APBI Minta Kenaikan Royalti Ditinjau Ulang
A
A
A
JAKARTA - Para pengusaha tambang batu bara yang tergabung dalam Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) meminta pemerintah meninjau ulang rencana kenaikan royalti.
APBI menilai, jika royalti dinaikkan saat ini maka seluruh perusahaan batu bara berpotensi menghentikan kegiatan operasional tambangnya. Menurut APBI, rencana kenaikan royalti izin usaha pertambangan (IUP) batu bara baru dapat dieksekusi saat harga jual komoditas tersebut naik menjadi sekitar USD90 per ton. ”Tidak hanya royalti, rencana (perubahan) terhadap bea keluar kita harap ada penilaian ulang,” ujar Ketua APBI Pandu Syahrir di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, dalam waktu dekat APBI dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan membahas bersama perubahan kebijakan ini. Direktur Eksekutif APBI Supriatna Suhala menambahkan, pemerintah memang harus melibatkan pemangku kepentingan untuk memutuskan kebijakan yang akan sangat memengaruhi kinerja perusahaan.
”Apalagi, terkait pembebanan terhadap perusahaan, tentu hal itu akan menciptakan iklim investasi yang tidak kondusif jika tidak dibicarakan bersama. Maka itu perlu harmonisasi baik antarkementerian maupun stakeholder,” ujarnya.
Pengusaha tambang batu bara dan mantan Ketua APBI Jefrrey Mulyono mengatakan bahwa saat ini tidak mungkin perusahaan menambah beban keuangan. Sebab, di samping harga batu bara melemah, kondisi pasar pun tidak mendukung. ”Kamitelahmemangkasproduksi jadi 3,7 juta ton, dari semula 5 juta ton. Tidak ada pasarnya,” ujar Presiden Direktur Pesona Khatulistiwa Nusantara ini.
Karena itu, dia meminta pemerintah tidak membuat kebijakan yang menyulitkan pengusaha dan juga calon investor di bidang ini. Dia menambahkan, pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang justru mendorong pertumbuhan sektor dan investasi.
Sebagaimana diketahui, Kementerian ESDM berencana menaikkan royalti bagi pemegang IUP batu bara untuk mengejar target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) 2015 sebesar Rp52 triliun. Besaran tarif royalti IUP batu bara nantinya akan dimuat dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dalam PP 9/2012 saat ini royalti bagi pemegang IUP ditetapkan 3–7% sesuai nilai kalori dari batu bara.
Tarif tersebut berbeda dengan royalti bagi pemegang PKP2B yang disamaratakan sebesar 13,5%. Perbedaan ini yang mendorong pemerintah berencana menerapkan tarif royalti baru bagi pemegang IUP yang diyakini akan meningkatkan PNBP.
Sedangkan, Harga Batu Bara Acuan (HBA) Indonesia pada titik serah freight on board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel), periode Juni 2015 tercatat makin terpuruk hingga USD59,59 per ton atau turun dibanding Mei 2015 di level USD61,08 per ton. Harga batu bara acuan Juni 2015 juga tercatat turun 19% dibanding periode yang sama tahun lalu USD73,64 per ton.
Nanang wijayanto
APBI menilai, jika royalti dinaikkan saat ini maka seluruh perusahaan batu bara berpotensi menghentikan kegiatan operasional tambangnya. Menurut APBI, rencana kenaikan royalti izin usaha pertambangan (IUP) batu bara baru dapat dieksekusi saat harga jual komoditas tersebut naik menjadi sekitar USD90 per ton. ”Tidak hanya royalti, rencana (perubahan) terhadap bea keluar kita harap ada penilaian ulang,” ujar Ketua APBI Pandu Syahrir di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, dalam waktu dekat APBI dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan membahas bersama perubahan kebijakan ini. Direktur Eksekutif APBI Supriatna Suhala menambahkan, pemerintah memang harus melibatkan pemangku kepentingan untuk memutuskan kebijakan yang akan sangat memengaruhi kinerja perusahaan.
”Apalagi, terkait pembebanan terhadap perusahaan, tentu hal itu akan menciptakan iklim investasi yang tidak kondusif jika tidak dibicarakan bersama. Maka itu perlu harmonisasi baik antarkementerian maupun stakeholder,” ujarnya.
Pengusaha tambang batu bara dan mantan Ketua APBI Jefrrey Mulyono mengatakan bahwa saat ini tidak mungkin perusahaan menambah beban keuangan. Sebab, di samping harga batu bara melemah, kondisi pasar pun tidak mendukung. ”Kamitelahmemangkasproduksi jadi 3,7 juta ton, dari semula 5 juta ton. Tidak ada pasarnya,” ujar Presiden Direktur Pesona Khatulistiwa Nusantara ini.
Karena itu, dia meminta pemerintah tidak membuat kebijakan yang menyulitkan pengusaha dan juga calon investor di bidang ini. Dia menambahkan, pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang justru mendorong pertumbuhan sektor dan investasi.
Sebagaimana diketahui, Kementerian ESDM berencana menaikkan royalti bagi pemegang IUP batu bara untuk mengejar target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) 2015 sebesar Rp52 triliun. Besaran tarif royalti IUP batu bara nantinya akan dimuat dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dalam PP 9/2012 saat ini royalti bagi pemegang IUP ditetapkan 3–7% sesuai nilai kalori dari batu bara.
Tarif tersebut berbeda dengan royalti bagi pemegang PKP2B yang disamaratakan sebesar 13,5%. Perbedaan ini yang mendorong pemerintah berencana menerapkan tarif royalti baru bagi pemegang IUP yang diyakini akan meningkatkan PNBP.
Sedangkan, Harga Batu Bara Acuan (HBA) Indonesia pada titik serah freight on board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel), periode Juni 2015 tercatat makin terpuruk hingga USD59,59 per ton atau turun dibanding Mei 2015 di level USD61,08 per ton. Harga batu bara acuan Juni 2015 juga tercatat turun 19% dibanding periode yang sama tahun lalu USD73,64 per ton.
Nanang wijayanto
(ftr)