Tenaga Kerja Asing Proyek Listrik Dibatasi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menerapkan Sistem Informasi Sertifikasi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan guna membatasi tenaga kerja asing (TKA) yang ingin masuk di megaproyek 35.000 megawatt (MW).
Sistem tersebut guna menyaring dan mendata setiap TKA yang ingin bekerja di sektor ketenagalistrikan sesuai dengan kompetensi masing-masing calon pekerja.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman mengatakan, apabila tidak sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan oleh pemerintah, tidak serta-merta kemudian dapat bekerja di Indonesia.
”Dengan begitu, maka kita akan tahu, ketika tidak terdaftar dalam database artinya tidak sesuai dengan kompetensi yang telah diatur pemerintah. Tidak bisa sembarangan masuk, karena sistem ini akan mengatur masalah tenaga kerja asing yang ingin masuk bekerja di tenaga listrik,” ujar dia saat acara coffee morning di Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, sistem tersebut sebagai respons pemerintah untuk menangkal membludaknya TKA yang ingin bekerja dalam megaproyek 35.000 MW yang sedang digulirkan pemerintah. ”Rata-rata mereka akan membawa tenaga kerjanya ke Indonesia tapi belum tentu juga berkompeten. Kalau ini tidak direspons akan merugikan Indonesia, sementara banyak tenaga kerja kita yang berkompeten perlu untuk dilindungi,” tandasnya.
Selain diukur dari sistem sertifikasi berkompeten dari Indonesia, lanjut Jarman, negara asing yang bersangkutan juga wajib mengeluarkan sertifikasi berkompeten untuk diserasikan dengan hasil dari pemerintah. Jika tidak sesuai, tidak akan diterima sebagai menjadi pekerja di sini. ”Ketentuan waktu selama tiga bulan untuk diserasikan dengan sertifikasi dari luar. Harmonisasi ini kalau tidak sesuai tetap tidak diterima,” jelasnya.
Dia mengatakan, sistem ini bisa diikuti tidak hanya dari asing karena justru yang paling utama ditujukan untuk para peminat tenaga kerja dari dalam yang ingin bekerja di sektor ketenagalistrikan. Adapun sampai saat ini yang sudah terdaftar dan teregistrasi sekitar 31.500 tenaga berkompeten. ”Secara bertahap kita akan paralel dengan registrasi manual. Tapi mulai 1 Januari 2016 tidak lagi secara manual. Semua yang daftar dan registrasi harus secara online ,” ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Haryadi Sukamdani mengapresiasi langkah pemerintah membuat sistem informasi sertifikasi sektor ketenagalistrikan dalam merekrut TKA bekerja di Indonesia. Dia mengaku, pembatasan TKA perlu dilakukan karena megaproyek 35 ribu MW merupakan prioritas dari pemerintah. ”Intinya tidak ada apa karena itu merupakan kewenangan pemerintah, tapi yang perlu dilakukan adalah sebelum membuat aturan harus dipelajari dulu. Perlu ada benchmark dari masing- masing negara karena investor butuh kepastian,” tandasnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa mengatakan, dalam Peraturan Menteri (Permen) Tenaga Kerja No 12/2013 telah diatur terkait tata cara tenaga kerja asing bekerja di Indonesia. Jika memang ada rencana dan batasan TKA di sektor ketenagalistrikan dalam megaproyek 35.000 MW perlu dibuat informasi yang jelas, karena investor butuh kepastian.
”Harus ada kepastian informasi, tidak semua buruh dari luar diboyong ke Indonesia, karena prioritas harus tetap harus dari dalam negeri kecuali memang tenaga ahli yang harus dibawa dari luar. Itu pun hanya 1-2 bulan karena untuk setting dan teknisteknis tertentu,” katanya.
Fabby meminta sistem tata cara TKA bekerja di Indonesia harus dibenahi terkait penyajian dokumen dalam perencanaan dan verifikasi uji tuntas penilaian kinerja perusahaan (due diligence ) melalui rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Terkait investasi, Fabby menganggap tidak ada pengaruh selama kepastian sistem informasi diterapkan di awal.
”Jadi ketika itu perusahaan asing harus menyajikan dokumen untuk menentukan berapa banyak tenaga kerja yang dibawa. Rasional nggak tenaga kerja yang akan di bawa. Tapi yang jelas local content harus menjadi perhatian dan ditingkatkan karena prioritas harus diukur dari dalam negeri,” pungkasnya.
