Kewajiban Biodiesel 15% Mulai Diterapkan
A
A
A
JAKARTA - Enam perusahaan produsen biodiesel menandatangani kontrak kerja sama dengan Pertamina dan PT AKR Corporindo Tbk untuk pengadaan biodiesel bersubsidi atau public service obligation (PSO) sebanyak 339.000 kiloliter (KL).
Periode kontrak tersebut berlaku mulai hari ini hingga 31 Oktober 2015. Selanjutnya, pada periode 1 November – 31 Desember 2015 akan ada pembahasan kontrak baru biodiesel sebanyak 426.000 KL. ”Itu adalah biodiesel dengan mekanisme PSO, yaitu yang mendapatkan pembayaran selisih harga dari dana sawit. Dengan demikian, sampai akhir tahun diharapkan, melalui mekanisme PSO akan dapat diserap sebanyak 765.000 KL,” ujar Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Bayu Krisnamurthi di Jakarta kemarin.
Bayu menyampaikan hal tersebutdisela- selaPenandatanganan Nota Kesepahaman Bersama tentang ”Kerjasama Pengembangan Kepala Sawit Berkelanjutan” dan Launching Biodiesel 15% (B15) melalui Dukungan Dana Perkebunan Sawit. Sementara, volume untuk biodiesel non-PSO diperkirakan sebanyak 750.000 KL.
Dengan demikian, hingga akhir tahun akan ada permintaan baru biodiesel di dalam negeri sekitar 1,5 juta KL. ”Selain memanfaatkan produk dalam negeri, hal ini diharapkan dapat mengamankan harga sawit dan membantu pemerintah mengurangi impor solar untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di dalam negeri,” tutur Bayu.
Adapun, perusahaan yang melakukan penandatanganan kontrak dengan Pertamina adalah PT Wilmar Bioenergi Indonesia, Wilmar Nabati Indonesia, Musim Mas, Darmex Biofuel, Pelita Agung Agriindustri, dan Eterindo Wahanatama. Sedangkan, PT AKR Tbk menandatangani kerja sama dengan PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan Wilmar Nabati Indonesia.
Direktur Keuangan PT AKR CorporindoTbk (AKRA) Mery Sofi mengatakan, volume biodiesel yang akan disalurkan hingga akhir tahun akan disesuaikan kebutuhan. ”Penyaluran subsidi dan nonsubsidi itu kan 200.000 KL, jadi (volume biodiesel) sekitar 15% dari 200.000 itu,” ungkapnya.
Sebagai catatan, implementasi B15 yang dicampurkan ke dalam jenis BBM tertentu dimulai 17 Agustus 2015, lebih cepat dari target awal yaitu 1 September 2015 atau satu bulan setelah pungutan dana sawit berlaku. Dengan demikian, penyalurannya sudah dilakukan mulai kemarin.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta agar lokasi penyaluran biodiesel dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip berkeadilan kepada semua pihak yang memiliki fasilitas biodiesel. ”Saya harapkan, Pertamina dan Kementerian ESDM membantu BPDPKS menerapkan aturan pembagian biodiesel secara adil bagi semua pihak berdasarkan kapasitas terpasang,” tandasnya.
Dana Sawit Terkumpul Rp750M
BPDPKS mencatat, sejak pungutan dana sawit dimulai pada 16 Juli 2015 hingga kemarin, telah terkumpul dana Rp750 miliar. Besaran pungutan adalah USD50 per ton untuk produk CPO murni, dan USD30 untuk produk olahannya. Menurut Bayu, ekspor produk olahan ini mendominasi 75% dari ekspor. ”Patut disyukuri bahwa 75% ekspor kita sudah masuk pada produk-produk hilir khususnya untuk RBD(bleached and deodorized) palm oil,” ungkapnya.
Menurut Bayu, terkumpulnya dana sawit menjadi sinyal positif bagi industrialisasi. Namun, dengan kecenderungan hilirisasi ini, maka pungutan sawit kemungkinan akan diperhitungkan lebih detil. ”Yang dibayarkan konsumen besarnya per hari ini Rp2.600 per liter. Itulah selisih harga yang dibayar oleh dana sawit agar konsumen bisa mengonsumsi B15,” sebutnya.
