Bangun Perusahaan dengan Menghormati Kompetitor

Selasa, 09 Juni 2015 - 13:56 WIB
Bangun Perusahaan dengan...
Bangun Perusahaan dengan Menghormati Kompetitor
A A A
SEORANG pemimpin perusahaan yang berhasil membangun bisnis hingga besar memiliki dasar ilmu tata kelola atau manajemen perusahaan. Tapi, tidak demikian dengan Irwan Hidayat.

Secara otodidak, Chief Executive Officer (CEO) dari PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) ini sukses mengembangkan produk jamu hingga ke mancanegara.

Di balik kesuksesan Sido Muncul bukan berarti tidak memiliki kompetitor. Di tengah persaingan yang ketat, pria kelahiran Yogyakarta, 24 April 1947 ini selalu menekankan untuk menghormati kompetitor. Bagi Irwan, sukses perusahaan salah satunya disebabkan ada kompetisi.

Persaingan akan membawa tantangan tersendiri dalam menjalankan bisnis atau usaha, untuk mendorong perusahaan menjadi lebih baik. Hal tersebut yang diterapkan Irwan di perusahaannya.

Sido Muncul lahir dari sebuah industri rumahan yang dahulunya milik sang nenek. Irwan berusaha mengambil celah bisnis dan peluang di bidang farmasi, khususnya jamu untuk besar di negeri sendiri, dan punya nama di kancah internasional.

Meski secara pribadi pria bersahaja ini tidak mengenyam pendidikan khusus di bidang bisnis, namun bukan berarti dia menyerah karena terbentur dengan masalah pendidikan.

Dia menyebutkan apa yang diraihnya sekarang, tidak menampik dengan kehidupan masa lalu berambut gondrong, tidak pernah tidur, dan rapornya merah semua. Tapi, jalan telah dipilihkan Tuhan untuknya. Bermodal keinginan yang kuat, ulet dan jujur, jalan menuju keberhasilan diraihnya.

Terbukti saat ini, Sido Muncul berubah title dari yang tadinya hanya industri rumahan, menjadi industri berskala masif yang sangat diperhitungkan di Indonesia bahkan dunia. Produk-produknya sudah menembus pasar mancanegara dengan produk andalannya, Tolak Angin.

Dalam kesempatan acara Indonesia Brand Forum (IBF) yang digelar beberapa waktu lalu, Sindonews.com berkesempatan berbincang eksklusif dengan CEO Sido Muncul yang juga pemilik hotel Tentrem di Yogyakarta, Irwan Hidayat. Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana Anda mengembangkan Sido Muncul meski tak memiliki pendidikan bisnis?

Ya, pendirinya itu nenek saya. Nah, saya sendiri dari kecil memang ikut nenek saya sejak bayi. Kemudian saya mulai bekerja sejak 1970-an sampai hari ini.

Jadi itu perusahaan keluarga?

Ya betul. Saya dulu itu sebagai marketing di Sido Muncul. Enggak langsung punya jabatan tinggi. Jadi betul-betul memulai dari bawah. Dulu, tahun 1970-an itu karyawannya 70 orang.

Apa hambatan yang pernah Anda alami?

Pertama mungkin dari saya sendiri. Karena saya tidak punya pengalaman, begitu masuk di perusahaan, saya kan masuknya di bagian marketing. Nah, karena enggak punya pengalaman itulah, saya sulit untuk bekerja di awal.

Waktu itu umur saya 23 tahun dan enggak punya pendidikan marketing. Itu yang membuat saya tidak merasa berhasil. Karena saya enggak punya pengalaman. Jadi yang saya lakukan hanya menjual jamu.

Apa hambatan sekarang?


Hambatan di internal sebenarnya biasa-biasa saja. Berjalan normal seperti biasa. Kalau ada beda pendapat itu biasa, tetap bisa diselesaikan. Dari segi keuangan kita juga enggak ada problem. Karena kita juga enggak punya utang dan taat bayar pajak. Pada 2014 Sidomuncul membayar pajak sebesar Rp250 miliar.

