Negara Tirai Bambu Goyang Pasar Uang dan Saham Dunia

Minggu, 23 Agustus 2015 - 06:28 WIB
Negara Tirai Bambu Goyang Pasar Uang dan Saham Dunia
Negara Tirai Bambu Goyang Pasar Uang dan Saham Dunia
A A A
KEKUATAN China memengaruhi ekonomi dunia luar biasa sempurna. Perlambatan ekonomi yang diderita negara dengan ekonomi peringkat dua dunia tersebut telah meneror dan menakuti semua bangsa, terutama yang memiliki eksposur dengan negara berjuluk Tirai Bambu.

Sejak awal melemahnya ekonomi hingga akhirnya otoritas setempat melakukan devaluasi yuan untuk mendongkrak ekspornya yang anjlok, telah memicu ketakutan terhadap perlambatan ekonomi dunia. Kondisi ini ikut menggetarkan Amerika Serikat (AS), negara berekonomi paling wahid.

Bahkan hasil pertemuan rutin Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Federal Reserve Juli lalu, yang baru dirilis, mempertimbangkan kondisi China sebelum memutuskan untuk mengerek suku bunga yang sudah bertahan di level rendah dalam hampir satu dekade terakhir.

Awalnya, suku bunga acuan Federal Reserve (Fed rate) diproyeksi bakal naik pada bulan depan, namun melihat perkembangan China, kemungkinan Bank Sentral AS (The Fed) akan mengurungkan niatnya.

Imbas devaluasi yuan yang dilakukan pada Agustus merontokkan mata uang dunia, termasuk rupiah yang mengalami koreksi terdalam dalam 17 tahun terakhir sejak krisis 1998, meski bukan menjadi mata uang paling sekarat di bumi saat ini.

Mata uang dengan koreksi paling parah akibat devaluasi yuan, terhitung mulai 11-18 Agustus 2015 adalah lira. Mata uang Turki itu berada di daftar pertama dengan kejatuhan 3,95%, diikuti ringgit Malaysia pada posisi kedua, dengan koreksi mencapai 2,66%.

Sementara rupiah berada di posisi tujuh atau lebih baik dari rupee India, dengan penurunan 1,40%. (Baca: Mata Uang dengan Koreksi Tertajam Sejak Devaluasi Yuan)

Melihat kondisi tersebut, miliarder AS, yang juga calon presiden dari Partai Republik Donald Trump sempat menyatakan bahwa devaluasi yuan bisa menghancurkan negara Adikuasa.

"China melakukan pemotongan besar dalam yuan dan itu akan sangat berpengaruh bagi AS. Devaluasi yuan bisa menghancurkan kami," kata dia. (Baca: Donald Trump: Devaluasi Yuan Akan Hancurkan AS)

Kebijakan devaluasi China memberi kekhawatiran dapat memicu perang mata uang dunia. Bahkan, pengamat menilai, saat ini sudah terjadi perang mata uang antara negara-negara maju. (Baca: Perang Mata Uang Sedang Terjadi)

Selain kekhawatiran di pasar keuangan, pasar saham dunia juga tak ketinggalan ikut bergoyang. Data manufaktur China di bulan Agustus menunjukkan kontraksi. Aktivitas manufaktur China yang mengalami pelemahan dengan laju tercepat dalam 6,5 tahun langsung membuat bursa saham dunia kebakaran hebat.

Akhir pekan ini, bursa saham Asia berguguran, dengan indeks Shanghai terkapar lebih dari 4% ke 3.507,74 dan Nikkei ambles 3% ke 19.435,83. Bursa Shanghai bahkan sudah merosot lebih dari 11% sepanjang pekan ini dan bursa Nikkei anjlok ke level terendah dalam 3,5 bulan.

Sementara Wall Street dan pasar saham Eropa luluh lantak terkena "badai" China, dengan kejatuhan harian terbesar sejak empat tahun lalu. (Baca: Wall Street Alami Koreksi Harian Tertajam Sejak 2011)

Di Amerika, indeks Dow Jones Industrial Average ditutup anjlok 530,94 poin atau 3,12% ke 16.459,75; indeks S&P 500 kehilangan 64,84 poin atau 3,19% ke 1.970,89 dan Nasdaq Composite merosot 171,45 poin atau 3,52% ke 4.706,04.

Dari zona Eropa, indeks FTSEurofirst 300 ditutup merosot 3,40% menjadi 1.427,13; indeks Euro STOXX 50 jatuh 3,2% dan DAX Jerman tergelincir 3%, dengan koreksi hampir 20% di bawah rekor tertinggi pada April lalu.

Sementara dari dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak kalah nelangsanya. IHSG pada perdagangan akhir pekan ini terjun bebas, tertular koreksi tajam bursa Asia.

IHSG ditutup mendekati level terendah 19 bulan terakhir. IHSG terhempas 105,96 poin atau 2,39% ke level 4.335,95. Level ini dekat dengan posisi IHSG pada 27 Januari tahun lalu, yang ditutup di 4.322,78.

Jumat (21/8/2015), level harian IHSG terendah tercatat di posisi penutupan perdagangan, 4.335,95 dan tertinggi bertengger di level 4.401,67. Sejak devaluasi yen pada 11 Agustus hingga Jumat pekan ini, IHSG sudah mengalami diskon 289,64 poin atau 6,20%. (Baca: Pasar Saham Dunia Longsor, IHSG Terjun Bebas)

Menurut analis PT Asjaya Indosurya Securities, terpentalnya IHSG ke bawah level 4.400 karena diserang sentimen dari Wall Street, Asia dan perlambatan ekonomi global.

"Ini lebih karena faktor global, lebih merespon penurunan cukup tajam di Wall Street, perlambatan ekonomi dan isu currency war," kata dia kepada Sindonews, Sabtu (22/8/2015).

Meski dikepung ketidakpastian global, dia optimistis peluang IHSG masih terbuka untuk bisa berakhir di wilayah positif pada penghujung tahun ini.

"Masih optimis naik apapun kondisinya karena pemerintah tidak akan tinggal diam melihat kondisi ini. Mereka akan lakukan manuver-manuver supaya pertumbuhan bisa lebih terapresiasi," pungkasnya.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5787 seconds (0.1#10.140)