Ekspor-Impor Menurun
A
A
A
JAKARTA - Ekspor dan impor Indonesia pada Mei 2015 mengalami penurunan. Pemerintah pun harus mengantisipasi penurunan impor bahan baku dan penolong serta barang modal ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor Mei 2015 mencapai USD12,56 miliar atau menurun 4,11% dibanding April 2015 dan menurun 15,24% dibanding Mei 2014. Penurunan ekspor terjadi pada sektor minyak dan gas (migas) maupun nonmigas. Dibanding April 2015, ekspor migas pada Mei senilai USD1,3 miliar atau menurun6,03%, sementaranonmigas turun 3,87% dengan nilai mencapai USD11,19 miliar.
”Penurunan migas untuk Mei karena turunnya ekspor 10 komoditas terbesar, mulai lemak dan minyak hewan nabati sampai pakaian jadi bukan rajutan,” ujar Kepala BPS Suryamin saat memaparkan perkembangan ekspor dan impor Mei 2015 di Gedung BPS, Jakarta, kemarin. Menurut Suryamin, penurunan pada 10 besar komoditas yang biasanya mendominasi ekspor mencapai 10,63%.
Antara lain, lemak dan minyak hewan/ nabati senilai USD323,8 juta (turun 17,54%), bahan bakar mineral (turun 15,69%), mesin dan peralatan listrik (turun 12,36%), karet dan barang dari karet (turun 10,14%). Kendati demikian, dua komoditas mengalami peningkatan, yaitu perhiasan dan permata (naik 14,91%) dan alas kaki (naik 2,52%). Sementara, ekspor bijih, kerak dan abu logam meningkat 410,84% dari USD99,46 juta menjadi USD408,6 juta.
”Artinya, pengolahan dengan smelter sudah mulai, yang tempo hari barang mineral dibatasi atau dilarang ekspor dalam bentuk mentah, sekarang sudah ada yang mulai diolah,” sebutnya. Secara kumulatif, ekspor Januari-Mei 2015 senilai USD64,72 miliar atau menurun 11,84% dibanding periode yang sama tahun lalu. Nilai impor pada Mei 2015 mencapai USD11,61 miliar atau turun 8,05% dibanding impor pada April 2015, dan turun 21,40% dibanding impor pada Mei 2014.
Sementara dilihat dari golongannya, impor bahan baku dan penolong pada Januari-Mei 2015 senilai USD46,10 miliar atau turun 18,91%. Begitu pun barang modal turun 14,62% dari USD12,26 miliar menjadi USD10,47 miliar. Dibanding April 2015, impor bahan baku dan penolong juga turun 10,01%, demikian halnya barang modal turun 4,02%. ”Kita lihat barang modal dan bahan baku impornya menurun dibanding April maupun ku-mulatif Januari-Mei 2015.
Kalau ini tidak diantisipasi oleh produk dalam negeri bisa berdampak pada investasi,” tandasnya. Kendati terjadi penurunan baik dari sisi ekspor maupun impor, neraca by safeweb"> perdagangan Mei 2015 masih membukukan surplus USD950 juta yang dipicu oleh surplus sektor nonmigas USD1,66 miliar, walaupun sektor migas masih defisit USD0,71 miliar. Secara akumulasi Januari-Mei 2015 neraca perdagangan surplus USD3,75 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menambahkan, peluang neraca perdagangan untuk kembali surplus di Juni 2015 hanya 50:50. Pasalnya, memasuki bulan puasa biasanya impor meningkat. Di sisi lain, pengaruh penurunan nilai tukar kemungkinan bisa menggenjot nilai ekspor. ”Mudah-mudahan masih bisa surplus walaupun dibayangi defisit,” tuturnya.
Menteri Koordinator (Menko) BidangPerekonomianSofyan Djalil memprediksi, dalam waktu dekat neraca perdagangan akan defisit. Hal itu dipicu keinginan pemerintah untuk mempercepat penyerapan anggaran melalui pembangunan infrastruktur dan realisasi investasi.
”Walau data bulan Mei memperlihatkan impor dan ekspor sama-sama menurun sejalan dengan terjadinya kontraksi perlambatan, namun ke depan porsi impor bisa jadi kembali lebih besar dibandingkan ekspor,” ujarnya di Kantor Kementerian Perekonomian Jakarta, kemarin. Sekalipun pemerintah membuat kebijakan agar para pelaku industri dan pembangunan infrastruktur menggunakan konten lokal untuk sebagian bahan bakunya, peranan impor diprediksi akan menjadi lebih mendominasi.
Pasalnya, impor tetap diperbolehkan mengingat kualitas bahan baku dari luar negeri juga berbeda dengan yang dimiliki di Indonesia. ”Apalagi untuk kebutuhan proyek listrik, energi, maupun jalan sedang menjadi fokus di semester kedua ini. Kebutuhan atas bahan bakunya menjadi penting diperhatikan dan tidak bisa sembarangan,” katanya.