Bagaiman hambatan eksternal?

Ada beberapa pastinya. Utamanya kompetitor, tapi saya merasa itu bagian dari bisnis. Marketing itu kalau ada kompetitor, malah membuat semakin berkembang. Bisnis itu kalau tidak ada kompetitornya, ya tidak akan maju. Enggak ada saingan kan pasti. Justru hambatan yang berarti itu dari pemerintah.

Misalnya apa?

Misalnya yang terjadi pada Sido Muncul sendiri. Kita ini kan perusahaan pabrik. Tiga bulan lalu, kita dituduh anggota masyarakat bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), beserta anggota DPRD karena dianggap mencemari kali Kelampok yang disebelah pabrik kita di Ungaran, Jawa Tengah.

Itu letaknya di sebelah pabrik kita, dan di sana ada 8-9 pabrik lagi yang berada di sekitaran kali tersebut.

Bagaimana cerita sebenarnya?

Mereka mengundang wartawan dan menunjukkan kali yang tercemar. Banyak yang datang dan akhirnya beritanya masuk di koran.

Ketika saya ditanya mereka dengan beragam pertanyaan, saya hanya menjawab 'Lho yang ngaliri sungainya itu kan ada 8-9 perusahaan. Kenapa yang disebut mencemari itu kok hanya Sido Muncul?'.

Saya ngomong begitu. Tapi kan, tahu sendiri media itu memberitakan juga berdasarkan masyarakat, LSM dan anggota DPRD.

Apa Anda menyesali kejadian itu?

Saya sangat menyesali sebetulnya satu, saya merasa tidak dibela pemerintah. Padahal perusahaan saya ini selalu taat pada pembayaran pajak, tepat waktu juga.

Terus kenapa pemerintah enggak ada tanggapan? Toh saya juga tidak minta pembelaan. Tapi ya setidaknya, pemerintah harusnya datang, kalau ada perusahaan seperti Sido Muncul yang dianggap mencemari namun taat pajak, itu pemerintah harus datang dan memeriksa.

Pemeriksaan seperti apa?

Pemeriksaan itu seperti perusahaan Sido Muncul punya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tidak? Nah pemerintah yang meluruskan, datang kemudian panggil media. Bukan untuk bilang bahwa Sido Muncul benar, tapi ditunjukkan bahwa perusahaan kami memiliki IPAL.

Kalau soal mencemari, nanti kita akan memeriksa. Kalau perlu diperiksa bersama. Pemerintah harusnya seperti itu. Misalnya Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Keuangan.

Meskipun tidak langsung kepada lingkungan yang dituduhkan, tapi minimal mereka tahu, kalau Sido Muncul ini perusahaan yang bagus ini bisa, sampai dipublikasikan tapi belum tentu benar, kalau penjualannya turun bagaimana? Pasti akan merugikan.
Waktu itu saya bilang dan merasa, 'Lho kenapa ya kok enggak datang?' Padahal ternyata bukan kita yang mencemari.

Jadi bukan perusahaan Anda yang mencemari kali itu?
Perusahaan laundry, dia juga berdiri di sekitaran Kali Kelampok.

Anda merasa pemerintah kurang tanggap melindungi perusahaan?

Kurang lebih demikian. Sido Muncul ini bayar pajak lho. Ini mestinya harus dilindungi pemerintah. Pertama bukan cuma dari yang fisik, tapi secara image juga. Saya kira sih, ini yang semuanya dirasakan pengusaha. Kesulitan dalam usaha.

Adakah kerugian yang dialami?

Paling besar imej, meskipun pelakunya bukan kita, tapi imej nya tetap kita. Itu beritanya hampir semua ada di media online dan tersebar ke negara lain bahkan sampai Kanada. Bahkan teman saya SMS begini, 'Lho kamu nyemarin lingkungan kenapa? Kok bisa?' Itu kan berkaitan sama imej juga.

Bukankah pemerintah seharusnya melindungi pengusaha?

Ya betul. Justru kalangan pengusaha itu, kesulitannya dalam menghadapi MEA, itu di faktor pemerintah. Sekarang ada berita Sido Muncul dianggap mencemari lingkungan, masuk berita. Pasti merugikan.

