkan amanat konstitusi. Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta menyoroti terjadinya kesenjangan pendidikan di wilayahnya.

Meski Yogyakarta disematkan sebagai Kota Pelajar, namun faktanya kesenjangan pendidikan di wilayah ini, terutama antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Kesenjangan yang semakin melebar ini semakin menambah penyebab kemiskinan di Yogyakarta.

Kepala BPS Yogyakarta, Bambang Kristiyawan mengungkapkan, dalam survei yang beberapa kali ia lakukan di kantong-kantong kemiskinan dan wilayah lain, kesenjangan pendidikan antara penduduk paling kaya dengan paling miskin di wilayah ini cukup jauh. Ia mencatat, kesenjangannya bisa mencapai quantum 5 untuk si kaya dan quantum 1 untuk si miskin. "Artinya kesenjangannya bisa mencapai 5 tahun lebih," ujarnya, Senin (14/11/2016).

Ia memaparkan, jika si penduduk miskin pendidikannya paling tinggi hanyalah Sekolah Dasar, namun di wilayah ini penduduk paling kaya sudah sarjana. Faktor pendidikan inilah yang membuat ketidakpercayaan masyarakat miskin untuk bersosialisasi dengan warga yang lain. Warga miskin yang berpendidikan rendah ini nampak malu untuk bekerja dalam proyek padat karya yang diselenggarakan pemerintah sekalipun jika ada yang mengajaknya.

Tak hanya itu, terkadang rasa kepedulian masyarakat sekitar untuk keluarga miskin terkadang juga rendah. Masyarakat seringkali tidak menyertakan dalam sebuah pengambilan keputusan karena warga miskin dianggap tidak memiliki sumber daya. Padahal menurutnya, warga miskin sekalipun memiliki rasa ingin berpartisipasi dalam pembangunan meski hanya dengan tenaga.

Ia berharap pemerintah mencoba menjembatani kesenjangan antara si miskin dan si kaya, terutama dalam hal pendidikan. Pemerintah harus membangun infrastruktur jalan yang memadai dan menyediakan transportasi publik yang murah. Sebab di beberapa daerah, untuk menjangkau sebuah institusi pendidikan harus menempuh lokasi yang jauh dan berat.

"Kalau naik ojek biayanya mahal, jalan kaki sangat jauh. Saat ini ada lho di Gedangsari yang harus sekolah berjalan selama dua jam," tuturnya.

BPS mencatat, garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Maret 2016 sebesar Rp354.084 per kapita per bulan. Sementara garis kemiskinan pada Maret 2015 sebesar Rp335.886 per kapita per bulan, atau garis kemiskinan mengalami kenaikan sekitar 5,42%. Bila dibandingkan kondisi September 2015 sebesar Rp347.721 per kapita per bulan, maka dalam kurun satu semester terjadi kenaikan sebesar 1,83%.

Sebagian besar rumah tangga miskin di wilayah ini berasal dari rumah tangga pertanian. BPS mencatat 62% rumah tangga miskin berpenghasilan utama dari pertanian. Menurutnya, sektor pertanian dan rumah tangga miskin memiliki korelasi cukup erat karena ternyata di wilayah ini pendapatan dari sektor pertanian sangat rendah.

"Bayangkan upah buruh mencangkul sebulan dirata-rata hanya Rp700 ribu-Rp800 ribu. Jauh lebih rendah dibandingkan buruh di sektor konstruksi karena upah terendah mereka Rp1,2 juta per bulan. Artinya sangat njomplang," paparnya.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Yogyakarta, Arif Budi Santosa mengakui jika kesenjangan pendapatan dan pengeluaran yang terjadi di Yogyakarta cukup tinggi, bahkan menduduki rangking terbawah ke dua di atas Wamena, Papua. Hal ini kini menjadi pekerjaan rumah terberat Pemerintah Daerah Yogyakarta untuk mengurangi disparitas tersebut.

"Kesenjangan yang terjadi saat ini sebenarnya menyangkut masalah kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi di beberapa titik di Yogyakarta sampai saat ini belum bisa terpecahkan meski berbagai program pengentasan kemiskinan telah diluncurkan oleh pemerintah setempat dengan melibatkan berbagai pihak," tuturnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6944 seconds (0.1#10.140)