UMR Indonesia Tertinggi Ketiga di ASEAN

Jum'at, 09 Januari 2015 - 07:12 WIB
UMR Indonesia Tertinggi Ketiga di ASEAN
UMR Indonesia Tertinggi Ketiga di ASEAN
A A A
BATAM - Berdasarkan kajian yang dirilis akademisi Fakultas Ekonomi Umrah, Rafki Rasyid, upah minimum regional (UMR) Indonesia berada di peringkat ketiga tertinggi 10 negara ASEAN, sebesar USD226 atau senilai Rp2,8 juta per bulan.

Posisi upah Indonesia hanya berada di bawah Malaysia USD300 dan Singapura USD406. Sementara di bawah Indonesia tercatat Filipina USD200, Thailand USD197, Vietnam USD113, Myanmar USD112, Laos USD78 dan Kamboja USD64.

Rafki mengatakan dengan upah lebih tinggi dari enam negara lain, sementara produktivitas tenaga kerja kita hanya nomor lima. Hal ini tentu saja berbahaya bagi perkembangan kondisi ketenagakerjaan Indonesia.

"Investor akan berpandangan ada tekanan buruh terhadap pemerintah untuk menaikkan upah. Seharusnya kenaikkan upah diimbangi dengan naiknya produktivitas buruh. SP (serikat pekerja (SP) dan pemerintah harus memikirkan cara menggenjot produktivitas," ujarnya, Kamis (8/1/2015).

Dia mengatakan Vietnam saat ini menjadi tantangan berat bagi Indonesia terutama FTZ Batam. Banyak investor saat ini melirik Vietnam sebagai tujuan investasi basis produksi.

Pemerintah Vietnam yang memberikan banyak insentif dan iklim yang kondusif serta jarang terjadi demonstrasi buruh menjadi daya tarik yang tidak dimiliki FTZ Batam.

Selain itu, salah satu insentif menarik yang diberikan pemerintah Vietnam adalah pemberian tanah secara gratis seluas 3.000-5.000 meter persegi untuk investor.

Buktinya juga saat ini sejumlah investor mulai menempuh relokasi industri ke Vietnam terutama industri garmen asal Korea Selatan. Selain Vietnam, Kamboja juga sudah mulai banyak dilirik investor asing.

Rifki menyebutkan International Labour Organization (ILO) juga memandang Indonesia sebagai satu-satunya negara yang upahnya naik akibat demonstrasi. Informasi itu terungkap dari pembicaraan antara Direktur ILO Guy Ryder dengan Wapres Jusuf Kalla.

Menurutnya, kondisi itu secara gamblang menjadi citra buruk investasi di Indonesia sekaligus menurunkan minat investor untuk menanamkan uangnya di Indonesia.

"Di luar negeri demo dilakukan bukan menuntut kenaikan upah, tapi perbaikan kondisi lingkungan kerja dan tuntutan perbaikan asuransi oleh pemerintah," ujar Rifki.

Sebagai dampak kenaikan upah, lanjut Rifki, saat ini di Jakarta sudah ada 27 perusahaan yang mengajukan penangguhan pembayaran upah karena tidak sanggup bayar. Di Batam dipastikan juga akan terjadi perusahaan mengajukan permohonan penangguahan UMK 2015.

Menurutnya, kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah harus menemukan formulasi perencanaan pengupahan di masa mendatang agar bisa diterima semua pihak.

"Pemerintah juga harus menjamin kenaikan upah diikuti kenaikan produktivitas. Dan, yang paling urgent kenaikan upah jangan gara-gara demo melainkan melalui diskusi setara antara buruh dan pengusaha," tandas Rifki.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5269 seconds (0.1#10.140)