Inflasi Bangka Belitung pada Agustus Terkendali

Jum'at, 04 September 2015 - 01:19 WIB
Inflasi Bangka Belitung...
Inflasi Bangka Belitung pada Agustus Terkendali
A A A
PANGKAL PINANG - Inflasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) pada Agustus 2015 terkendali sebesar 1,19% (mtm), sedikit melambat dibandingkan inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,84% (mtm). Atas pencapaian ini, secara tahunan inflasi Bangka Belitung sebesar 7,12% (yoy) atau lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 7,18%.

"Terkendalinya inflasi di Bangka Belitung kiranya patut disyukuri walaupun ke depan kita harus terus mengupayakan inflasi yang lebih rendah dan stabil dapat tercapai di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengingat masih terdapat sejumlah risiko dan potensi terhadap inflasi yang perlu diwaspadai hingga akhir tahun,” ujar Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Bayu Martanto, Kamis (3/9/2015).

Melambatnya inflasi Provinsi Bangka Belitung pada Agustus 2015 terutama disumbangkan oleh penurunan angka inflasi kota Pangkal Pinang yang bulan ini sebesar 0,58% atau turun jauh dari bulan sebelumnya yang mencapai 3,18% (mtm). Turunnya inflasi di kota Pangkal Pinang terutama disebabkan oleh terjadinya deflasi pada kelompok volatile food dan kelompok administered price.

Dia menerangkan Turunnya harga beberapa komoditas seperti beras, ayam hidup, daging babi, daging sapi, dan beberapa komoditas ikan segar menjadi penyebab terjadinya deflasi sebesar 0,02% di kelompok komponen volatile food. Sedangkan deflasi sebesar 0,48% terjadi pada kelompok komponen administered price yang disebabkan penurunan tarif angkutan udara pasca hari raya Idul Fitri dan harga pertamax.

Walaupun demikian, inflasi pada kelompok inti pada bulan Agustus cukup tinggi yaitu sebesar 1,08% yang disebabkan oleh meningkatnya inflasi pada kelompok bahan makanan sebagai akibat meningkatnya pola konsumsi masyarakat dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga yaitu meningkatnya tarif SD/SMP/SMA seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru.

Berbeda dengan Kota Pangkal Pinang yang mengalami penurunan inflasi yang cukup besar, kota Tanjungpandan mencatatkan inflasi tertinggi di Indonesia pada bulan Agustus 2015 yaitu 2,29% (mtm) setelah bulan sebelumnya mencatat deflasi 0,48% (mtm). “Inflasi terutama terjadi pada kelompok bahan makanan seiring dengan meningkatnya permintaan disamping terbatasnya pasokan komoditas ikan karena gelombang laut dan cuaca yang kurang mendukung,” papar Bayu.

Inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga yang bersumber dari meningkatnya tarif SD/SMP/SMA terutama tarif sekolah swasta juga menjadi pendorong tingginya inflasi di kota Tanjung Pandan.

Berdasarkan kelompok komponen, kata Bayu, inflasi terutama disumbang oleh kelompok volatile food dan inti masing-masing sebesar 0,79% dan 1,59%. Komoditas volatile food yang memberikan andil inflasi antara lain daging ayam ras, ikan kembung, cumi-cumi, ikan selar, bawang putih dan cabe rawit. Sementara komoditas yang memberikan andil inflasi pada kelompok inflasi inti antara lain ikan bulat, ikan kerisi dan ikan asin belah. Sementara itu, komponen administered prices memberikan andil deflasi sebesar 0,09% yang disebabkan oleh penurunan tarif angkutan udara harga pasca hari raya Idul Fitri dan harga pertamax.

Secara gabungan, inflasi Bangka Belitung pada bulan ini disumbang oleh kelompok inti dan kelompok volatile food, yaitu masing-masing sebesar 1,11% (mtm) dan 4,25% (mtm). Capaian inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan bulan lalu yang masing-masing sebesar 3,58% (mtm) dan 0,20% (mtm). Sementara kelompok administered prices mengalami deflasi sebesar 1,60% (mtm) setelah bulan sebelumnya mengalami inflasi sebesar 4,00% (mtm).

Pada September 2015, terang Bayu, diperkirakan Bangka Belitung akan mengalami inflasi dalam level yang sedikit lebih rendah. Realisasi proyek infrastruktur di tengah pelemahan nilai tukar Rupiah diperkirakan dapat menjadi faktor yang berpotensi mendorong peningkatan inflasi. Kondisi gelombang yang diperkirakan meningkat di perairan Babel, kemarau yang melanda daerah produsen bahan pangan juga berpotensi mendorong inflasi selain kenaikan permintaan menjelang Hari Raya Idul Adha. Namun demikian, masih belum pulihnya harga komoditas dan penurunan NTP yang berdampak pada penurunan daya beli akan membatasi peningkatan konsumsi masyarakat yang menjadi faktor penahan laju inflasi.

“Prospek inflasi hingga akhir tahun 2015 diperkirakan masih menghadapi potensi tekanan yang cukup tinggi karena berlanjutnya sejumlah risiko yang perlu diwaspadai. Perkembangan harga minyak dunia yang cenderung menurun saat ini berpotensi untuk mengurangi tekanan inflasi,” ungkap Bayu.

Namun demikian, terdapat sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi, yakni: i) gangguan cuaca hingga akhir tahun karena musim angin barat dan gelombang laut tinggi serta el Nino di daerah produsen pangan berpotensi menurunkan pasokan dan mengganggu arus distribusi; ii) masih terbatasnya pasokan listrik; iii) tekanan terhadap nilai tukar Rupiah di tengah ketidakpastian pemulihan ekonomi global; iv) rencana kebijakan administered prices sebagai pelaksanaan roadmap bidang energi dan kebijakan lainnya; v) Penyesuaian tarif harga BBM, TTL dan angkutan; dan vi) implementasi PMK No. 132 tahun 2015 tentang bea impor barang-barang konsumsi.

Sepanjang Agustus 2015, lanjut Bayu, koordinasi pengendalian inflasi difokuskan pada pembahasan faktor-faktor penyebab meningkatnya lonjakan harga dan rekomendasi, antara lain (1) Perlunya pemanfaatan gudang pangan dan cold storage guna mengantisipasi terjadinya gangguan ketersediaan pasokan karena cuaca dan distibusi; (2) Perlunya penganekaragaman konsumsi bahan makanan antara lain dengan mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi ikan air tawar selain ikan laut, Adanya kebutuhan penambahan pemantauan komoditas yang selama ini telah dilakukan terutama komoditas yang memberikan andil/sumbangan inflasi yang tinggi; (3) Mendalami pengaturan tarif angkutan udara agar ke depan tidak menimbulkan gejolak harga yang signifikan; (4) Melakukan antisipasi terhadap kemungkinan dampak el Nino terhadap ketersediaan pangan; (5) Melakukan kajian terhadap tata niaga ikan tangkap karena seringnya memberikan kontribusi terhadap inflasi; dan (6) Mengidentifikasi perkembangan harga dan kecukupan pasokan daging sapi dan daging ayam.

“Mencermati masih tingginya faktor risiko inflasi di 2015, koordinasi pengendalian inflasi akan terus diperkuat dan difokuskan pada pentingnya upaya untuk menurunkan tingkat ketergantungan pasokan bahan pangan dari luar serta memperlancar distribusi barang. Selain itu, juga dilakukan transparansi informasi perkembangan harga komoditas strategis kepada masyarakat serta pengelolaan ekspektasi inflasi masyarakat," jelas Bayu.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0720 seconds (0.1#10.140)