Buruh Mogok, Pengusaha Rugi Rp500 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, para pengusaha sangat menyayangkan aksi mogok yang dilakukan kalangan buruh, hal ini semakin menunjukkan bahwa produktivitas pekerja semakin tidak kompetitif.
Menurutnya, pabrik adalah ladang buruh tempat mencari penghidupan. Jika buruh diajak mogok, maka produksi dan pendapatan perusahan menurun.
Paradigma berpikir para pengurus serikat pekerja sudah harus berubah, untuk menyikapi kebijakan yang dianggap tidak menguntungkan buruh tidak dengan mogok atau demo tapi ke depankan dialog atau jalur hukum. Hal itu lebih elegan dan tidak merugikan pelaku usaha.
Aksi mogok yang dilakukan buruh di kawasan JIEP Pulagadung, KBN Cakung dan Marunda, di kawasan Indo Taise, JIEP di daerah Karawang serta kawasan lainnya membuat pengusaha menanggung kerugian yang sangat besar.
Contohnya, salah satu pabrik di KBN Cakung bisa memproduksi sekitar 70 ribu peaces, jika harga setiap peaces USD5 saja maka kerugian yang ditangguh perusahaan bisa mencapai Rp4,5 miliar. Sementara, di kawasan Karawang produksi menurun 20% karena harus merelakan buruhnya sekitar 50-100 orang ikut aksi mogok untuk menghindari sweeping.
Selain itu, ada juga pabrik yang tutup tidak berproduksi dan akan digantikan dengan hari libur sabtu dan minggu. Diperkirakan setiap pabrik bisa mengalami kerugian sekitar Rp3 miliar sampai Rp5 miliar setiap hari.
"Walaupun kita belum mendapatkan angka yang pasti tapi kerugian dunia usaha kita perkirakan mencapai Rp500 miliar akibar aksi mogok ini," kata dia dalam rilisnya, Sabtu (28/11/2015).
Dia menerangkan, ASEAN Economic Community (AEC) tinggal menghitung hari, seharusnya para pengurus SP sudah berpikir ke depan bagaimana agar kompetensi, produktivitas dan daya saing pekerja semakin meningkat dan siap berkompetisi dengan tenaga kerja dari sembilan negara ASEAN lainnya yang akan masuk ke Indonesia.
"Kita sangat khawatir kalau serikat pekerja kita masih dengan cara demo untuk memperjuangkan aspirasinya akan kalah bersaing dengan pekerja dari negara tetangga dan pekerja kita akan menjadi penonton di negeri sendiri," kata Sarman.
Pekerja dari Filiphina, Thailand, Kamboja, Myanmar, dan lainnya, lanjut dia, akan masuk ke Indonesia dengan kompetensi yang sudah lebih baik. Hal ini yang seharusnya diantisipasi supaya Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Menurutnya, pabrik adalah ladang buruh tempat mencari penghidupan. Jika buruh diajak mogok, maka produksi dan pendapatan perusahan menurun.
Paradigma berpikir para pengurus serikat pekerja sudah harus berubah, untuk menyikapi kebijakan yang dianggap tidak menguntungkan buruh tidak dengan mogok atau demo tapi ke depankan dialog atau jalur hukum. Hal itu lebih elegan dan tidak merugikan pelaku usaha.
Aksi mogok yang dilakukan buruh di kawasan JIEP Pulagadung, KBN Cakung dan Marunda, di kawasan Indo Taise, JIEP di daerah Karawang serta kawasan lainnya membuat pengusaha menanggung kerugian yang sangat besar.
Contohnya, salah satu pabrik di KBN Cakung bisa memproduksi sekitar 70 ribu peaces, jika harga setiap peaces USD5 saja maka kerugian yang ditangguh perusahaan bisa mencapai Rp4,5 miliar. Sementara, di kawasan Karawang produksi menurun 20% karena harus merelakan buruhnya sekitar 50-100 orang ikut aksi mogok untuk menghindari sweeping.
Selain itu, ada juga pabrik yang tutup tidak berproduksi dan akan digantikan dengan hari libur sabtu dan minggu. Diperkirakan setiap pabrik bisa mengalami kerugian sekitar Rp3 miliar sampai Rp5 miliar setiap hari.
"Walaupun kita belum mendapatkan angka yang pasti tapi kerugian dunia usaha kita perkirakan mencapai Rp500 miliar akibar aksi mogok ini," kata dia dalam rilisnya, Sabtu (28/11/2015).
Dia menerangkan, ASEAN Economic Community (AEC) tinggal menghitung hari, seharusnya para pengurus SP sudah berpikir ke depan bagaimana agar kompetensi, produktivitas dan daya saing pekerja semakin meningkat dan siap berkompetisi dengan tenaga kerja dari sembilan negara ASEAN lainnya yang akan masuk ke Indonesia.
"Kita sangat khawatir kalau serikat pekerja kita masih dengan cara demo untuk memperjuangkan aspirasinya akan kalah bersaing dengan pekerja dari negara tetangga dan pekerja kita akan menjadi penonton di negeri sendiri," kata Sarman.
Pekerja dari Filiphina, Thailand, Kamboja, Myanmar, dan lainnya, lanjut dia, akan masuk ke Indonesia dengan kompetensi yang sudah lebih baik. Hal ini yang seharusnya diantisipasi supaya Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
(izz)