Ampunan Pajak Lampaui Batas

Senin, 08 Juni 2015 - 08:41 WIB
Ampunan Pajak Lampaui Batas
Ampunan Pajak Lampaui Batas
A A A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mewacanakan pemberian lebih dari sekadar ampunan pajak (special amnesty ) kepada koruptor dan mafia. Pemberian ampunan tersebut dinilai melampaui batas.

Direktur Eksekutif Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, perkiraan dana milik orang Indonesia yang diparkir di luar negeri sekitar Rp3.000 triliun. Namun, dia mengatakan tidak semua dana itu adalah haram atau ilegal.

”Kalau data Global Financial Integrity, illicit money (uang ilegal) yang berpotensi hasil korupsi itu hanya USD18 juta (Rp234 triliun). Tidak banyak. Yang lain legal, hanya tidak bayar pajak. Permintaan (special amnesty ) ini melampaui batas,” kata Prastowo di Jakarta akhir pekan lalu. Menurut dia, dana-dana legal hasil bisnis cukup diberikan insentif pajak supaya masuk ke Indonesia. Prastowo pun menyatakan, tindakan warga negara Indonesia (WNI) yang memarkirkan dananya di luar negeri seperti Singapura bukan semata-mata karena rendahnya tarif pajak di negara tersebut.

”Karena pajak itu kan tergantung profit,” ujar dia. Sementara itu, juru bicara Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama mengatakan, special amnesty tidak hanya memiliki tujuan jangka pendek yaitu untuk menutupi potensi kekurangan pajak (shortfall ) penerimaan pajak tahun ini. Dia pun mengklaim kebijakan tersebut memiliki dampak positif untuk jangka panjang. ”Pengampunan ini bisa memperluas basis pajak,” kata dia.

Mekar menilai, selain ampunan pajak, ampunan lain pun perlu diperluas seperti ampunan terhadap pidana umum dan khusus agar menarik. Namun, dia mengakui dalam beberapa diskusi dengan aparat penegak hukum, pengampunan untuk dana haram terkendala aturan di Indonesia. ”Karena dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) itu ada aturan di mana walaupun dana ilegal dikembalikan 100%, pidananya tidak bisa dihapus,” imbuh dia.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, Setyo Budiantoro menilai masih banyak hal yang bisa dilakukan Ditjen Pajak ketimbang special amnesty untuk meningkatkan rasio pajak. Salah satu hal yang membuat rendahnya rasio pajak adalah keterbatasan Ditjen Pajak mengakses data karena terbentur aturan kerahasiaan perbankan. ”Di AS, Internal Revenue Service (Ditjen Pajak AS) memiliki kewenangan yang luar biasa. Selain mengakses data nasabah WN AS, mereka juga bisa mengejar aset WN AS di luar negeri,” ucap dia.

Budi menyebut dana pihak ketiga (DPK) berupa tabungan dan deposito milik WNI di perbankan nasional mencapai Rp3.500 triliun. Dari angka tersebut, sebanyak 70%-nya dimiliki oleh 0,5% WNI. ”Ini harus dibongkar,” kata dia. Selain itu, Budi menambahkan, beberapa hal yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan kerja sama bilateral dalam pertukaran informasi (automatic exchange of information ) mengenaidatapajak, melakukan identifikasi terhadap korporasi yang memiliki cabang di negara surga pajak (tax heaven country ), serta mengoptimalkan FACTA (The Foreign Account Tax Compliance Act) dari Pemerintah AS.

”Kita harus percaya diri karena perusahaan multinasional di negara kita ada 7.000. Ini bisa dilakukan daripada mengeluarkan kebijakan yang kontroversial,” tandasnya.

Rahmat fiansyah
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6461 seconds (0.1#10.140)