Pertamina Siap Hapus Premium Secara Bertahap

Selasa, 23 Desember 2014 - 15:31 WIB
Pertamina Siap Hapus Premium Secara Bertahap
Pertamina Siap Hapus Premium Secara Bertahap
A A A
JAKARTA - PT Pertamina (persero) menegaskan siap melaksanakan penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium atau BBM bernomor oktan (RON) 88, dengan syarat dilakukan secara bertahap.

Direktur Pemasaran Dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang menyatakan bahwa pihaknya siap melaksanakan pengapusan premium jika rekemendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas kemudian diimplementasikan oleh pemerintah. Namun demikian, perseroan tidak siap jika langsung diterapkan.

"Apabila pemerintah menerima rekomendasi Tim Reformasi, Pertamina siap, namun dilakukan secara bertahap," kata dia di Jakarta, Selasa, (23/12/2014).

Menurut dia, saat ini produksi kilang BBM Pertamina dengan RON 92 atau setara pertamax hanya sebesar 200 ribu barel per bulan (bpb), sedangkan untuk produksi naphta RON 88 lebih dari 3,5 juta bpb, sehingga apabila RON 88 dihapus maka Pertamina harus mengolah lagi naphta tersebut menjadi RON 92.

"Ini yang perlu disiapkan oleh Pertamina melalui proses di Kilang TPPI, di Tuban Jawa Timur. Tidak hanya itu, Pertamina juga harus menyiapkan infratruktur lain, seperti tangki dan menyiapkan alat angkutnya berupa kapal," ungkap dia.

Bambang menjelaskan, jika kilang TPPI sudah beroperasi penuh maka baru dapat memproduksi RON 92 lebih dari 5 juta bpb. Namun jika belum beroperasi maka masih perlu pengadaan impor RON 92.

Di sisi lain, Bambang mengatakan, perlu ada kajian mendalam mengenai rekomendasi ini karena akan berdampak pada angkutan umum, mikrolet, dan sepeda motor.

"Apakah mereka siap untuk langsung menggunakan pertamax? Harusnya ada pilihan premium yang lebih murah," kata dia.

Dia berharap adanya keadilan antara Pertamina dengan badan usaha migas lain. Keadilan ini mencakup kewajiban menanggung stok nasional. Sementara pesaing Pertamina tidak punya stok nasional.

"Penggunaan BBM RON 92 untuk own used truck distribusinya (pesaing pakai PSO), dan untuk kewajiban PBBKB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) yang besarnya antara 5-10%. Pertamina tiap bulan ditagih dan harus bayar, sementara pesaing lain tidak demikian," ungkapnya.

Hal lain tang perlu diingat, yaitu di negara lain, ada entry barrier bagi badan usaha migas pemain baru untuk bangun infrastruktur dan turut menanggung stok nasional.

"Itulah sebabnya Pertamina sudah sejak 2007 mengajukan izin SPBU di Sabah dan Serawak yang banyak orang Indonesia, tidak pernah berhasil. Kok negara dengan mudah kasih izin," kata dia.

Selama ini, lanjutnya, pesaing Pertamina hanya merebut pasar di kota-kota besar. Sedangkan Pertamina untuk bersaing di kota-kota besar harus menanggung beban distribusi, sehingga harus membebankan distribusi ke daerah dengan subsidi silang agar penjualan BBM di daerah tidak melambung tinggi.

"Jika Pertamina hanya mau untungnya saja maka itu harus ditanggung daerah itu sendiri, dan yang terjadi adalah harga BBM di dearah-daerah remote akan mahal," kata dia.

Tidak hanya itu, kalau pertamax di subsidi maka masyarakat mampu yang selama ini sudah memakai Pertamax akan pindah ke pertamax subsidi.

"Pasti pindah, kalau tidak pemerintah sibuk lagi cari cara bagaimana agar subsidi tepat sasaran," kata dia.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4667 seconds (0.1#10.140)