Indonesia Kaji Peluang Jadi Pusat Petrokimia di Asia

Kamis, 05 Maret 2015 - 19:17 WIB
Indonesia Kaji Peluang Jadi Pusat Petrokimia di Asia
Indonesia Kaji Peluang Jadi Pusat Petrokimia di Asia
A A A
JAKARTA - Melimpahnya bahan baku industri petrokimia membuka peluang bagi Indonesia menjadi pusat produksi di kawasan regional mulai dari ASEAN hingga Asia. Selain ekspor, jumlah penduduk yang mencapai Rp250 juta juga menjadi pasar bagi produk turunan petrokimia.

Hal itu dikatakan Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin saat membuka Seminar Dampak Penurunan Harga Minyak Bumi Terhadap Industri Petrokimia di Jakarta, Kamis (5/3/2015). “Sumber daya alam yang kita miliki sebagai bahan baku industri petrokimia masih memberi kesempatan menjadi pusat pengembangan industri petrokimia di lingkungan ASEAN dan Asia,” ujar Menperin, Kamis (5/3/2015).

Hingga Januari 2014, Indonesia memiliki cadangan total minyak bumi 7,549 miliar barel dan cadangan total gas bumi 152,89 TCF. Sementara cadangan batu bara 21 miliar ton dan potensi cadangan batu bara yang belum tereksplorasi mencapai 104 miliar ton.

Tantangannya, industri petrokimia nasional masih tergantung pada impor bahan baku dari luar negeri. Di sektor hulu, pabrik-pabrik masih mengimpor bahan baku naphtha. Sementara industri hilir juga memerlukan tambahan bahan baku berupa polimer.

Pentingnya mendorong industri petrokimia, menurut Menperin, karena menjadi penyokong industri lain. Terutama manufaktur. Beberapa produk yang didukung industri petrokimia antara lain barang-barang konsumsi baik pangan, sandang dan papan. Petrokimia juga berperan dalam produksi pupuk, bahan kimia, hingga plastik dan karet.

“Berdasarkan karakteristik, industri petrokimia dikategorikan sebagai jenis industri yang padat modal, padat teknologi, dan lahap energi. Sehingga perlu adanya langkah strategis dalam pengembangan yang berkesinambungan,” tegas Menperin.

Saleh memaparkan strategi pengembangan industri petrokimia melalui pendekatan klaster industri. Pada saat ini, sudah ada tiga klaster industri petrokimia berbasis minyak bumi di Cilegon dan Balongan, berbasis gas bumi di Bontang, Kalimantan Timur, dan berbahan baku minyak bumi aromatik di Tuban, Jawa Timur.

Kemenperin Dorong Hilirisasi


Kemenperin juga mendorong program hilirisasi untuk menguatkan struktur industri. Hal ini demi peningkatan daya saing dan penguatan kemandirian industri petrokimia.

Saat ini, telah diupayakan untuk membangun industri petrokimia berbasis metanol di Teluk Bintuni, Papua Barat yang memanfaatkan potensi gas bumi di kawasan tersebut. Begitu juga pengembangan industri petrokimia berbasis batubara. Hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi impor bahan baku industri petrokimia.

Kebijakan lainnya, antara lain pengamanan pasokan bahan baku, harmonisasi tarif bea masuk, insentif pajak penghasilan untuk investasi baru atau perluasan, dan bea masuk ditanggung pemerintah.

Selain itu, pembebasan pajak bagi industri dalam Kawasan Ekonomi Khusus, pengembangan riset dan teknologi serta peningkatan kapasitas SDM industri petrokimia.

Khusus Menperin Saleh Husin juga menyinggung soal melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Menurutnya, hal itu berpengaruh signifikan terhadap industri hilir petrokimia karena pelaku industri hilir harus membeli bahan baku petrokimia dalam dolar AS namun menjual produk olahan dengan rupiah.

“Di samping itu, kembali kita tegaskan bahwa kemandirian industri termasuk petrokimia yang tengah kita lakukan dapat memperkecil ketergantungan dari impor bahan baku petrokimia sehingga nantinya kita masih bisa bertahan ketika terjadi goncangan,” tandas Menperin
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4884 seconds (0.1#10.140)