Penyediaan Air Bersih oleh Pemda Masih Bermasalah
A
A
A
JAKARTA - Kinerja pemerintah dalam penyediaan air bersih melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) masih banyak kekurangan.
Dari 102 daerah yang diaudit, sebanyak 83 di antaranya tidak mencapai target yang ditetapkan. Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), masih banyak pemda yang bermasalah dalam pengelolaan air bersih. Persoalan buruknya kinerja PDAM dipicu karena buruknya perencanaan, sumber daya manusia (SDM) yang lemah, dan kualitas air baku yang tidak sesuai standar.
”Ini merupakan refleksi komitmen pemda yang kurang terhadap PDAM,” kata Juru Bicara BPK Yudi Ramdan Budiman di Gedung BPK, Jakarta, kemarin. Dia menambahkan, hasil pemeriksaan yang dilakukan pada periode 2013 hingga kuartal I/2014 menunjukkan bahwa sebagian besar pemda tidak mencapai target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 yakni 67% untuk penyediaan air bersih.
Berdasarkan temuan BPK, kebanyakan PDAM memang bermasalah dalam perencanaannya. Dari 102 pemda yang diaudit, sebanyak 93,14% belum memiliki Kebijakan dan Strategi Daerah (Jakstrada) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Selain itu, ujar Yudi, BPK juga menemukan bahwa banyak pemda yang menetapkan target penyediaan air bersih di bawah target RPJMN yakni hanya berkisar 22 - 65%. ”Antara target nasional dan target pemda bervariasi. Jadi, perma-salahan sudah ada di awal,” ucap dia.
BPK juga menemukan bahwa secara internal PDAM di Indonesia memiliki beragam masalah seperti kondisi keuangan yang buruk, sistem pembayaran (billing ) yang tidak memadai, dan pengelolaan sumber daya manusia, terutama menentukan direksi PDAM. ”Ada 22 pemda juga tidak melakukan fit and proper test calon direksi PDAM,” ujar Yudi.
Yudi juga mengatakan, sebagian besar pemda tidak memiliki komitmen membantu keuangan PDAM dalam menyediakan air bersih. Dari 102 PDAM, hanya tiga PDAM yang disubsidi oleh pemda. Subsidi ini dinilainya penting bilamana PDAM menetapkan tarif air bersih di bawah biaya produksi.
Terkait pengelolaan air baku, ujar Yudi, BPK juga menemukan bahwa sebagian besar PDAM yang diperiksa belum melakukan pengolahan air baku sesuai standar sehingga memengaruhi kualitas air bersih. Padahal, Kementerian Kesehatan sudah menetapkan ukuran kualitas air bersih meliputi para meter fisika, kimia, dan mikrobiologi minimum atau aman bagi pelanggan, jumlah sampel, serta frekuensi pengujian.
Selain itu, ucap Yudi, BPK juga menemukan angka kehilangan air bersih selama 2013 mencapai 224,08 juta meter kubik atau setara Rp554,2 miliar dan selama kuartal I/2014 mencapai 100,5 juta meter kubik atau setara Rp237,1 miliar. Jadi, total kerugian akibat kehilangan ini mencapai angka Rp791,3 miliar.
Berdasarkan Ikhitisar Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang diperoleh KORAN SINDO terungkap bahwa penyediaan air bersih di semua provinsi rata-rata hanya 33,16% pada 2013 dan 31,80% pada kuartal I/2014. Dari angka tersebut, capaian tertinggi diperoleh PDAM Kota Payakumbuh sebesar 98,72% (2013) dan 98,77% (kuartal I/2014).
”Sedangkan capaian terendah adalah PDAM Tirta Deli Kabupaten Deli Serdang sebesar 1,70% dan 3,82%,” ungkap laporan itu. Dalam laporan tersebut juga disebutkan, sebanyak 56 pemda menetapkan target penyediaan air bersih sama atau di atas target nasional.
Pemda Kota Palembang menjadi yang tertinggi dengan target 100%, sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Sragen dengan target cakupan air bersih hanya 22%. ”Di sisi lain, sebanyak 25 pemda tidak menetapkan target cakupan penyediaan air bersih dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah),” tulis laporan itu.
Terpisah, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, secara umum persoalan krusial dalam penyediaan air bersih di Indonesia terletak pada kondisi PDAM. Dia bahkan menyebut untuk wilayah seperti DKI Jakarta, persoalan air bersih sangat sering diadukan oleh konsumen.
