Proyek Listrik yang Diributkan Rizal Ramli

Rabu, 19 Agustus 2015 - 19:05 WIB
Proyek Listrik yang...
Proyek Listrik yang Diributkan Rizal Ramli
A A A
PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak awal memiliki ambisi besar untuk membangun proyek listrik 35.000 megawatt (MW) yang ditargetkan selama lima tahun atau hingga 2019. Alasannya, selama ini masih banyak daerah yang belum teraliri listrik.

Tepat pada 4 Mei 2015, Jokowi meluncurkan program kelistrikan 35 ribu MW di Pantai Gua Cemara, Desa Gadingsari, Bantul, Yogyakarta.

Pemerintah berambisi untuk mengembangkan lebih besar energi baru terbarukan, seperti tenaga angin, geothermal, hidropower, air, tumbuhan nabati dan bio massa. Melalui langkah tersebut, ketergantungan terhadap energi fosil bisa dikurangi.

"Selama hampir 70 tahun Indonesia merdeka, baru 50 ribu MW yang dibangun pemerintah. Sebab itu, banyak yang menyangsikan dalam 35.000 MW, lima tahun dianggap ambisius," tuturnya di Yogyakarta, Senin (4/5/2015).

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini meyakini proyek kelistrikan tersebut dapat direalisasikan. Sebab, program itu juga ditunjang dengan kebijakan pendukung, seperti penyederhanaan dari sisi regulasi.

Program 35.000 MW bukan proyek ambisius, dan bukan menjadi target sangat tinggi, melainkan utang terhadap rakyat yang harus dipenuhi.

"Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saya perintahkan mengawasi 210 lokasi agar berlangsung dengan tertib," tegasnya.

Jokowi meyakini proyek kelistrikan tersebut akan berjalan lancar dengan disokong penyederhanaan regulasi. Contohnya, proyek listrik di Batam yang mangkrak hingga empat tahun karena pembebasan lahan, ditargetkan akan selesai dalam empat bulan.

Dia menambahkan, industri kabel, travo, jaringan transmisi yang menyokong program ini, agar diproduksi dalam negeri. "35 ribu MW dengan local content 70% bagus. Kalau swasta ingin masuk silakan, kalau tidak ada maka saya akan perintahkan Kementerian BUMN," kata dia.

Proyek listrik ini membutuhkan dana yang tidak sedikit melainkan hingga Rp1.100 triliun. Bahkan, Wakil Presiden (Wapres) RI Jusuf Kalla (JK) mengakui bahwa pemerintah tidak sanggup membiayai proyek kelistrikan 35 ribu MW hanya dengan mengandalkan anggaran dari APBNP 2015.

Atas dasar itu, pemerintah membuka peluang bagi swasta dan asing untuk masuk dalam megaproyek tersebut. Bahkan, dana sebesar Rp500 triliun yang digelontorkan PT PLN (Persero) hanya mampu membiayai 10 ribu MW dari total 35 ribu MW.

"Memang di sini masih ada masalah, modal yang besar. APBN tentu tidak kuat, sehingga swasta harus ikut serta," ucapnya di Kantor Pusat PLN beberapa waktu lalu.

Sebab itu, pemerintah hanya membebani BUMN kelistrikan tersebut sebesar 10 ribu MW, dan sebanyak 25 ribu MW akan ditawarkannya kepada investor swasta ataupun asing.

Namun, JK menyadari bahwa proyek kelistrikan yang dilakukan Independent Power Procedure (IPP) tidak selalu berjalan mulus. Kendala seperti lamanya proses negosiasi selalu terjadi dalam proyek IPP tersebut.

"Negosiasinya panjang. Untuk naik-turun satu sen saja butuh waktu satu sampai dua tahun. Maka, solusinya harga ditetapkan," pungkas dia.

Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said membeberkan delapan poin hambatan dan rintangan dalam proyek tersebut.

Pertama, masalah penyediaan lahan dan ditemukan solusinya dengan pemberlakuan UU No 2/2012 terkait pembebasan lahan. "Kedua, negosiasi harga dan seringkali sangat alot dan lama. Solusinya telah diterbitkan Permen ESDM terkait penetapan harga patokan tertinggi untuk IPP dan excess power," ujar Sudirman di Jakarta, Selasa (13/1/2015).

Ketiga, mengenai proses penunjukan dan pemilihan IPP yang sebelumnya panjang dan melalui lelang, kini juga telah terbit Permen ESDM.

