Selamatkan kretek dengan memjadikan warisan budaya

Selasa, 16 Oktober 2012 - 11:50 WIB
Selamatkan kretek dengan memjadikan warisan budaya
Selamatkan kretek dengan memjadikan warisan budaya
A A A
Sindonews.com - Meski Indonesia tidak ikut tandatangan dalam FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) yang dikeluarkan oleh WHO, namun keberadaan aturan tersebut mengancam keberadaan rokok kretek di Indonesia. Terlebih lagi, rokok jenis ini banyak menyumbang devisa hingga Rp100 triliun.

Untuk melindungi rokok kretek ini, Anggota DPR RI Komisi IX Rieke Diah Pitaloka meminta agar masyarakat Indonesia menjadikan kretek sebagai warisan budaya.

"Munculnya FCTC ini ditindaklanjuti dengan munculnya RPP Tembakau. Tentunya mengancam keberadaan rokok kretek yang merupakan asli Indonesia. Jika di Cuba ada cerutu maka kretek ini adalah khas Indonesia. Kita harus mempertahankan jangan sampai kretek ini hilang. Devisa untuk rokok kretek ini mencapai Rp100 triliun," papar politisi dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam sebuah seminar di Surabaya, Selasa (16/10/2012).

Ia juga mengatakan, untuk melindungi rokok kretek ini, masyarakat Indonesia harus keluar dari mainstream dengan menolak FCTC atau RPP Tembakau.

Menurutnya, langkah tersebut sama halnya ikut meramaikan genderang yang sudah ditabuh oleh para pemilik modal untuk memusnahkan rokok kretek.

Artinya, perdebatan itu terjadi dalam persoalan untung rugi dan masalah angka-angka saja. Kongkritnya, adalah menjadikan rokok kretek ini sebagai warisan budaya indonesia. Dengan berbicara Tembakau, tegasnya, langsung berbicara soal kretek.

Mantan pemeran Oneng dalam sinetron Bajaj Bajuri ini menceritakan, di era perjuangan kemerdekaan, rokok kretek ini banyak memberikan sumbangan. Yakni, ketika Soekarno, Presiden pertama RI di dalam penjara Sukamiskin. Saat itu, seorang kurir bernama Inggrid mengirimi Soekarno sejumlah rokok kretek.

Selain rokok tersebut dikonsumsi, dari secarik kertas rokok kretek inilah, Soekarno menuliskan ide-ide perjuangan Indonesia. Saat itu rokok kreteknya bermerek Kelobot yang diproduksi di Jawa Barat. "Nilai historisnya sangat kental. Belum lagi rokok kretek sudah ada sejak ratusan tahun lalu," katanya.

Ia juga mengatakan, agar kretek ini menjadi warisan budaya tidak perlu ada pengakuan dari UNESCO. Analoginya, seperti batik. Indonesia secara formal baru memiliki batik ketika mendapat pengakuan dari UNESCO pada tanggal 3 Oktober dan diperingati sebagai hari batik nasional.

Padahal, lanjut Oneng, Batik ini sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Kondisi seperti itu menunjukkan bangsa Indonesia tidak berdaulat di bidang hukum sehingga bergantung pada UNESCO.

"Untuk kretek saya kira tidak perlu ada pengakuan dari UNESCO. Kita sebagai bangsa Indonesia yang harus menjaga warisan budaya ini. Kalau UNESCO mengakui ya malah bagus lah," ujarnya.

Jika berbicara soal Tembakau, nilai-nilai budaya yang harus dilindungi. Berbicara soal Tembakau, Petani di Indonesia memiliki nilai-nilai yang membuat bangsa ini berkepribadian dalam budaya.

Seperti, ritual dalam setiap musim tanam dan panen. Serta kapan hasil ini dijual. Kondisi ini, lanjutnya, tidak akan masuk kedalam dugaan perang antara industri farmasi dan rokok luar negeri.

"Kretek ini adalah persoalan budaya bangsa. Ketika kretek ini diganggu orang Indonesia akan marah. Sama halnya ketika Reog Ponorogo diklaim oleh Malaysia," jelasnya.

Sebagai Wakil Rakyat dari PDIP melihat tidak hanya dari sisi kapitalnya saja. Lagi-lagi ia menegaskan, persoalan kretek adalah persoalan budaya Indonesia.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6373 seconds (0.1#10.140)