Employee is brand ambassador

Minggu, 29 Juli 2012 - 12:12 WIB
Employee is brand ambassador
Employee is brand ambassador
A A A
KAMIS 26 Juli 2012 lalu, saya meng hadiri acara peluncuran CD inflight music Garuda Indonesia (GI) bertajuk “The Sounds of Indonesia”, yang berisi lagu-lagu daerah Nusantara (mulai Rasa Sayange, Manuk Dadali, hingga Cublak-Cublak Suweng). Lagu lagu itu ditata apik dalam format orkestra oleh musisi kawakan Adhi MS.

Lagu-lagu ini awalnya hanya diputar di pesawat GI. Namun karena banyaknya permintaan konsumen, kemudian di produksi massal dan didistribusikan di toko-toko CD untuk masyarakat luas. Di tengah acara tersebut, saya iseng ngetwit. Saya kutip pernyataan Pak Dirut: @yuswohady: Emirsyah Satar: “GIA uniqueness is ‘proud of Indonesia’ thru Indonesian sound, sight, taste n touch of hospitality“ #Experiential Marketing. Selang dua menit kemudian, belasan reweet(RT) dan komentar datang bertubi-tubi.

Untungnya seluruh RT dan komentar itu positif, sehingga saya tidak akan dimarahi GI. Iseng-iseng saya tunjukkan RT dan komentar dari para followers tersebut ke Pak Pujobroto, VP Corporate Com munication GI, yang kemudian memicu obrolan seru. Saya bilang kepada Pak Pujo, andai kata saya adalah karyawan GI dan ada seribu karyawan GI lain melakukan hal yang sama, maka viral dan dampak PR-nya di media sosial akan luar biasa. Komunikasi event tersebut saat itu juga akan sampai ke publik secara luas, sehingga GI bisa ngirit tak perlu pasang iklan event tersebut di koran atau TV esok paginya.

Every Employee is Ambassador


Melalui cerita kecil di atas, saya ingin me nunjukkan betapa luar biasanya peran karyawan sebagai brand ambassador dengan adanya media sosial. Ambil contoh ada 100 karyawan GI yang ngetwit acara tersebut, lalu pukul rata mereka memiliki masing-masing 100 followers, maka potensi audiens yang mengetahui acara tersebut mencapai 10 ribu orang. Itu belum termasuk kalau ada followers yang meng-RT atau memberikan komentar. Itu baru dari Twitter, belum lagi yang dari Facebook, blog, atau YouTube. Luar biasa!!! Karena itu saya berani mengatakan, di era media sosial, “your most powerful ambassador is your employees”.

Anda tak perlu lagi menyewa Dian Sastro, Agnes Monica, atau komedian Sule bernilai ratusan juta bahkan miliaran rupiah untuk menjadi brand ambassador Anda. Cukup pakai karyawan Anda yang gratis, lebih powerful dan lebih genuine. Karyawan adalah aset tersembunyi yang akan menjadi penyebar informasi positif, pencipta conversations, dan pembela fanatik di media sosial.

Departemen Komunikasi Tutup


Melalui twit di Twitter, status update di Facebook, posting di blog, atau upload video di YouTube, setiap karyawan dapat berkontribusi menyebarkan pesan-pesan positif perusahaan ke publik. Mulai event dan kegiatan perusahaan, informasi produk dan layanan, kampanye pemasaran yang sedang gencar dilakukan, fungsi customer service, hingga mengomunikasikan nilai-nilai budaya perusahaan ke publik.

Survei global yang dilakukan di 35 negara mengenai perilaku menggunakan media sosial (2011), ditemukan bahwa sekitar 61 persen karyawan bangga ter hadap perusahaan tempatnya bekerja dan mau secara sukarela menyebarkan informasi positif perusahaan di media sosial. Di Indonesia, saya melihat karyawan akan dengan senang hati menjadi employee evangelist. Masalahnya justru terle tak di perusahaan yang acuh tak acuh dan tak mau memfasilitasi mereka untuk mempromosikan perusahaan.

Apabila seluruh karyawan bisa difasilitasi dan diberdayakan untuk menjadi employeeevangelist,mereka akan menjadi barisan laskar pemasaran yang luar biasa. Ingat satu hal ini: “It’s not mass com munications that matter. It’s masses of communicatorsthat matter.” Kalau “massesofcommunicators” lebih ampuh dari “mass com mu nc a tions”, saya mengkhawatirkan keberadaan fungsi cor porate communications. Jangan-jangan kini sudah waktunya departemen ko munikasi dan PR di perusahaan dihapuskan karena sudah “diambil alih” fungsinya oleh seluruh karyawan (upsss!!!).

Twitter Diblok


Tapi sayang, di Indonesia saya mengamati sangat sedikit perusahaan yang sadarakan potensi karyawan sebagai brand ambassador ini. Jarang saya temui perusahaan di Indonesia menganjurkan karyawannya untuk aktif bermedia sosial melalui Twitter, Facebook, atau blog. Lebih jarang lagi perusahaan di Indonesia yang secara sadar dan sistematis menempatkan karyawannya sebagai “social media channel” bagi pesan-pesan positif perusahaan ke publik.

Sangat jarang perusahaan di Indonesia yang menempatkan karyawan sebagai “agentofconversations” yang men jem batani interaksi perusahaan dengan konsumen dan pihak-pihak luar. Yang terjadi adalah perusahaan melarang karyawannya memakai Twitter dan Facebook di kantor, karena dianggap mengancam produktivitas kerja (capek deh!?!?). Yang terjadi karyawan Twitter-an dan Facebook-an dicurigai sebagai koruptor jam kerja.

Social Media Policy

Karena itu, melalui tulisan ini saya ingin menggugah perusahaan-perusahaan di Tanah Air untuk mulai me - ngubah mindset komunikasi ke publik dari pendekatan “mass communications” menjadi “masses of communitors”, dengan menempatkan karyawan sebagai ujung tombak. Caranya, perusahaan harus mem ber dayakan dan mendorong seluruh karyawannya meng gu na kan media sosial untuk me nga barkan pesanpesan positif ke seluruh stakeholders di luar perusahaan.

Untuk mewujudkannya, per usahaan harus memiliki apa yang disebut social media policy. Social media policymem berikan panduan dan pagar-pagar agar interaksi karyawan di media sosial tidak ke ba blasan. Harus diingat, ketika karyawan menjadi brand am bas sador di Twitter atau Facebook, tulisannya, ucapann ya, perilakunya merupakan representasi dari perusahaan. Dengan sendirinya, reputasi si karyawan di Twitter dan Facebook merupakan reputasi perusahaan.

Secara strategis, social me dia policy mengawal karyawan sehingga interaksi mereka di media sosial sesuai dengan positioning, nilai-nilai, dan ka rak ter yang dianut per usa ha an. Secara teknis, social media policy mengatur apa yang boleh (do) dan tidak boleh dilakukan (don’t) karyawan sebagai brand ambassador di media sosial. Tunggu apalagi, cepat bikin social media policy di perusahaan Anda.

Tapi sebelum itu ja ngan lupa, bebaskan karyawan Anda untuk ber-Twitter dan ber-Facebook ria. Jangan main larang seenaknya, pamali kata orang Sunda. Bebaskan mereka berekspresi, ekspresi sebagai evangelist sejati.

YUSWOHADY
Pengamat Bisnis dan Pemasaran Blog:
(and)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5056 seconds (0.1#10.140)