Kupu-kupu Daun Tembus Pasar Dunia

Minggu, 18 Januari 2015 - 06:11 WIB
Kupu-kupu Daun Tembus Pasar Dunia
Kupu-kupu Daun Tembus Pasar Dunia
A A A
TIDAK ada yang tak mungkin, jika seseorang berusaha keras dan tekun dalam mewujudkan mimpi. Itulah yang dilakukan Firman Adi Nurrachman, 34, warga‎ Jalan Rajawali Utara, RT 4/I, No 74B, Bugisan, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, dalam membangun usaha.

Setelah dua tahun bersusah payah dengan sampah, kini dia memanen hasil kreativitasnya yang kini tembus pasar dunia.

Bukan sampah biasa, Firman mengumpulkan daun pohon Kalibangbang atau yang biasa disebut warga setempat sebagai pohon Sutra Soka. Kegiatannya itu dilakukan sejak 2012 silam.

"Awalnya saya melihat daun yang hanyut terbawa air sungai di belakang rumah. Saya berpikir, pasti daun itu ada manfaatnya. Kemudian saya lihat bentuk dan seratnya yang unik dan saya tempel di dinding rumah. Sempat diprotes istri dan saya dibilang gila. Tapi, kemudian dia (istri) bilang mirip kupu-kupu. Dari situlah ide itu pertama kali muncul," ujarnya.

Setelah itu, bapak dua anak ini mencoba membuat kerajinan tangan yang menyerupai kupu dari daun tersebut. Ternyata dia tidak mengalami kesulitan dalam merangkainya.

Pemilik Go-Dong Handycraft ini mengungkapkan butuh waktu sekitar dua tahun untuk menemukan formula yang tepat hingga akhirnya menjadi sebuah karya seni bernilai tinggi, kupu-kupu daun nan memesona.

"Berbagai macam daun sudah saya coba, tapi daun ini (kalibangbang) yang paling bagus seratnya dan lebih kuat," kata Firman.

Suami Ida Karima ini menuturkan, hampir seluruhnya proses penggarapan dilakukan secara manual dan alami. Daun yang sudah terkumpul direbus selama lima menit dan kemudian dibusukkan dengan cara direndam dalam ember dan ditutup selama satu bulan.

"Setelah itu daun kita semprot menggunakan sprayer tanaman yang diisi air biasa, untuk menghilangkan klorofilnya. Sehingga, yang tersisa hanya serat daunnya. Pernah saya rendam pakai bahan kimia, memang daun lebih cepat membusuk, tapi serat daun menjadi lapuk dan mudah robek," terangnya.

Daun yang hanya tinggal seratnya itu, lanjut dia, dikeringkan di bawah terik mentari. Setelah kering, daun tersebut disetrika agar terlihat rapi.

"Tinggal kita potong-potong sesuai dengan motif kupu yang diinginkan. Kemudian kita rangkai menjadi bentuk kupu. Pewarnaan biasanya saya menggunakan kuas atau air brush. Pewarnanya menggunakan pigmen," ujar Firman.

Dalam sebulan, dia mampu memproduksi 3.000 buah kupu-kupu daun dengan berbagai ukuran. Dia juga memberdayakan sekitar sembilan tetangga dan teman untuk membantu proses produksi.

"Biasanya saya dibantu pengecatan, memasang mata dan antena kupu-kupu. Bahan baku untuk daun juga banyak di Pekalongan. Badan kupu-kupu tinggal pakai sandal bekas juga banyak limbah dari pabrik sandal," ungkapnya.

Pria tamatan SMA ini bisa meraup untung Rp15 juta-Rp20 juta per bulan. Selain itu, kupu daun buah kreativitas tangannya kini mampu menembus pasar mancanegara.

"Rata-rata Rp15juta-Rp20juta, tapi belum rutin segitu. Kadang juga tidak dapat order sama sekali. Warga Malaysia yang sudah langgaran beli, tapi sementara berhenti karena mereka kebanjiran. Pembeli juga ada yang dari Spanyol, ketemu saat saya ikut pameran di Jogja. Orang luar negeri lebih suka kerajinan tangan, terutama yang alami," bebermya.

Firman mengatakan, pelanggan dari Malaysia itu biasanya membeli sekitar 300-500 pak. Setiap paknya berisi sekitar 1.500 buah. Selain itu, dia juga memenuhi kebutuhan pasar lokal.

"Kalau yang lokal biasanya ke Bogor, Jakarta, Yogyakarta dan Malang. Pasar lokal pesanannya masih pada kisaran 100-300 pak‎," ujarnya.

Terkait harga, Firman mematok karya seninya mulai dari Rp25 ribu hingga Rp200 ribu per buah, tergatung motif.

"Kupu-kupu yang bermotif batik harganya lebih mahal. Sebab, lebih rumit dan lama membuatnya," katanya.

Kupu-kupu daun karyanya, selain sebagai hiasan dinding juga digunakan sebagai pin, hiasan gorden, kulkas dan sebagainya.

"2015 ini rencananya saya ingin membuat busana dari bahan daun kerja sama dengan desainer ternama. Tapi, belum tahu kapan waktunya," ujar Firman.

Selain bisa menghidupi keluarga dengan kreativitas daun olahannya, dia juga turut membantu membuka lapangan kerja bagi tetangga dan teman-temannya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5754 seconds (0.1#10.140)