Bukan memengaruhi konsumen, tapi lebih ke investornya. Ini perusahaan Tbk tapi mencemari lingkungan. Kalau saya mengusulkan, yang masuk harusnya Kementerian Keuangan, karena kami membayar pajak ke mereka itu termasuk besar dan taat. Mereka bisa kok masuk secara proporsional.

Bisa dibayangkan enggak, ketika Eropa melihat berita itu dan menyangka yang bukan-bukan ke kita, bagaimana coba? Kami, sebagai pengusaha, sebaiknya jangan dibiarkan bertempur sendiri. Ini negara akan kebanjiran investor. Tapi kalau begini caranya, mereka sudah berpikir, tempatnya bagus, enak.

Tetapi nanti sulit di dalam pembangunannya. Sana sini tidak setuju. Tapi kalau ini dibantu, diberi izin, dikawal, dan pemerintah sudah memberi izin, saya rasa pemerintah akan kebanjiran investor. Yakin saya.

Apa Anda optimistis kalau pemerintah mendukung?

Iya, saya optimis. Tapi yang paling utama dalam berbisnis, saya cuma membangun kepercayaan saja. Kepercayaan itu sebagai pengusaha harus jujur, membuat produk yang baik, peduli terhadap lingkungan, menghindari pertikaian, menghormati kompetitor, menghoramti yang sukses, sayang karyawan dan membantu yang lemah.

Membangun kepercayaan kan gitu. Kalau ini saya sebut sebagai roh bisnis. Perusahaan-perusahaan yang 50 tahun lalu hanya perusahaan kecil, tapi mereka memiliki roh bisnis positif, mereka akan menjadi besar. Lihatlah seperti BCA, Sinar Mas, Lippo, Sosro dan banyak lagi. Mereka membangun kepercayaan.

Apa yang paling berkesan dalam mengelola bisnis ini? Ini kan obat ya, tidak gampang untuk dunia menerima obat herbal. Jadi, untuk memasarkannya saya memilih yang paling sulit. Saya masuk ke etnis Tionghoa yang mereka punya tradisi sendiri. Sulit untuk masuk jamu, kemudia kalangan akademisi.

Mereka juga menganggap jamu itu enggak ilmiah. Saya juga meyakinkan dunia kedokteran. Meski saya mencari cara yang paling sulit, namun tetap program marketingnya harus baik. Jadi saya berusaha untuk meyakinkan mereka dengan produk saya.

Apa rencana ke depan Sido Muncul?

Wah sudah enggak ada. Sudah cukup dan saya bersyukur Sido Muncul bisa sebesar sekarang. Saya cuma bekerja sebaik mungkin. Rencana ke depannya itu tidak muluk-muluk. Setiap ada yang tany soal rencana-rencana ke depan, saya cuma jawab, bekerja sebaik mungkin.

Apakah akan mengeluarkan produk baru?

Kita akan ada minuman herbal dalam botol, tapi itu masih 1-2 bulan lagi keluarnya. Jadi nanti orang itu kalau mau minum jamu, tinggal SD (Siap Diminum). Karena di dalam botol.

Sido Muncul sudah mengeluarkan berapa produk?

Hampir 170 produk. Tapi yang diekspor itu hanya Tolak Angin, Kuku Bima Energi, dan kapsul-kapsul seperti kunyit dan lainnya.

Apa harapan Anda ke depan?

Saya cuma berusaha dan berharap, supaya perusahaan kami tetap jadi perusahaan yang berguna di masyarakat dan lingkungan. Kalau harapan saya ke pemerintah, seperti yang saya sebutkan tadi. Mohon dikawal, kalau memang perusahaan saya diberi izin.

Kedua, kalau pemerintah melihat perusahaan yang baik, lantas diberitakan jelek, harus responsif. Datang, bukan untuk membela yang salah, tapi untuk melihat kalau memang benar dibantu agar beritanya berimbang.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0761 seconds (0.1#10.140)