Rahmat fiansyah
Dari 102 daerah yang diaudit, sebanyak 83 di antaranya tidak mencapai target yang ditetapkan. Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), masih banyak pemda yang bermasalah dalam pengelolaan air bersih. Persoalan buruknya kinerja PDAM dipicu karena buruknya perencanaan, sumber daya manusia (SDM) yang lemah, dan kualitas air baku yang tidak sesuai standar.
”Ini merupakan refleksi komitmen pemda yang kurang terhadap PDAM,” kata Juru Bicara BPK Yudi Ramdan Budiman di Gedung BPK, Jakarta, kemarin. Dia menambahkan, hasil pemeriksaan yang dilakukan pada periode 2013 hingga kuartal I/2014 menunjukkan bahwa sebagian besar pemda tidak mencapai target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 yakni 67% untuk penyediaan air bersih.
Berdasarkan temuan BPK, kebanyakan PDAM memang bermasalah dalam perencanaannya. Dari 102 pemda yang diaudit, sebanyak 93,14% belum memiliki Kebijakan dan Strategi Daerah (Jakstrada) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Selain itu, ujar Yudi, BPK juga menemukan bahwa banyak pemda yang menetapkan target penyediaan air bersih di bawah target RPJMN yakni hanya berkisar 22 - 65%. ”Antara target nasional dan target pemda bervariasi. Jadi, perma-salahan sudah ada di awal,” ucap dia.
BPK juga menemukan bahwa secara internal PDAM di Indonesia memiliki beragam masalah seperti kondisi keuangan yang buruk, sistem pembayaran (billing ) yang tidak memadai, dan pengelolaan sumber daya manusia, terutama menentukan direksi PDAM. ”Ada 22 pemda juga tidak melakukan fit and proper test calon direksi PDAM,” ujar Yudi.
Yudi juga mengatakan, sebagian besar pemda tidak memiliki komitmen membantu keuangan PDAM dalam menyediakan air bersih. Dari 102 PDAM, hanya tiga PDAM yang disubsidi oleh pemda. Subsidi ini dinilainya penting bilamana PDAM menetapkan tarif air bersih di bawah biaya produksi.
Terkait pengelolaan air baku, ujar Yudi, BPK juga menemukan bahwa sebagian besar PDAM yang diperiksa belum melakukan pengolahan air baku sesuai standar sehingga memengaruhi kualitas air bersih. Padahal, Kementerian Kesehatan sudah menetapkan ukuran kualitas air bersih meliputi para meter fisika, kimia, dan mikrobiologi minimum atau aman bagi pelanggan, jumlah sampel, serta frekuensi pengujian.
Selain itu, ucap Yudi, BPK juga menemukan angka kehilangan air bersih selama 2013 mencapai 224,08 juta meter kubik atau setara Rp554,2 miliar dan selama kuartal I/2014 mencapai 100,5 juta meter kubik atau setara Rp237,1 miliar. Jadi, total kerugian akibat kehilangan ini mencapai angka Rp791,3 miliar.
Berdasarkan Ikhitisar Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang diperoleh KORAN SINDO terungkap bahwa penyediaan air bersih di semua provinsi rata-rata hanya 33,16% pada 2013 dan 31,80% pada kuartal I/2014. Dari angka tersebut, capaian tertinggi diperoleh PDAM Kota Payakumbuh sebesar 98,72% (2013) dan 98,77% (kuartal I/2014).
”Sedangkan capaian terendah adalah PDAM Tirta Deli Kabupaten Deli Serdang sebesar 1,70% dan 3,82%,” ungkap laporan itu. Dalam laporan tersebut juga disebutkan, sebanyak 56 pemda menetapkan target penyediaan air bersih sama atau di atas target nasional.
Pemda Kota Palembang menjadi yang tertinggi dengan target 100%, sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Sragen dengan target cakupan air bersih hanya 22%. ”Di sisi lain, sebanyak 25 pemda tidak menetapkan target cakupan penyediaan air bersih dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah),” tulis laporan itu.
Terpisah, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, secara umum persoalan krusial dalam penyediaan air bersih di Indonesia terletak pada kondisi PDAM. Dia bahkan menyebut untuk wilayah seperti DKI Jakarta, persoalan air bersih sangat sering diadukan oleh konsumen.
Rahmat fiansyah
(ftr)