KKP Temukan 907 Kapal Eks Asing Langgar Aturan
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 907 kapal eks asing yang telah beroparasi di perairan Indonesia telah melakukan pelanggaran yang ditemukan oleh tim satuan tugas anti illegal fishing saat melakukan evaluasi.
Ketua Tim Satgas Pemberantasan Illegal Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Mas Achmad Sentosa mengatakan, sebanyak 1.132 kapal eks asing yang dianalisis dan dievaluasi.
"Dari jumlah itu sebanyak 907 telah ditemukan melanggar, sisanya belum bisa dikatakan baik, karena pajaknya masih diteliti, kalau pajak bukan di ranah kami," kata dia di Semarang, Selasa (19/5/2015).
Dari 907 yang ditemukan melakukan pelanggaran, sebanyak 49 kapal diantarannya melakukan pelanggaran berat, bahkan hingga perlu dikenakan jeratan pidana.
Jenis pelanggaran di antaranya tidak mengaktifkan Vessel Monitoring System (VMS) saat berlayar, kalau mematikan alat itu sehingga tidak bisa dimonitor, mematikan alat itu mencapai berbulan-bulan, semua anak buah kapal (ABK) adalah warga asing, mempraktikan perbudakan sebagaimana di Maluku, praktik manipulasi data dengan menurunkan ukuran kapal di dokumen (mark down), berlayar tanpa Surat Laik Operasi (SLO), dan lainnya,
Menurutnya, kapal-kapal itu ada yang secara kertas milik warga Indonesia, tapi secara de facto yang mengontrol bukan orang Indonesia, kalau ABK itu sebanyak 100%, maka pemilik sesungguhnya sebenarnya pemilik warga asing. "Pelanggaran berat kemungkinan bisa ditindaklanjuti pidana dan administrasi," kata Mas Achmad.
Bahkan, lanjut dia, banyak juga perusahaan pelayaran yang memalsukan dokumen dan isi kapal. Kapal-kapal itu ukurannyya antara 100-300 Gross Ton (GT). Tapi, mereka melaporkan di bawah 50 GT. Pihaknya juga menemukan satu izin kapal digunakan untuk dua sampai empat kapal.
Kapal asing adalah kapal yang dibuat negara asing, tapi beroperasi secara ilegal di perairan Indonesia. Sehingga, dia minta agar pengawasan pada sektor tersebut diperketat. Petugas pun diminta terus memperbarui secara berkala data dokumen kapal eks asing dengan verifikasi di lapangan.
Dia setuju jika Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memperpanjang kembali moratorium izin eks Kapal Asing. Izin yang berakhir pada April 2015, diperpanjang hingga Oktober 2015. Perpanjangan moratorium dilakukan karena butuh analisis dan evaluasi eks kapal asing secara mendalam.
Mas Achmad juga meminta agar pelabuhan khusus yang dimiliki perusahaan perlu dikaji ulang. Pemberantasan illegal fisihing itu juga bisa memberantas penyelundupan satwa, barang konsumsi, senjata api, dan sebagainya.
Pihaknya meminta agar ada amandemen aturan terhadap saksi pelanggaran yang ada di wilayah laut. Sebab, keputusan yang dilakukan pengadilan perikanan di Indonesia belum pernah memberikan efek jera.
Sementara, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng Lalu Muhammad Syafriadi mengatakan, pihaknya tengah melakukan evaluasi perjinan kapal penangkap ikan yang sesuai kewenangannya, hal itu untuk mencegah terjadinya penangkapan ikan ilegal.
DKapal penangkap ikan yang berukuran 10-30 gross ton harus dilakukan pendataan ulang, karena saat ini diduga ada ribuan kapal yang melakukan illegal fishing. "Sehingga pada 2015 ini kami lakukan pendataan ulang," kata Lalu.
Menurut dia, penataan kembali perizinan kapal penangkap ikan itu juga sebagai bentuk dukungan terhadap terobosan Menteri Susi mengenai moratorium dan penindakan kapal-kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia.
Ketua Tim Satgas Pemberantasan Illegal Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Mas Achmad Sentosa mengatakan, sebanyak 1.132 kapal eks asing yang dianalisis dan dievaluasi.
"Dari jumlah itu sebanyak 907 telah ditemukan melanggar, sisanya belum bisa dikatakan baik, karena pajaknya masih diteliti, kalau pajak bukan di ranah kami," kata dia di Semarang, Selasa (19/5/2015).
Dari 907 yang ditemukan melakukan pelanggaran, sebanyak 49 kapal diantarannya melakukan pelanggaran berat, bahkan hingga perlu dikenakan jeratan pidana.
Jenis pelanggaran di antaranya tidak mengaktifkan Vessel Monitoring System (VMS) saat berlayar, kalau mematikan alat itu sehingga tidak bisa dimonitor, mematikan alat itu mencapai berbulan-bulan, semua anak buah kapal (ABK) adalah warga asing, mempraktikan perbudakan sebagaimana di Maluku, praktik manipulasi data dengan menurunkan ukuran kapal di dokumen (mark down), berlayar tanpa Surat Laik Operasi (SLO), dan lainnya,
Menurutnya, kapal-kapal itu ada yang secara kertas milik warga Indonesia, tapi secara de facto yang mengontrol bukan orang Indonesia, kalau ABK itu sebanyak 100%, maka pemilik sesungguhnya sebenarnya pemilik warga asing. "Pelanggaran berat kemungkinan bisa ditindaklanjuti pidana dan administrasi," kata Mas Achmad.
Bahkan, lanjut dia, banyak juga perusahaan pelayaran yang memalsukan dokumen dan isi kapal. Kapal-kapal itu ukurannyya antara 100-300 Gross Ton (GT). Tapi, mereka melaporkan di bawah 50 GT. Pihaknya juga menemukan satu izin kapal digunakan untuk dua sampai empat kapal.
Kapal asing adalah kapal yang dibuat negara asing, tapi beroperasi secara ilegal di perairan Indonesia. Sehingga, dia minta agar pengawasan pada sektor tersebut diperketat. Petugas pun diminta terus memperbarui secara berkala data dokumen kapal eks asing dengan verifikasi di lapangan.
Dia setuju jika Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memperpanjang kembali moratorium izin eks Kapal Asing. Izin yang berakhir pada April 2015, diperpanjang hingga Oktober 2015. Perpanjangan moratorium dilakukan karena butuh analisis dan evaluasi eks kapal asing secara mendalam.
Mas Achmad juga meminta agar pelabuhan khusus yang dimiliki perusahaan perlu dikaji ulang. Pemberantasan illegal fisihing itu juga bisa memberantas penyelundupan satwa, barang konsumsi, senjata api, dan sebagainya.
Pihaknya meminta agar ada amandemen aturan terhadap saksi pelanggaran yang ada di wilayah laut. Sebab, keputusan yang dilakukan pengadilan perikanan di Indonesia belum pernah memberikan efek jera.
Sementara, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng Lalu Muhammad Syafriadi mengatakan, pihaknya tengah melakukan evaluasi perjinan kapal penangkap ikan yang sesuai kewenangannya, hal itu untuk mencegah terjadinya penangkapan ikan ilegal.
DKapal penangkap ikan yang berukuran 10-30 gross ton harus dilakukan pendataan ulang, karena saat ini diduga ada ribuan kapal yang melakukan illegal fishing. "Sehingga pada 2015 ini kami lakukan pendataan ulang," kata Lalu.
Menurut dia, penataan kembali perizinan kapal penangkap ikan itu juga sebagai bentuk dukungan terhadap terobosan Menteri Susi mengenai moratorium dan penindakan kapal-kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia.
(izz)