Maulid Nabi, Kisah Abu Lahab Gembira Atas Kelahiran Rasulullah SAW

Sabtu, 08 Oktober 2022 - 22:12 WIB
loading...
Maulid Nabi, Kisah Abu Lahab Gembira Atas Kelahiran Rasulullah SAW
Kisah Abu Lahab yang gembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW cukuplah menjadi hujjah keutamaan merayakan Maulid Nabi. Foto/SINDOnews
A A A
Kisah Abu Lahab yang gembira atas kelahiran Nabi Muhammad shollallohu 'alaihi wasallam cukuplah menjadi hujjah dan dalil bolehnya merayakan Maulid Nabi. Jika ada yang menyebut Maulid Nabi adalah bid'ah yang tercela tentulah ini perkataan sangat buruk.

Maulid Nabi bukanlah tradisi sia-sia, akan tetapi di dalamnya terdapat keberkahan dan fadhillah sebagai wujud mahabbah dan ungkapan cinta atas kelahiran manusia mulia yang merupakan rahmat untuk alam semesta.



Bahkan dalam satu hadis shahih, Nabi Muhammad SAW memperingati hari lahirnya yang jatuh pada Senin. Beliau pernah ditanya mengenai ibadah puasa pada hari Senin, maka beliau menjawab: "Pada hari itulah saya dilahirkan, dan pada hari itu pula wahyu diturunkan atasku." (HR Muslim). Nabi merayakan hari kelahirannya dengan berpuasa sebagai wujud syukur beliau.

Sekarang mari kita simak kisah Abu Lahab, seorang dedengkot musyrik Quraisy yang divonis Allah sebagai ahli neraka dalam Al-Qur'an. (Lihat Surat Al-Lahab). Abu Lahab yang kafir saja mendapat keringanan siksa setiap hari Senin karena bergembira atas lahirnya Nabi Muhammad, yang juga keponakannya. Lalu bagaimana dengan kita orang beriman dan mencintai Rasulullah SAW.

Dikisahkan, Abu Lahab memerdekakan budaknya bernama Tsuwaibah ketika mendengar kelahiran Nabi Muhammad. Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu melihat Abu Lahab dalam mimpinya setelah meninggalnya Abu Lahab. Dalam mimpinya, Ibnu Abbas menanyakan kepada Abu Lahab tentang keadaannya, maka Abu Lahab menjawab: "Setelah aku wafat, aku tidak melihat akan adanya suatu kebaikan yang menghampiriku kecuali aku diberi minum dan diringankan siksaku setiap malam Senin, sebab aku memerdekakan budakku Tsuwaibah."

Berikut hadisnya:

قَالَ عُرْوَةُ وثُوَيْبَةُ مَوْلَاةٌ لِأَبِي لَهَبٍ كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا فَأَرْضَعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ أُرِيَهُ بَعْضُ أَهْلِهِ بِشَرِّ حِيبَةٍ قَالَ لَهُ مَاذَا لَقِيتَ قَالَ أَبُو لَهَبٍ لَمْ أَلْقَ بَعْدَكُمْ غَيْرَ أَنِّي سُقِيتُ فِي هَذِهِ بِعَتَاقَتِي ثُوَيْبَةَ

Artinya: "Berkata 'Urwah, "Tsuwaibah adalah bekas budak Abu Lahab, pada waktu itu Abu Lahab membebaskannya, lalu Tsuwaibah pun menyusui Nabi صلى الله عليه وسلم. Ketika Abu Lahab meninggal, ia pun diperlihatkan kepada sebagian keluarganya di alam mimpi dengan keadaan yang memprihatinkan. Sang kerabat berkata padanya, Apa yang telah kamu dapatkan? Abu Lahab berkata: Setelah kalian, aku belum pernah mendapati sesuatu nikmat pun, kecuali aku diberi minum lantaran memerdekakan Tsuwaibah." (HR Al-Bukhari, Al-Baihaqi dan lainnya)

Hukum Merayakan Maulid Nabi
Imam Suyuthi (1445-1505) pertah ditanya tentang perayaan Maulid Nabi pada bulan Rabiul Awal. Bagaimana hukumnya menurut syara'? Apakah terpuji atau tercela? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala atau tidak?

Beliau menjawab: "Jawabannya menurutku bahwa asal perayaan maulid Nabi yaitu manusia berkumpul, membaca Al-Qur'an, dan kisah-kisah teladan Nabi Muhammad sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid'ah hasanah (perkara yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi, menampakkan rasa suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang mulia."

Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani dalam kitabnya:

وَالْحَاصِلُ اَنّ الْاِجْتِمَاعَ لِاَجْلِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ اَمْرٌ عَادِيٌّ وَلَكِنَّهُ مِنَ الْعَادَاتِ الْخَيْرَةِ الصَّالِحَةِ الَّتِي تَشْتَمِلُ عَلَي مَنَافِعَ كَثِيْرَةٍ وَفَوَائِدَ تَعُوْدُ عَلَي النَّاسِ بِفَضْلٍ وَفِيْرٍ لِاَنَّهَا مَطْلُوْبَةٌ شَرْعًا بِاَفْرِادِهَا.

Artinya: "Bahwa sesungguhnya mengadakan Maulid Nabi merupakan suatu tradisi dari tradisi-tradisi yang baik, yang mengandung banyak manfaat dan faedah yang kembali kepada manusia, sebab adanya karunia yang besar. Oleh karena itu dianjurkan dalam syara' dengan serangkaian pelaksanaannya."



Wallahu A'lam
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1750 seconds (0.1#10.140)