Mengembalikan Kedaulatan Pangan
A
A
A
JEMBER - Kedaulatan pangan mengalami kemunduran. Indonesia tak lagi swasembada, sejumlah bahan pangan kini bergantung pada impor. Di sisi lain, jumlah petani terus mengalami penyusutan.
“Zaman dulu kita swasembada pangan, sekarang banyak yang kita tidak swasembada. Kalau kita bicara dalam konteks pertahanan, keamanan, sebetulnya agak peka. Kenapa? Kalau bahan baku kita, bahan pokok makanan yang kita butuhkan tidak dipasok oleh luar negeri bagaimana?” ujar Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) dalam rakor dan pengukuhan pengurus DPC Partai Perindo Dapil 4 Jawa Timur, yang meliputi Kabupaten Jember dan Lumajang di Jember, Kamis (26/11/2015).
Indeks keamanan pangan Indonesia, dalam Global Food Security Index, terus merosot. Tahun 2015 Indonesia berada di posisi 74 dari 109 negara. Padahal, tiga tahun sebelumnya Indonesia berada di posisi ke-62. Kedaulatan pangan Indonesia rapuh rentan dengan pergerakan naik turun harga pangan dunia
Sementara di sisi lain, jumlah petani terus berkurang. HT menuturkan para petani selama ini memiliki untung yang pas-pasan, karena mereka mengambil modal dari tengkulak. Di sisi lain, biaya hidup terus mengalami kenaikan. “Jumlah petani makin sedikit karena mereka makin miskin,” ungkap HT.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, penduduk miskin di Indonesia per Maret 2015 mencapai 28,59 juta orang atau meningkat 0,26% dari September 2014. Jumlah orang miskin di pedesaan jauh lebih besar daripada di kota. Di pedesaan penduduk miskin tercatat sebanyak 17,94 juta orang. Meningkat dari Maret yang sebanyak 17,37 juta orang. Salah satu faktor kemiskinan di desa adalah rendahnya pendapatan para petani dan cenderung menurun.
Diketahui jumlah rumah tangga usaha tani di Indonesia pun terus menyusut. Terakhir survei pada tahun 2013 menyebutkan jumlah petani Indonesia hanya 31,17 juta jiwa. Angka tersebut menyusut 5 juta jiwa dibanding 10 tahun sebelumnya. Begitu pula lahan pertaniannya.
HT mengatakan perlu perlakuan khusus agar petani bisa lebih produktif dan meningkatkan kesejahteraannya. Dia mengutarakan seharusnya mereka dibantu dengan akses modal yang murah dan mudah. Selain itu petani juga membutuhkan pelatihan keterampilan dan proteksi.
“Petani lahannya banyak yang punya orang lain. Mungkin di Bondowoso juga. Jadi begitu ada pembangunan, harga tanah naik, yang punya tanah menjual lahan tersebut,” terangnya
Di sisi lain, para petani masih harus berhadapan lagi dengan aturan-aturan. Sebagai contoh aturan untuk tembakau. “Perlu dicarikan solusinya, karena tembakau ini adalah basis yang besar khusus untuk Jember. Indonesia juga, cukai di Indonesia besar sekali penerimaannya dari rokok. Jadi perlu dicarikan jalan keluarnya supaya petani tembakau juga bisa baik,” tandas HT.
“Zaman dulu kita swasembada pangan, sekarang banyak yang kita tidak swasembada. Kalau kita bicara dalam konteks pertahanan, keamanan, sebetulnya agak peka. Kenapa? Kalau bahan baku kita, bahan pokok makanan yang kita butuhkan tidak dipasok oleh luar negeri bagaimana?” ujar Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) dalam rakor dan pengukuhan pengurus DPC Partai Perindo Dapil 4 Jawa Timur, yang meliputi Kabupaten Jember dan Lumajang di Jember, Kamis (26/11/2015).
Indeks keamanan pangan Indonesia, dalam Global Food Security Index, terus merosot. Tahun 2015 Indonesia berada di posisi 74 dari 109 negara. Padahal, tiga tahun sebelumnya Indonesia berada di posisi ke-62. Kedaulatan pangan Indonesia rapuh rentan dengan pergerakan naik turun harga pangan dunia
Sementara di sisi lain, jumlah petani terus berkurang. HT menuturkan para petani selama ini memiliki untung yang pas-pasan, karena mereka mengambil modal dari tengkulak. Di sisi lain, biaya hidup terus mengalami kenaikan. “Jumlah petani makin sedikit karena mereka makin miskin,” ungkap HT.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, penduduk miskin di Indonesia per Maret 2015 mencapai 28,59 juta orang atau meningkat 0,26% dari September 2014. Jumlah orang miskin di pedesaan jauh lebih besar daripada di kota. Di pedesaan penduduk miskin tercatat sebanyak 17,94 juta orang. Meningkat dari Maret yang sebanyak 17,37 juta orang. Salah satu faktor kemiskinan di desa adalah rendahnya pendapatan para petani dan cenderung menurun.
Diketahui jumlah rumah tangga usaha tani di Indonesia pun terus menyusut. Terakhir survei pada tahun 2013 menyebutkan jumlah petani Indonesia hanya 31,17 juta jiwa. Angka tersebut menyusut 5 juta jiwa dibanding 10 tahun sebelumnya. Begitu pula lahan pertaniannya.
HT mengatakan perlu perlakuan khusus agar petani bisa lebih produktif dan meningkatkan kesejahteraannya. Dia mengutarakan seharusnya mereka dibantu dengan akses modal yang murah dan mudah. Selain itu petani juga membutuhkan pelatihan keterampilan dan proteksi.
“Petani lahannya banyak yang punya orang lain. Mungkin di Bondowoso juga. Jadi begitu ada pembangunan, harga tanah naik, yang punya tanah menjual lahan tersebut,” terangnya
Di sisi lain, para petani masih harus berhadapan lagi dengan aturan-aturan. Sebagai contoh aturan untuk tembakau. “Perlu dicarikan solusinya, karena tembakau ini adalah basis yang besar khusus untuk Jember. Indonesia juga, cukai di Indonesia besar sekali penerimaannya dari rokok. Jadi perlu dicarikan jalan keluarnya supaya petani tembakau juga bisa baik,” tandas HT.
(dmd)