Inda Susanti/rabia edra
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor Mei 2015 mencapai USD12,56 miliar atau menurun 4,11% dibanding April 2015 dan menurun 15,24% dibanding Mei 2014. Penurunan ekspor terjadi pada sektor minyak dan gas (migas) maupun nonmigas. Dibanding April 2015, ekspor migas pada Mei senilai USD1,3 miliar atau menurun6,03%, sementaranonmigas turun 3,87% dengan nilai mencapai USD11,19 miliar.
”Penurunan migas untuk Mei karena turunnya ekspor 10 komoditas terbesar, mulai lemak dan minyak hewan nabati sampai pakaian jadi bukan rajutan,” ujar Kepala BPS Suryamin saat memaparkan perkembangan ekspor dan impor Mei 2015 di Gedung BPS, Jakarta, kemarin. Menurut Suryamin, penurunan pada 10 besar komoditas yang biasanya mendominasi ekspor mencapai 10,63%.
Antara lain, lemak dan minyak hewan/ nabati senilai USD323,8 juta (turun 17,54%), bahan bakar mineral (turun 15,69%), mesin dan peralatan listrik (turun 12,36%), karet dan barang dari karet (turun 10,14%). Kendati demikian, dua komoditas mengalami peningkatan, yaitu perhiasan dan permata (naik 14,91%) dan alas kaki (naik 2,52%). Sementara, ekspor bijih, kerak dan abu logam meningkat 410,84% dari USD99,46 juta menjadi USD408,6 juta.
”Artinya, pengolahan dengan smelter sudah mulai, yang tempo hari barang mineral dibatasi atau dilarang ekspor dalam bentuk mentah, sekarang sudah ada yang mulai diolah,” sebutnya. Secara kumulatif, ekspor Januari-Mei 2015 senilai USD64,72 miliar atau menurun 11,84% dibanding periode yang sama tahun lalu. Nilai impor pada Mei 2015 mencapai USD11,61 miliar atau turun 8,05% dibanding impor pada April 2015, dan turun 21,40% dibanding impor pada Mei 2014.
Sementara dilihat dari golongannya, impor bahan baku dan penolong pada Januari-Mei 2015 senilai USD46,10 miliar atau turun 18,91%. Begitu pun barang modal turun 14,62% dari USD12,26 miliar menjadi USD10,47 miliar. Dibanding April 2015, impor bahan baku dan penolong juga turun 10,01%, demikian halnya barang modal turun 4,02%. ”Kita lihat barang modal dan bahan baku impornya menurun dibanding April maupun ku-mulatif Januari-Mei 2015.
Kalau ini tidak diantisipasi oleh produk dalam negeri bisa berdampak pada investasi,” tandasnya. Kendati terjadi penurunan baik dari sisi ekspor maupun impor, neraca by safeweb"> perdagangan Mei 2015 masih membukukan surplus USD950 juta yang dipicu oleh surplus sektor nonmigas USD1,66 miliar, walaupun sektor migas masih defisit USD0,71 miliar. Secara akumulasi Januari-Mei 2015 neraca perdagangan surplus USD3,75 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menambahkan, peluang neraca perdagangan untuk kembali surplus di Juni 2015 hanya 50:50. Pasalnya, memasuki bulan puasa biasanya impor meningkat. Di sisi lain, pengaruh penurunan nilai tukar kemungkinan bisa menggenjot nilai ekspor. ”Mudah-mudahan masih bisa surplus walaupun dibayangi defisit,” tuturnya.
Menteri Koordinator (Menko) BidangPerekonomianSofyan Djalil memprediksi, dalam waktu dekat neraca perdagangan akan defisit. Hal itu dipicu keinginan pemerintah untuk mempercepat penyerapan anggaran melalui pembangunan infrastruktur dan realisasi investasi.
”Walau data bulan Mei memperlihatkan impor dan ekspor sama-sama menurun sejalan dengan terjadinya kontraksi perlambatan, namun ke depan porsi impor bisa jadi kembali lebih besar dibandingkan ekspor,” ujarnya di Kantor Kementerian Perekonomian Jakarta, kemarin. Sekalipun pemerintah membuat kebijakan agar para pelaku industri dan pembangunan infrastruktur menggunakan konten lokal untuk sebagian bahan bakunya, peranan impor diprediksi akan menjadi lebih mendominasi.
Pasalnya, impor tetap diperbolehkan mengingat kualitas bahan baku dari luar negeri juga berbeda dengan yang dimiliki di Indonesia. ”Apalagi untuk kebutuhan proyek listrik, energi, maupun jalan sedang menjadi fokus di semester kedua ini. Kebutuhan atas bahan bakunya menjadi penting diperhatikan dan tidak bisa sembarangan,” katanya.
Inda Susanti/rabia edra
(bbg)