Pengamat: Branchless Banking Banyak Tantangan dan Berisiko

Rabu, 13 Agustus 2014 - 20:31 WIB
Pengamat: Branchless Banking Banyak Tantangan dan Berisiko
Pengamat: Branchless Banking Banyak Tantangan dan Berisiko
A A A
MANADO - Sistem branchless banking yang dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan akses perbankan di pelosok daerah bukan tanpa cacat. Menurut pengamat ekonomi Agus Tony Poputra, kendati system ini sangat baik dalam menjangkau masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan.

Namun persoalan sumber daya manusia (SDM), baik dari segi integritas dan kemampuan yang masih akan menjadi persoalan klasik dan menjadi tantangan terbesar penerapan system ini. “Sistem ini baik, tetapi agak sulit karena berkaitan dengan SDM kita. Cara ini risikonya besar bagi bank,” ujar Poputra, Rabu (13/8/2014).

Menurutnya, kebijakan ini masih perlu pilot project sebelum diberlakukan secara meluas. Dalam artian, dapat di ukur terlebih dahulu untung ruginya secara lebih baik dari system ini,” ulasnya.

Pengamat lainnya, Magdalena Wullur menilai, infrastruktur IT (layanan mobile internet) dalam hal ini harus diperhatikan serius. Karena bila tidak maka akan bisa menghambat.

“Ini jawaban untuk mendekatkan layanan perbankan dengan masyarakat. Keuntungan efisien akan dirasakan keduanya, baik masyarakat sebagai nasabah maupun perbankan,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Bank Indonesia (BI) wilayah Sulawesi Utara Luctor Tapiheru menjelaskan, BI telah memberlakukan ketentuan terkait layanan keuangan yang melibatkan pihak ketiga dengan menggunakan perangkat mobile atau Layanan Keuangan Digital (LKD) yang sebelumnya lebih dikenal dengan istilah branchless banking.

Langkah awal LKD dimaksudkan untuk meningkatkan penetrasi jasa keuangan di wilayah pelosok dengan menggunakan e-money sebagai platform layanan. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.16/8/PBI/2014 merupakan revisi atas ketentuan e-money yang pernah diterbitkan sebelumnya (PBI No. 11/12/PBI/2009) tentang Uang Elektronik (Electronic Money).

“Sebenarnya bukan BI yang mengatur branchless banking, karena itu wewenangnnya OJK. Kami (BI) hanya mempromosikan layanan keuangan digital yang mengarah pada less cash society. Karena transaksi system ini dilakukan agen maka hal ini yang di atur BI,” jelas Luctor.

Menurutnya, system ini dinilai baik karena saat ini masih sangat tingginya jumlah masyarakat Indonesia yang belum tersentuh jasa layanan keuangan seperti transfer, menabung ataupun kredit. Berdasarkan data Survei Financial Literacy 2012 BI, hanya 35,31% penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di bank atau baru sebesar 19,6% orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di bank, seperti daya dari Global Financial Inclusion Index 2011.

Sekadar informasi, praktek penerapan sistem branchless banking di dunia internasional khususnya emerging market sudah berkembang pesat. Tercatat sudah 100 negara yang menggunakan layanan ini di antaranya di kawasan ASEAN (Malaysia dan Filipina).
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5434 seconds (0.1#10.140)