Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Masih Terbatas
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2015 diperkirakan masih terbatas.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, BI memutuskan untuk menahan BI Rate tetap sebesar 7,50%, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, perekonomian diperkirakan baru akan kembali menggeliat pada kuartal III/2015. Hingga kuartal kedua ini, konsumsi rumah tangga diprediksi masih lemah, seiring dengan tingkat keyakinan konsumen yang menurun.
Konsumsi yang lemah terindikasi dari penjualan kendaraan bermotor dan penjualan eceran yang masih menurun. ”Selain itu, realisasi belanja pemerintah juga masih rendah, baik di pusat maupun daerah,” kata Tirta seusai Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Jakarta kemarin. Dia melanjutkan, investasi diperkirakan masih tumbuh terbatas, seiring dengan realisasi infrastruktur yang belum secepat perkiraan serta investasi mesin dan alat angkut yang masih lemah.
Sedangkan dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diprediksi masih terbatas, sejalan dengan perkembangan ekonomi global yang masih kurang kondusif dan harga komoditas internasional yang masih rendah. Ke depan, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada semester III/2015 akan membaik, didukung oleh meningkatnya implementasi proyek- proyek infrastruktur dan meningkatnya penyaluran kredit perbankan.
”Kami secara konsisten tetap menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global,” jelasnya. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, kata Tirta, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk menahan BI Rate sebesar 7,5%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,5% dan Lending Facility pada level 8%.
Menurutnya, keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk menjagaagarinflasiberada pada kisaran sasaran sebesar 4 plus minus 1% di 2015 dan 2016. ”Untuk itu, BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan mempercepat stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Bank Indonesia juga mendukung upaya pemerintah pusat dan daerah untuk mempercepat realisasi anggaran, termasuk proyek infrastruktur, dan melanjutkan berbagai kebijakan struktural yang menjadi kunci perbaikan prospek ekonomi Indonesia ke depan.
Di sisi lain, BI memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2015 akan kembali mencatat surplus, terutama ditopang oleh surplus neraca nonmigas. ”Surplus neraca perdagangan tersebut mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan pada kuartal II/2015 yang diperkirakan akan lebih baik dari perkirakan sebelumnya yaitu 2,5% dari produk domestik bruto (PDB),” jelas Tirta.
Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kriyanto menilai keputusan BI untuk mempertahankan suku bunga acuan di 7,5% merupakan langkah yang tepat. Dia melanjutkan, sepertinya BI memiliki pertimbangan untuk menahan BI Rate yakni melihat inflasi secara tahunan yang masih tinggi di kisaran 7-7,2%. ”Ditahannya BI rate juga untuk antisipasi rencana The Fed menaikkan Fed Funds Rate (FFR) tahun ini,” ujar Ryan kepada KORAN SINDO kemarin.
Selain itu, kata dia, BI Rate tak berubah untuk membantu stabilisasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Dengan perkembangan yang ada, Ryan memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini berkisar antara 4,9-5,1%. Sementara, pemerintah dalam APBN-P 2015 menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi di angka 5,7%.
Berbeda dengan pemerintah yang masih optimistis, sejumlah lembaga keuangan dunia justru merevisi proyeksi pertumbuhan ekonominya untuk Indonesia. Bank Pembangunan Asia (ADB) misalnya, menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sebelumnya 5,5% menjadi 5%pada 2015.
Tak lama setelahnya, giliran Bank Dunia yang menurunkan angka proyeksinya atas pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, dari sebelumnya 5,2% menjadi hanya 4,7%.
Kunthi Fahmar Sandy
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, BI memutuskan untuk menahan BI Rate tetap sebesar 7,50%, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, perekonomian diperkirakan baru akan kembali menggeliat pada kuartal III/2015. Hingga kuartal kedua ini, konsumsi rumah tangga diprediksi masih lemah, seiring dengan tingkat keyakinan konsumen yang menurun.
Konsumsi yang lemah terindikasi dari penjualan kendaraan bermotor dan penjualan eceran yang masih menurun. ”Selain itu, realisasi belanja pemerintah juga masih rendah, baik di pusat maupun daerah,” kata Tirta seusai Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Jakarta kemarin. Dia melanjutkan, investasi diperkirakan masih tumbuh terbatas, seiring dengan realisasi infrastruktur yang belum secepat perkiraan serta investasi mesin dan alat angkut yang masih lemah.
Sedangkan dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diprediksi masih terbatas, sejalan dengan perkembangan ekonomi global yang masih kurang kondusif dan harga komoditas internasional yang masih rendah. Ke depan, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada semester III/2015 akan membaik, didukung oleh meningkatnya implementasi proyek- proyek infrastruktur dan meningkatnya penyaluran kredit perbankan.
”Kami secara konsisten tetap menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global,” jelasnya. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, kata Tirta, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk menahan BI Rate sebesar 7,5%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,5% dan Lending Facility pada level 8%.
Menurutnya, keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk menjagaagarinflasiberada pada kisaran sasaran sebesar 4 plus minus 1% di 2015 dan 2016. ”Untuk itu, BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan mempercepat stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Bank Indonesia juga mendukung upaya pemerintah pusat dan daerah untuk mempercepat realisasi anggaran, termasuk proyek infrastruktur, dan melanjutkan berbagai kebijakan struktural yang menjadi kunci perbaikan prospek ekonomi Indonesia ke depan.
Di sisi lain, BI memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2015 akan kembali mencatat surplus, terutama ditopang oleh surplus neraca nonmigas. ”Surplus neraca perdagangan tersebut mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan pada kuartal II/2015 yang diperkirakan akan lebih baik dari perkirakan sebelumnya yaitu 2,5% dari produk domestik bruto (PDB),” jelas Tirta.
Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kriyanto menilai keputusan BI untuk mempertahankan suku bunga acuan di 7,5% merupakan langkah yang tepat. Dia melanjutkan, sepertinya BI memiliki pertimbangan untuk menahan BI Rate yakni melihat inflasi secara tahunan yang masih tinggi di kisaran 7-7,2%. ”Ditahannya BI rate juga untuk antisipasi rencana The Fed menaikkan Fed Funds Rate (FFR) tahun ini,” ujar Ryan kepada KORAN SINDO kemarin.
Selain itu, kata dia, BI Rate tak berubah untuk membantu stabilisasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Dengan perkembangan yang ada, Ryan memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini berkisar antara 4,9-5,1%. Sementara, pemerintah dalam APBN-P 2015 menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi di angka 5,7%.
Berbeda dengan pemerintah yang masih optimistis, sejumlah lembaga keuangan dunia justru merevisi proyeksi pertumbuhan ekonominya untuk Indonesia. Bank Pembangunan Asia (ADB) misalnya, menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sebelumnya 5,5% menjadi 5%pada 2015.
Tak lama setelahnya, giliran Bank Dunia yang menurunkan angka proyeksinya atas pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, dari sebelumnya 5,2% menjadi hanya 4,7%.
Kunthi Fahmar Sandy
(ars)