Cilamaya Tidak Cocok Jadi Pelabuhan Internasional

Jum'at, 06 Maret 2015 - 14:30 WIB
Cilamaya Tidak Cocok Jadi Pelabuhan Internasional
Cilamaya Tidak Cocok Jadi Pelabuhan Internasional
A A A
JAKARTA - Senior Logistics PT GPI Anang Hidayat mengatakan, pembangunan Pelabuhan Cilmaya harus ditinjau ulang agar nasibnya tidak seperti pelabuhan di Merak, Banten.

Menurutnya, membangun pelabuhan berkelas internasional di dekat pusat industri bukan satu jaminan pelabuhan tersebut diminati dunia pelayaran. Pelabuhan Merak, dulunya banyak pelayaran dan terakhir hanya dua. Sekarang hanya satu, dan dilayani satu kapal.

"Awalnya akan menarik industri di wilayah Banten, tapi itu tidak bejalan, karena dari sisi industri, dia akan melihat ketersediaan space kapal akan ada atau tidak," kata Anang Hidayat dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (6/5/2015).

Menurutnya, membuat pelabuhan internasinal juga harus melihat ketersediaan maskapai pelayaran yang melayani rute internasional. Pemerintah harus mempertimbangkan hal itu karena saat ini minim maskapai tanah air yang melayani rute internasional.

Padahal, lanjut dia, untuk memiliki satu pelabuhan, keberadaan satu maskapai yang melayani seluruh rute dunia merupakan satu keniscayaan. "Kalau melihat jalur internasional, kita tidak memiliki satau maskapai yang memberi layanan sampai ke seluruh dunia. Dulu mungkin ada, tapi sekarang tidak ada lagi, atau nyaris tidak terdengar," jelasnya.

Terlebih, dunia pelayaran nasional saat ini hanya menjadi agen-agen dari perusahaan pelayaran internaional, serta feeder. Selain itu, pelayaran internasinal juga saat ini lebih memilih rute-rute yang sudah ada, serti Singapura, Malaysia, Taiwan, dan Hongkong yang mempunayi kepastian adanya barang yang akan diangkut setelah menurunkan muatan.

"Dari sisi bisnis, tentu mereka tidak akan terlepas dari rute mana yang akan dia lalui dan berapa banyak di bawa dan diturunkan," kata Anang.

Satu pelabuhan internasional juga harus melihat komoditas yang dibawa dari luar negeri dan sebaliknya yang mempunyai karakteristik tersendiri. Menurutnya, jika material mentah (row material) bisa mungkin langsung ke Cilamaya, namun jika komoditas ritel, tetap akan memambah biaya jika dikirim ke Cilamaya.

"Ada komoditi row material, betul itu di Cilamaya, tapi ada juga ritel produk yang hampir semua itu di Jakata ke sini, tidak akan mau ke Cilimaya. Itu beban-beban dari
sisi cost ekonominya," jelas dia.

Selain itu, pelayaran internasional tentunya akan memperhitungkan barang yang akan diangkut setelah menurunkan barang. Kapal rute internasionan tidak akan mau Singgah di beberapa pelabuhan demi mencari barang yang akan diangkut mengingat besarnya biaya operasional.

"Pelayaran nasional akan melihat di mana drop kapal, tentu akan hitung berapa angkut dan berapa akan turun. Dia tidak akan mampu singgah di Priok, kemudian singgah lagi di Cilamaya kalau tidak ada muatan yang cukup," tandasnya.

Atas dasar itu, Anang mengingatkan rencana pembangunan Pelabuhan Internasional Cilamaya harus memperhatikan hal tersebut, terlebih di sana terdapat produksi minyak dan gas (migas).

"Yang paling rugi adalah pelabuhan ada, Pertmina stop, terus Pelabuhan Cilamaya-nya juga tidak diminati karena pelayaran internasinal tidak masuk rute itu," pungkasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7349 seconds (0.1#10.140)