Nanang wijayanto
Sistem tersebut guna menyaring dan mendata setiap TKA yang ingin bekerja di sektor ketenagalistrikan sesuai dengan kompetensi masing-masing calon pekerja.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman mengatakan, apabila tidak sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan oleh pemerintah, tidak serta-merta kemudian dapat bekerja di Indonesia.
”Dengan begitu, maka kita akan tahu, ketika tidak terdaftar dalam database artinya tidak sesuai dengan kompetensi yang telah diatur pemerintah. Tidak bisa sembarangan masuk, karena sistem ini akan mengatur masalah tenaga kerja asing yang ingin masuk bekerja di tenaga listrik,” ujar dia saat acara coffee morning di Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, sistem tersebut sebagai respons pemerintah untuk menangkal membludaknya TKA yang ingin bekerja dalam megaproyek 35.000 MW yang sedang digulirkan pemerintah. ”Rata-rata mereka akan membawa tenaga kerjanya ke Indonesia tapi belum tentu juga berkompeten. Kalau ini tidak direspons akan merugikan Indonesia, sementara banyak tenaga kerja kita yang berkompeten perlu untuk dilindungi,” tandasnya.
Selain diukur dari sistem sertifikasi berkompeten dari Indonesia, lanjut Jarman, negara asing yang bersangkutan juga wajib mengeluarkan sertifikasi berkompeten untuk diserasikan dengan hasil dari pemerintah. Jika tidak sesuai, tidak akan diterima sebagai menjadi pekerja di sini. ”Ketentuan waktu selama tiga bulan untuk diserasikan dengan sertifikasi dari luar. Harmonisasi ini kalau tidak sesuai tetap tidak diterima,” jelasnya.
Dia mengatakan, sistem ini bisa diikuti tidak hanya dari asing karena justru yang paling utama ditujukan untuk para peminat tenaga kerja dari dalam yang ingin bekerja di sektor ketenagalistrikan. Adapun sampai saat ini yang sudah terdaftar dan teregistrasi sekitar 31.500 tenaga berkompeten. ”Secara bertahap kita akan paralel dengan registrasi manual. Tapi mulai 1 Januari 2016 tidak lagi secara manual. Semua yang daftar dan registrasi harus secara online ,” ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Haryadi Sukamdani mengapresiasi langkah pemerintah membuat sistem informasi sertifikasi sektor ketenagalistrikan dalam merekrut TKA bekerja di Indonesia. Dia mengaku, pembatasan TKA perlu dilakukan karena megaproyek 35 ribu MW merupakan prioritas dari pemerintah. ”Intinya tidak ada apa karena itu merupakan kewenangan pemerintah, tapi yang perlu dilakukan adalah sebelum membuat aturan harus dipelajari dulu. Perlu ada benchmark dari masing- masing negara karena investor butuh kepastian,” tandasnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa mengatakan, dalam Peraturan Menteri (Permen) Tenaga Kerja No 12/2013 telah diatur terkait tata cara tenaga kerja asing bekerja di Indonesia. Jika memang ada rencana dan batasan TKA di sektor ketenagalistrikan dalam megaproyek 35.000 MW perlu dibuat informasi yang jelas, karena investor butuh kepastian.
”Harus ada kepastian informasi, tidak semua buruh dari luar diboyong ke Indonesia, karena prioritas harus tetap harus dari dalam negeri kecuali memang tenaga ahli yang harus dibawa dari luar. Itu pun hanya 1-2 bulan karena untuk setting dan teknisteknis tertentu,” katanya.
Fabby meminta sistem tata cara TKA bekerja di Indonesia harus dibenahi terkait penyajian dokumen dalam perencanaan dan verifikasi uji tuntas penilaian kinerja perusahaan (due diligence ) melalui rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Terkait investasi, Fabby menganggap tidak ada pengaruh selama kepastian sistem informasi diterapkan di awal.
”Jadi ketika itu perusahaan asing harus menyajikan dokumen untuk menentukan berapa banyak tenaga kerja yang dibawa. Rasional nggak tenaga kerja yang akan di bawa. Tapi yang jelas local content harus menjadi perhatian dan ditingkatkan karena prioritas harus diukur dari dalam negeri,” pungkasnya.
Nanang wijayanto
(ars)