Pertumbuhan Kredit Direvisi
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) merevisi target pertumbuhan kredit tahun ini menjadi 11%-13% dari sebelumnya 15%. Revisi tersebut dilakukan seiring lemahnya pertumbuhan ekonomi.
”Sebelumnya harapan kita di angka 15%, tapi kenyataannya dari pemerintah sudah melakukan upaya menyampaikan ke daerah-daerah, tapi daerah juga penyerapannya belum bisa disalurkan dalam bentuk spending. Pertumbuhan kredit turun kalau perekonomian turun, tapi ini sejalan dengan keyakinan pemerintah,” kata Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto di Jakarta kemarin.
Dia melanjutkan, perlambatan ekonomi pada kuartal terakhir juga diikuti oleh melambatnya kredit perbankan. Namun, pada kuartal III/2015 diyakini akan ada peningkatan pertumbuhan kredit. ”Iya bisa meningkat. Namun, kalau dalam kondisi seperti ini, kita memang mengharapkan ada dorongan,” papar dia.
Hingga akhir Juni 2015, tercatat posisi kredit yang disalurkan oleh perbankan sebesar Rp3.863,9 triliun atau tumbuh 10,2% (yoy), sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya (10,3%;yoy). Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menambahkan, perlambatan kredit tersebut terutama terjadi pada pertumbuhan kredit investasi (KI).
Pada Juni 2015 kredit investasi tercatat sebesar Rp936,6 triliun atau tumbuh 10,1% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya (11,1%;yoy). Perlambatan KI tersebut antara lain bersumber dari melambatnya kredit yang disalurkan kepada sektor industri pengolahan dan PHR (perdagangan, hotel, dan restoran) yang masing-masing tumbuh 14,8% (yoy) dan 13,3% (yoy), lebih rendah dibanding 15,1% (yoy), dan 13,4% (yoy) pada bulan sebelumnya.
Selain itu, lanjut dia, perlambatan pertumbuhan kredit juga terjadi pada kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sertakreditproperti. Kredityang disalurkan kepada UMKM pada Juni 2015 tercatat sebesar Rp710,9 triliun, tumbuh 9,2% (yoy), melambat dibanding pertumbuhan Mei 2015 (9,3%;yoy).
Menurutnya, perlambatan terjadi pada kredit skala usaha Menengah yang tumbuh 8,0% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan Mei 2015 sebesar 8,6% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit pada sektor properti tercatat Rp586,0 triliun atau tumbuh 14,1% (yoy), namun lebih rendah 14,6% (yoy) dibanding Mei 2015.
”Perlambatan tersebut terjadi untuk seluruh jenis kredit properti baik berupa KPR dan KPA, kredit konstruksi maupun real estate, yang masing-masing tumbuh 6,9% (yoy), 27,9% (yoy), dan 19,3% (yoy), turun dari 7,7% (yoy), 28,7% (yoy), dan 19,5% (yoy) pada Mei2015,” tandasnya.
Sementara, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) dan Real Estate Indonesia (REI) mengharapkan bank sentral dapat menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) yang dampak lanjutannya dapat menurunkan angsuran kredit. ”Agar angsuran bisa lebih murah apa syaratnya? Ya turunkan tingkat suku bunga (BI Rate). Sekarang bagaimana mau menurunkan angsuran kalau suku bunganya tidak turun,” kata Sekretaris Jenderal APPI Efrizal Sinaga di Jakarta, Rabu (6/8).
Sekretaris Jenderal REI Hari Raharta Sudrajat juga berharap BI dapat menurunkan suku bunga acuan perbankan (BI Rate) untuk mendorong pertumbuhan pasar properti dalam negeri.
Dia mengatakan, BI memang telah menurunkan aturan uang muka properti menjadi 20% dari sebelumnya 30%, namun hal tersebut belum mampu meningkatkan daya beli masyarakat terhadap properti.
Kunthi fahmar sandy/ ant
”Sebelumnya harapan kita di angka 15%, tapi kenyataannya dari pemerintah sudah melakukan upaya menyampaikan ke daerah-daerah, tapi daerah juga penyerapannya belum bisa disalurkan dalam bentuk spending. Pertumbuhan kredit turun kalau perekonomian turun, tapi ini sejalan dengan keyakinan pemerintah,” kata Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto di Jakarta kemarin.
Dia melanjutkan, perlambatan ekonomi pada kuartal terakhir juga diikuti oleh melambatnya kredit perbankan. Namun, pada kuartal III/2015 diyakini akan ada peningkatan pertumbuhan kredit. ”Iya bisa meningkat. Namun, kalau dalam kondisi seperti ini, kita memang mengharapkan ada dorongan,” papar dia.
Hingga akhir Juni 2015, tercatat posisi kredit yang disalurkan oleh perbankan sebesar Rp3.863,9 triliun atau tumbuh 10,2% (yoy), sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya (10,3%;yoy). Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menambahkan, perlambatan kredit tersebut terutama terjadi pada pertumbuhan kredit investasi (KI).
Pada Juni 2015 kredit investasi tercatat sebesar Rp936,6 triliun atau tumbuh 10,1% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya (11,1%;yoy). Perlambatan KI tersebut antara lain bersumber dari melambatnya kredit yang disalurkan kepada sektor industri pengolahan dan PHR (perdagangan, hotel, dan restoran) yang masing-masing tumbuh 14,8% (yoy) dan 13,3% (yoy), lebih rendah dibanding 15,1% (yoy), dan 13,4% (yoy) pada bulan sebelumnya.
Selain itu, lanjut dia, perlambatan pertumbuhan kredit juga terjadi pada kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sertakreditproperti. Kredityang disalurkan kepada UMKM pada Juni 2015 tercatat sebesar Rp710,9 triliun, tumbuh 9,2% (yoy), melambat dibanding pertumbuhan Mei 2015 (9,3%;yoy).
Menurutnya, perlambatan terjadi pada kredit skala usaha Menengah yang tumbuh 8,0% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan Mei 2015 sebesar 8,6% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit pada sektor properti tercatat Rp586,0 triliun atau tumbuh 14,1% (yoy), namun lebih rendah 14,6% (yoy) dibanding Mei 2015.
”Perlambatan tersebut terjadi untuk seluruh jenis kredit properti baik berupa KPR dan KPA, kredit konstruksi maupun real estate, yang masing-masing tumbuh 6,9% (yoy), 27,9% (yoy), dan 19,3% (yoy), turun dari 7,7% (yoy), 28,7% (yoy), dan 19,5% (yoy) pada Mei2015,” tandasnya.
Sementara, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) dan Real Estate Indonesia (REI) mengharapkan bank sentral dapat menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) yang dampak lanjutannya dapat menurunkan angsuran kredit. ”Agar angsuran bisa lebih murah apa syaratnya? Ya turunkan tingkat suku bunga (BI Rate). Sekarang bagaimana mau menurunkan angsuran kalau suku bunganya tidak turun,” kata Sekretaris Jenderal APPI Efrizal Sinaga di Jakarta, Rabu (6/8).
Sekretaris Jenderal REI Hari Raharta Sudrajat juga berharap BI dapat menurunkan suku bunga acuan perbankan (BI Rate) untuk mendorong pertumbuhan pasar properti dalam negeri.
Dia mengatakan, BI memang telah menurunkan aturan uang muka properti menjadi 20% dari sebelumnya 30%, namun hal tersebut belum mampu meningkatkan daya beli masyarakat terhadap properti.
Kunthi fahmar sandy/ ant
(ftr)