Produksi Garam di Cirebon Terancam Turun

Senin, 23 Juni 2014 - 14:47 WIB
Produksi Garam di Cirebon Terancam Turun
Produksi Garam di Cirebon Terancam Turun
A A A
CIREBON - Produksi garam lokal di Kabupaten Cirebon terancam turun akibat masih turunnya hujan beberapa waktu terakhir. Hujan membuat belasan ribu hektare tambak garam belum bisa berproduksi.

Ketua Asosiasi Petani Garam Kabupaten Cirebon M Insyaf mengatakan, hujan yang turun selama masa produksi membuat produksi garam akan mundur sekitar satu bulan ke belakang. Saat ini seharusnya petani sudah memulai proses pematangan lahan untuk membentuk kristalisasi garam.

"Tapi proses itu tak bisa dilakukan karena hujan yang turun membuat tingkat salinitas atau keasinan atau kadar garam terlarut dalam air menjadi rendah," jelas dia, Senin (23/6/2014).

Rendahnya kadar garam terlarut dalam air menyebabkan 'penuaan' air di tambak garam menjadi lambat. Terhambatnya produksi garam, akan membuat produksi garam lokal petani terancam menurun.

Dia mengatakan, dalam kondisi normal produksi garam di Kabupaten Cirebon mencapai 36 ribu ton selama satu musim. Untuk masa produksi yang mundur satu bulan akibat hujan yang masih turun, akan menghilangkan produksi sekitar 10 ribu ton.

Pihaknya khawatir hujan akan berlangsung lebih lama. Jika itu terjadi maka masa produksi akan lebih mundur dan berdampak pada semakin banyaknya produksi garam yang hilang.

Selain berkurangnya produksi garam lokal, kondisi itu juga dapat berdampak pada kehidupan petani dan penggarap tambak garam. Pasalnya, lahan tambak telah menjadi sumber penghasilan pemenuh kebutuhan mereka sehari-hari.

Di Kabupaten Cirebon jumlah petani dan penggarap tambak garam sekitar 60 ribu orang. Mereka tersebar di delapan kecamatan, seperti Losari, Pangenan, Astanajapura, Gebang, Mundu, Gunung Jati, maupun Kapetakan. "Praktis penghasilan mereka minim, bahkan nihil," ungkap dia.

Sementara, Forecaster BMKG Cirebon Stasiun Jatiwangi, Kabupaten Majalengka Ahmad Faa Izyn menjelaskan, musim kemarau tahun ini diprediksi mundur. Kondisi itu disebabkan adanya anomali suhu muka laut di perairan Jawa yang membuat suhu muka laut masih hangat.

"Suhu muka laut saat ini masih sekitar 27-30 derajat celcius. Padahal kalau sudah masuk musim kemarau, suhu muka laut normalnya sekitar 25-28 derajat celcius," terang dia.

Suhu muka laut masih panas, menyebabkan penguapan yang cukup untuk membentuk awan-awan konvektif/awan hujan. Dia memperkirakan hujan akan turun hingga akhir Juni dengan intensitas ringan hingga sedang. Sementara Juli diprediksi hujan mulai jarang turun.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.8544 seconds (0.1#10.140)