Strategi Mempertahankan Lahan Pertanian lewat Sosial-Budaya

Rabu, 11 Januari 2017 - 21:44 WIB
Strategi Mempertahankan Lahan Pertanian lewat Sosial-Budaya
Strategi Mempertahankan Lahan Pertanian lewat Sosial-Budaya
A A A
JAKARTA - Di tengah fenomena alih fungsi lahan pertanian untuk pembangunan infrastruktur pariwisata di Bali, beberapa peneliti dari Universitas Indonesia (UI) memiliki program yang bertajuk 'Strategi Budaya Desa Ekologis' yang berkaitan dengan menjaga metode pertanian tradisional yang ekologis atau ramah lingkungan. Program pengabdian UI yang kini menyoroti ancaman kepunahan ritual Tari Sang Hyang Dedari di Provinsi Bali telah ada sejak Agustus 2016.

Peneliti Tari Sang Hyang Dedari, Saras Dewi yang juga pengajar Filsafat Lingkungan Hidup Universitas Indonesia menjelaskan, bahwa tari ini menunjukkan kelekatan kehidupan ritual masyarakat Bali dengan tradisi pertaniannya.

"Di tengah fenomena alih fungsi sawah yang kian hebat demi pembangunan infrastruktur pariwisata, sebut saja hotel, restoran, pusat hiburan, Tari Sang Hyang Dedari dapat menjadi strategi mempertahankan lahan pertanian yang ramah lingkungan di Bali," kata Saras, Rabu (11/1/2016).

Menurut dia, Tari Sang Hyang Dedari juga dapat jadi pertimbangan bagi pemerintah untuk memperhatikan aspek sosial-budaya, dan lingkungan dalam upaya menumbuhkan produktivitas sawah.

"Metode pertanian tradisional yang ekologis atau ramah lingkungan mesti jadi perhatian, bagaimana ritual dan sawah berperan saling menjaga satu sama lain. Ini tentu fenomena cukup asing, bahkan langka, tetapi masyarakat Geriana Kauh mampu membuktikan, Sang Hyang Dedari justru menyelamatkan sawah dan menjaga lingkungan hidup lebih dari satu dasawarsa terakhir," paparnya.

Lebih lanjut dia menerangkan program pengabdian masyarakat di Desa Adat (Banjar) Geriana Kauh Desa Duda Utara, Kecamatan Karangasem, Provinsi Bali ini dilakukan mengingat warga setempat merupakan komunitas terakhir di Bali yang masih rutin menjalankan ritual Tari Sang Hyang Dedari. Tarian ini sudah dinyatakan sebagai Warisan Dunia Tak Benda oleh Organisasi Kebudayaan, Pendidikan, dan Ilmu Pengetahuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

Tidak hanya itu, pelestarian ritual Tari Sang Hyang Dedari juga terhubung dengan tradisi pertanian tradisional yang sesuai dengan tata cara Subak serta penyelamatan salah satu varietas padi yang tengah langka di Bali.

Program pengabdian masyarakat ini melakukan dua tujuan yaitu pembuatan mini museum Sang Hyang Dedari sebagai sumber dokumentasi dan inventarisasi data fisik ritual tari tersebut. Program ini juga melakukan pembuatan laman (website) untuk menjadi pangkalan data digital ritual Tari Sang Hyang Dedari.

Dusun Br. Geriana Kauh, dihuni sekitar 177 kepala keluarga (KK), yang seluruhnya berprofesi sebagai petani, memilih menjalani kembali ritual guna memulihkan sawah dan relasi antar masyarakat yang sempat "rusak" lebih dari 10 tahun lalu.

Pada saat ini Desa Adat tengah bekerja sama dengan Universitas Indonesia untuk membuat pusat dokumentasi Sang Hyang Dedari. Upaya ini dilakukan guna mengumpulkan informasi yang selama ini terpencar mengenai tradisi Sang Hyang Dedari begitu pula mengenai warisan agrikultur di Bali. Banjar Geriana Kauh menjadi satu-satunya desa yang secara konsisten menyelenggarakan ritual Sang Hyang Dedari dan menjaga kehidupan pertaniannya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3589 seconds (0.1#10.140)