Hatta: Menjadi Menteri Bukan Pekerjaan Mudah

Selasa, 20 Mei 2014 - 10:24 WIB
Hatta: Menjadi Menteri Bukan Pekerjaan Mudah
Hatta: Menjadi Menteri Bukan Pekerjaan Mudah
A A A
MENJADI abdi negara memang bukan pekerjaan mudah. Setumpuk beban dan tanggung jawab ada di pundak mereka. Ditambah lagi godaan yang datang silih berganti, yang sewaktu-waktu bisa meruntuhkan dinding keteguhan dan keimanan.

Hal itu pun yang dirasakan mantan Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Hatta Rajasa. Tiga kali menjabat sebagai menteri bukanlah pekerjaan mudah. Berangkat gelap, pulang gelap menjadi hal yang biasa untuknya.

Dia mengisahkan, sewaktu menjabat sebagai Menteri Perhubungan (Menhub), tahun 2005 terjadi krisis yang menyebabkan pemerintah terpaksa menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Sebagai Kementerian yang membawahi sektor transportasi, pihaknya yang paling terpukul dengan kenaikan harga BBM.

"Kemudian kita luar biasa waktu itu. Saya pada waktu itu masih jadi Menhub dan di sektor transportasi yang paling banyak kena pukulan karena kenaikan BBM. Saya mengendalikan itu, juga di daerah-daerah," kisahnya selepas serah terim jabatan (sertijab) di Kantor Kementerian koordinator bidang perekonomian, Jakarta, Senin (19/5/2014).

Kemudian ketika menjadi Menko Perekonomian pada 2009, dirinya mengaku diterpa beban pasca krisis 2008. Meski demikian, dia bisa mengatasinya dengan baik.

"Kemudian juga kita bisa melihat beberapa kali terkena tekanan eksternal. Saya kira sesuatu yang sangat menantang ketika kita harus mengambil kebijakan untuk mengatasi berbagai persoalan negara. Kemudian ketika hari pertama dilantik 2004 akhir tahun. Januari ada pesawat yang jatuh. Baru duduk satu bulan dan itu adalah sesuatu yang luar biasa. Saya akui saya menangis waktu itu. " tuturnya.

Sewaktu menjadi Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), dengan percaya diri dia mengatakan, bahwa dirinya mampu melahirkan Undang-Undang (UU) baru yang dikatakannya sebagai inovasi.

"Saya kira semua mengesankan. Waktu saya Menristek, saya melahirkan UU, waktu itu saya sudah berpikiran inovasi, lahirlah UU. Tapi ketika saya jadi menhub, saya juga bisa mengubah tiga UU yang bisa memungkinkan swasta membangun kereta api, pelabuhan dan sebagainya," tandas dia.

Pria kelahiran Pelembang, 18 Desember 1953 tersebut mengundurkan diri dari jabatannya karena maju menjadi wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Insinyur Teknik Perminyakan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) itu pada 2001-2004 menjabat sebagai Menristek di Kabinet Gotong Royong dan pada 2004-2007 menjadi Menhub di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid I.

Kemudian pada 2007-2009 menduduki posisi sebagai Menteri Sekretaris Negara pada KIB jilid I dan pada 2009-19 Mei 2014, Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjabat sebagai Menko bidang Perekonomian di KIB jilid II.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9275 seconds (0.1#10.140)