Rasio Cadangan Devisa RI Terendah di ASEAN
A
A
A
JAKARTA - Analis Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Kiswoyo Adi Joe mengatakan, rasio cadangan devisa (cadev) Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) termasuk terendah di Asia Tenggara (ASEAN).
Kiswoyo menyampaikan, cadangan devisa pada akhir Juni 2015 berada di angka USD108 miliar atau 13% terhadap PDB. Angka ini jauh dibandingkan negara tetangga, seperti Filipina yang 29%.
"Malaysia lebih tinggi lagi 33% dan Thailand 40%. Idealnya, cadangan devisa USD200 miliar atau 30% terhadap PDB," ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (8/7/2015).
Dia mengimbau, pemerintah perlu menggenjot cadangan devisa dalam negeri demi menahan pelemahan rupiah. Belum lagi kasus hasil referendum Yunani yang menolak dana talangan (bailout) diprediksi memperkuat dolar Amerika Serikat (USD).
Selain itu, pemerintah bisa menerbitkan obligasi dalam valuta asing (valas) dan bekerja sama dengan negara yang memiliki cadangan devisa besar.
"Contoh yang besar, seperti Amerika Serikat agar mau menjadi stand by back up bagi kita yang lemah," jelas Kiswoyo.
Menurutnya, persoalan kurs tak hanya berbicara pasokan dan permintaan, sehingga diperlukan langkah untuk menjaga ketersediaan valuta asing di dalam negeri.
"Kurs rupiah saat ini mendekati Rp13.500, sudah masuk kategori mengkhawatirkan," pungkasnya.
(Baca: Stabilkan Rupiah, Cadangan Devisa Akhir Juni Turun)
Kiswoyo menyampaikan, cadangan devisa pada akhir Juni 2015 berada di angka USD108 miliar atau 13% terhadap PDB. Angka ini jauh dibandingkan negara tetangga, seperti Filipina yang 29%.
"Malaysia lebih tinggi lagi 33% dan Thailand 40%. Idealnya, cadangan devisa USD200 miliar atau 30% terhadap PDB," ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (8/7/2015).
Dia mengimbau, pemerintah perlu menggenjot cadangan devisa dalam negeri demi menahan pelemahan rupiah. Belum lagi kasus hasil referendum Yunani yang menolak dana talangan (bailout) diprediksi memperkuat dolar Amerika Serikat (USD).
Selain itu, pemerintah bisa menerbitkan obligasi dalam valuta asing (valas) dan bekerja sama dengan negara yang memiliki cadangan devisa besar.
"Contoh yang besar, seperti Amerika Serikat agar mau menjadi stand by back up bagi kita yang lemah," jelas Kiswoyo.
Menurutnya, persoalan kurs tak hanya berbicara pasokan dan permintaan, sehingga diperlukan langkah untuk menjaga ketersediaan valuta asing di dalam negeri.
"Kurs rupiah saat ini mendekati Rp13.500, sudah masuk kategori mengkhawatirkan," pungkasnya.
(Baca: Stabilkan Rupiah, Cadangan Devisa Akhir Juni Turun)
(rna)