PLN kini dapat melakukan penunjukkan langsung dan pemilihan langsung baik untuk proyek listrik energi baru terbarukan, PLTU dari mulut tambang, batu bara, gas marginan, ekspansi pembangkit listrik, dan excess power.

"Keempat, pengurusan izin sudah dibuat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di BKPM," lanjutnya.

Kelima, kinerja developer dan kontraktor, sering kali tidak menyelesaikan proyeknya. Solusinya dilakukan due dilligence (uji tuntas) dan segera diterbitkan Permen ESDM yang mengatur masalah tersebut.

"Keenam, kapasitas manajemen proyek, solusinya membentuk PMO (Project Management Office) dan menunjuk Independent Procurement Agen," kata Sudirman.

Ketujuh, koordinasi lintas sektor dengan membentuk Tim Nasional Lintas Kementerian, akan segera terbit Peraturan Presidennya.

"Kemudian masalah terakhir itu permasalahan hukum dan segera diterbitkan Peraturan Presiden. Namun, ketentuannya bersifat khusus," tandasnya.

Namun, pada saat Jokowi melakukan reshuffle dan mengangkat Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman, polemik muncul. Rizal menyatakan sebaiknya proyek 35.000 MW direvisi karena target tersebut tidak realistis mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang kurang baik.

Menanggapi hal itu, JK mengkritik balik pernyataan Rizal Ramli. Menurutnya, Rizal sebagai menteri seharusnya mempelajari terlebih dahulu persoalan yang ada sebelum berkomentar. (Baca: JK Minta Rizal Ramli Pelajari Proyek Listrik 35.000 MW).

"Semuanya menteri itu harus paham dulu baru bicara, jangan bicara tanpa paham persoalan, itu berbahaya. Memang tidak masuk akal, tetapi menteri harus banyak akalnya," ujar JK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/8/2015).

"Kalau kurang akal pasti tidak paham itu memang. Itu kalau mau 50.000 megawatt pun bisa dibuat. Itu kebutuhan, namanya listrik itu prasarana, artinya sebelum kita membangun, prasarana itu harus ada," sambungnya.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu pun membantah jika proyek pembangkit listrik itu adalah proyek yang menjadi abisinya lantaran belum tercapai ketika dia menjabat Wapres mendampingi Susilo Bambang Yudhdoyono (SBY).

Menurutnya, hal tersebut merupakan proyek pemerintah yang diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Karena yang meresmikan kan Presiden, bukan saya. Policy (kebijakan) pemerintah, Pak Jokowi yang meresmikannya, berarti memandang kurang pantas Pak Jokowi kalau begitu kan," pungkas JK.

Mendapatkan teguran, Rizal justru menantang JK untuk debat mengenai proyek listrik 35.000 MW yang dicanangkan pemerintah. (Baca: Rizal Ramli Tantang JK Debat soal Listrik 35.000 MW).

"Kalau mau paham (proyek listrik 35.000 MW) minta Pak Jusuf Kalla ketemu saya, kita diskusi di depan umum‎," tantangnya.

Proyek listrik 35.000 MW tetap lanjut

Presiden Jokowi tetap melanjutkan proyek tersebut atau menolak keinginan Rizal untuk merevisi target pembangunan proyek listrik 35.000 MW.

"Enggak (revisi target pembangunan proyek listrik 35.000 MW). Itu memang kebutuhan,‎" katanya di JCC, Jakarta, Rabu (19/8/2015).

Menurutnya, jika target tersebut tidak tercapai maka pemerintah akan terus menerima komplain dari daerah mengenai pemadaman listrik. Sebab itu, pemerintah akan terus mendorong agar cita-cita pemerintah membangun proyek listrik 35.000 MW tercapai.

"Kalau enggak mencapai itu (listrik 35.000 MW), saya tiap ke daerah komplainnya adalah listrik. Byar pett, listrik mati semua. Sebab itu, saya dorong terus ini harus selesai sampai saya berikan contoh pembebasan lahan, yang di Batang saja sampai saya turun tangan. Pak Wapres turun tangan," tandasnya.

Baca Juga:

Tanggapan Jokowi atas Kritik Rizal Ramli soal Proyek Listrik

Jokowi Cuek Rizal Ramli Tantang Debat JK

Rizal Ramli Cuek Dikritik Wantimpres soal Proyek Listrik

Rizal Ramli Tanggapi Sindiran Jokowi
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0888 seconds (0.1#10.140)