Kereta Api Jadi Transportasi Alternatif untuk Bali

Selasa, 02 September 2014 - 21:15 WIB
Kereta Api Jadi Transportasi Alternatif untuk Bali
Kereta Api Jadi Transportasi Alternatif untuk Bali
A A A
DENPASAR - Bali sebagai destinasi wisata, disamping berdampak positif pada perkembangan perekonomian juga berdampak negatif dengan munculnya berbagai permasalahan sosial. Salah satu dampak negatifnya adalah kemacetan lalu lintas yang setiap hari melanda jalan-jalan besar di Bali.

Meski pemerintah telah mengurai kemacetan dengan operasional Sarbagita maupun pembangunan jalan Tol Bali Mandara, kemacetan tetap tidak bisa dihindari. Terlebih sebagian badan jalan dipakai parkir oleh masyarakat yang tidak menghormati rambu-rambu yang berlaku sehingga pengendara kendaraan bermotor terhalang oleh sebuah mobil yang parkir yang berakibat pada kemacetan.

Sebagai sistem transportasi alternatif untuk Bali, Ditjen KA Dept RI menawarkan kereta api dibangun di Bali.

"Pembangunan fasilitas KA ini merupakan salah satu strategi dalam mengatasi kemacetan di beberapa provinsi di Indonesia, termasuk Bali. Khusus di Bali konsepnya menghubungkan antar kota seperti Sarbagita," jelas Hanggoro, Direktur Lalu Lintas Angkutan Kereta Api (LLAKA) Ditjen KA Dept RI saat mengisi acara dialog Selasa Pariwisata "Sistem Transportasi Alternatif untuk Bali", di Bali Tourism Board, Renon, Denpasar, Selasa (2/9/2014).

Hanggoro juga melihat ketimpangan kesejahteraan antara Bali Utara dengan Bali Selatan sehingga dalam perencanaan pembangunan KA di Bali akan mengambil jalur dari Gilimanuk-Denpasar-Singaraja.

"Jadi dari Gilimanuk ke arah Denpasar kemudian mutar ke Singaraja. Mudah-mudahan dengan persepsi ini sisi utara bisa berkembang," paparnya.

Pulau Bali yang tidak seluas Pulau Jawa, menurut Hanggoro akan otomatis berbeda dari segi kecepatan KA. "Karena khusus antar Kota, kita bangun beda dengan Jawa yang kecepatannya 100 km per jam. Di Bali kecepatannya nanti 300 km per jam," ungkapnya.

Namun pembangunan KA di Bali, diakui Hanggoro tidaklah mudah sebab harus disesuaikan dengan kearifan lokal di Bali. "Yang cocok untuk Bali adalah monorel karena lahan sudah tidak memungkinkan. Namun untuk perlu adanya kombinasi dan koordinasi antara teknologi ini dengan kearifan lokal di Bali. Target kita, tahun 2030 sudah terbangun 10 ribu kilometer lebih rel KA di beberapa provinsi termasuk Bali. Tentunya hal ini memerlukan pembahasan lebih jauh," paparnya yang berencana menemui Gubernur dan tokoh masyarakat Bali ini.

Sementara I Made Rai Ridartha, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Provinsi Bali menjelaskan, kereta api memang sangat ideal untuk mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar. "Kami harus memikirkan kelemahan dan keuntungannya terlebih dahulu," ujarnya.

Lintasan KA, menurut Rai tidak bisa dilintasi sembarangan, sehingga akan ada pemisahan lahan yang perlu dipikirkan. "Tapi ini bukan menghambat ide ini. Di lokasi mana dan teknologi apa yang digunakan ini perlu dibicarakan lagi. Jangan mengabaikan tata ruang kalau membangun transportasi. Pada intinya kami mendukung karena KA menawarkan harga yang efisien, terlebih BBM akan semakin mahal nantinya," ucapnya.

Dampak pembangunan KA terhadap pariwisata, menurut Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, IB Ngurah Wijaya, transportasi monorel memberikan alternatif untuk mengatasi kemacetan di Bali sekaligus menunjang pariwisata dari segi infrastruktur.

"Pariwisata sangat perlu transportasi. Yang perlu tidak hanya wisatawan, tapi juga pekerja pariwisata yang saat ini ada sekitar 40% dari jumlah penduduk Bali yang berjumlah 2 juta jiwa," jelasnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5741 seconds (0.1#10.140)