Inda susanti
Periode kontrak tersebut berlaku mulai hari ini hingga 31 Oktober 2015. Selanjutnya, pada periode 1 November – 31 Desember 2015 akan ada pembahasan kontrak baru biodiesel sebanyak 426.000 KL. ”Itu adalah biodiesel dengan mekanisme PSO, yaitu yang mendapatkan pembayaran selisih harga dari dana sawit. Dengan demikian, sampai akhir tahun diharapkan, melalui mekanisme PSO akan dapat diserap sebanyak 765.000 KL,” ujar Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Bayu Krisnamurthi di Jakarta kemarin.
Bayu menyampaikan hal tersebutdisela- selaPenandatanganan Nota Kesepahaman Bersama tentang ”Kerjasama Pengembangan Kepala Sawit Berkelanjutan” dan Launching Biodiesel 15% (B15) melalui Dukungan Dana Perkebunan Sawit. Sementara, volume untuk biodiesel non-PSO diperkirakan sebanyak 750.000 KL.
Dengan demikian, hingga akhir tahun akan ada permintaan baru biodiesel di dalam negeri sekitar 1,5 juta KL. ”Selain memanfaatkan produk dalam negeri, hal ini diharapkan dapat mengamankan harga sawit dan membantu pemerintah mengurangi impor solar untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di dalam negeri,” tutur Bayu.
Adapun, perusahaan yang melakukan penandatanganan kontrak dengan Pertamina adalah PT Wilmar Bioenergi Indonesia, Wilmar Nabati Indonesia, Musim Mas, Darmex Biofuel, Pelita Agung Agriindustri, dan Eterindo Wahanatama. Sedangkan, PT AKR Tbk menandatangani kerja sama dengan PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan Wilmar Nabati Indonesia.
Direktur Keuangan PT AKR CorporindoTbk (AKRA) Mery Sofi mengatakan, volume biodiesel yang akan disalurkan hingga akhir tahun akan disesuaikan kebutuhan. ”Penyaluran subsidi dan nonsubsidi itu kan 200.000 KL, jadi (volume biodiesel) sekitar 15% dari 200.000 itu,” ungkapnya.
Sebagai catatan, implementasi B15 yang dicampurkan ke dalam jenis BBM tertentu dimulai 17 Agustus 2015, lebih cepat dari target awal yaitu 1 September 2015 atau satu bulan setelah pungutan dana sawit berlaku. Dengan demikian, penyalurannya sudah dilakukan mulai kemarin.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta agar lokasi penyaluran biodiesel dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip berkeadilan kepada semua pihak yang memiliki fasilitas biodiesel. ”Saya harapkan, Pertamina dan Kementerian ESDM membantu BPDPKS menerapkan aturan pembagian biodiesel secara adil bagi semua pihak berdasarkan kapasitas terpasang,” tandasnya.
Dana Sawit Terkumpul Rp750M
BPDPKS mencatat, sejak pungutan dana sawit dimulai pada 16 Juli 2015 hingga kemarin, telah terkumpul dana Rp750 miliar. Besaran pungutan adalah USD50 per ton untuk produk CPO murni, dan USD30 untuk produk olahannya. Menurut Bayu, ekspor produk olahan ini mendominasi 75% dari ekspor. ”Patut disyukuri bahwa 75% ekspor kita sudah masuk pada produk-produk hilir khususnya untuk RBD(bleached and deodorized) palm oil,” ungkapnya.
Menurut Bayu, terkumpulnya dana sawit menjadi sinyal positif bagi industrialisasi. Namun, dengan kecenderungan hilirisasi ini, maka pungutan sawit kemungkinan akan diperhitungkan lebih detil. ”Yang dibayarkan konsumen besarnya per hari ini Rp2.600 per liter. Itulah selisih harga yang dibayar oleh dana sawit agar konsumen bisa mengonsumsi B15,” sebutnya.
Inda susanti
(ftr)