Pemimpin UE bertemu atasi krisis pengangguran muda

Selasa, 12 November 2013 - 14:13 WIB
Pemimpin UE bertemu atasi krisis pengangguran muda
Pemimpin UE bertemu atasi krisis pengangguran muda
A A A
Sindonews.com - Krisis ekonomi panjang yang melanda Eropa membuat sektor ekonomi sebagai penompang lapangan kerja rontok. Untuk itu, para pemimpin Uni Eropa (UE) berkumpul di Paris, Perancis, hari ini, untuk membahas upaya mengatasi pengangguran muda.

Dilansir dari AFP, Selasa (12/11/2013), konferensi yang diselenggarakan oleh Presiden Prancis Francois Hollande dilanjutkan pertemuan puncak prakarasa kanselir Jerman di Berlin pada Juli tahun depan, akan dihadiri 24 kepala pemerintah dari 28 negara anggota Uni Eropa.

Penasihat Hollande menggambarkan komitmen blok sangat kuat menjelang konferensi yang juga akan dihadiri kepala dewan Eropa, komisi, parlemen dan bank investasi tersebut.

Menurut statistik Komisi Eropa, tingkat pengangguran pemuda di Uni Eropa berdiri di angka 23,5 persen. Dimana sebanyak 7,5 juta orang berusia 15-24 tahun dalam pekerjaan, pendidikan dan pelatihan.

Sengatan krisis di seluruh blok berbeda-beda. Tingkat pengangguran pemuda di Jerman ditembak hanya 7,7 persen, tetapi di negara-negara Eropa selatan melonjak melewati 50 persen, seperti Yunani atau Spanyol.

Menjelang puncak Juli 2014 mendatang, Merkel mendorong masalah ini ke puncak agenda blok dengan mencatat pengangguran kaum muda paling mendesak dihadapi Eropa. Dia memperingatkan Eropa menghadapi "generasi yang hilang", memicu tindakan yang bertujuan membalikkan tren.

Juru bicara Merkel Steffen Seibert menggambarkan pertemuan di Paris sebagai keputusan pertama dari puncak awal. Meskipun rasa baru urgensi antara para pemimpin Uni Eropa, kritikus mengatakan bahwa Brussels bergerak mengurangi krisis sering kurang berani dan cenderung terlalu banyak mengandalkan kebijakan Jerman, yang tidak mudah direplikasi.

Perancis diperkirakan akan mencari dukungan untuk merevisi direktif bagi pekerja Uni Eropa guna mengatasi masuknya tenaga kerja berupah rendah.

Perancis dan negara-negara lain menuduh bahwa regulasi saat ini memungkinkan Jerman, yang tidak memiliki upah minimum untuk mempekerjakan jutaan pekerja tanpa perlindungan sosial, dan menciptakan persaingan tidak sehat di blok tersebut.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5756 seconds (0.1#10.140)