Toyota City Simbol Kebangkitan Automotif Jepang

Selasa, 19 Mei 2015 - 09:38 WIB
Toyota City Simbol Kebangkitan...
Toyota City Simbol Kebangkitan Automotif Jepang
A A A
Toyota City berdiri sebagai bukti kebangkitan Toyota yang kini menjadi perusahaan mobil terbesar di dunia dengan rekor laba dan penjualan lebih dari 10 juta mobil secara global pada tahun lalu.

Kota dengan 422.000 penduduknya itu berada di sebelah timur pusat industri Nagoya. Toyota City sebelumnya disebut sebagai kota tekstil Koromo, di mana penduduknya tergantung pada produksi sutra untuk mata pencarian sehari-hari. Saat industri sutra terus menurun setelah berakhirnya Perang Dunia I, kota itu pun turut diguncang gempa bumi Great Kanto pada 1923 yang menewaskan 140.000 jiwa di penjuru negeri.

Kota itu juga melalui Depresi Besar selama enam tahun setelah gempa menerjang. Pada 1933, saat Jepang fokus mendorong industri domestik dan ambisi kerajaan, Kiichiro Toyoda memutuskan memproduksi mobil dengan semangat yang sama seperti ayahnya, Sakichi, yang menciptakan alat tenun otomatis. Lantas, di mana dapat membangun pabrik yang cukup besar untuk memproduksi mobil?

Beberapa pihak juga tertarik. Di ujung pencarian, Koromo muncul sebagai lokasi yang menawarkan harga lahan yang murah dan dekat dengan lokasi lain. Meski demikian, minat untuk membangun pabrik di Koromo harus menghadapi sikap skeptis para pemilik lahan. ”Pada saat itu orang tidak benar-benar yakin industri dengan automotif. Tapi, walikota memiliki intuisi yang tepat. Sektor itu penting bagi kesejahteraan kota,” ungkap seorang pejabat daerah, pada kantor berita AFP .

Pada 28 Agustus 1937 Toyota Jidosha Kogyo atau Industri Automotif Toyota lahir dengan pabrik seluas 495.000 meter persegi yang cukup bagi 5.000 pegawai. Pembukaan pabrik itu secara resmi dilakukan tahun berikutnya. Meski produsen Corolla dan Prius Hybrid ini sekarang memiliki banyak pabrik di penjuru dunia, Toyota City memiliki total 10 pabrik pembuatan mobil dan suku cadang di kota itu dan wilayah sekitarnya.

Ada sekitar 70.000 orang yang bekerja untuk Toyota di daerah itu, sebagian besar memiliki ayah atau kakek yang juga bekerja di sana. Di kota itu sekitar 40% pegawai lokal bekerja di sektor automotif. Kemudian, pada 1959, kota itu mengubah namanya menjadi Toyota-Shi atau Toyota City dalam bahasa Inggris. Walikota saat ini menjelaskan, masyarakatnya terlibat tidak hanya di satu industri.

”Memang benar ini kota mobil, nama itu menjelaskan dirinya, tapi itu bukan segalanya,” ujar Toshihiko Ota. ”Kami produsen utama beras di daerah Aichi dan kami juga menanam anggur dan pir. Toyota City memiliki banyak wajah, yang kadang kala ditutupi oleh mobil.” Kendati ada upaya mendiversifikasi ekonomi lokal, kota itu tetap sangat tergantung pada Toyota dan para pemasok lokal.

Anak-anak perusahaan juga terlibat di sektor real estat, pariwisata, dan asuransi. ”Saat Toyota batuk, seluruh kota terkena demam telah menjadi kalimat umum,” kata Toshihiko.

Syarifudin
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0551 seconds (0.1#10.140)