HT: Penawaran Saham Freeport Terlampau Mahal
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) memandang penawaran 10,6% divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) sebesar USD1,7 miliar atau senilai Rp23,5 triliun terlalu mahal. Sebab, di Bursa Saham New York (NYSE) nilai saham Freeport hanya USD5 miliar.
"Nilai saham Freeport di Bursa New York hanya USD5 miliar, termasuk semua investasi Freeport di seluruh dunia," ungkap HT, Jumat (15/1/2016).
"Nilai saham Freeport USD5 miliar sudah termasuk peningkatan harga saham sebesar 12% kemarin akibat penawaran 10,6% saham ke pemerintah RI senilai USD1,7 miliar," jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Freeport mengajukan penawaran divestasi saham ke pemerintah di akhir tengat waktu. Perusahaan tambang yang berinduk di Amerika Serikat itu mengirimkan surat kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang pelepasan 10,64% kepemilikannya. “Kami sudah menerima kemarin,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono, Kamis (14/1/2016).
Menurut Bambang, persentase saham yang dilepas tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam surat penawaran itu, Freeport menyatakan saham yang akan dilepas senilai USD1,7 miliar atau sekitar Rp23,5 triliun.
Di sisi lain, Freeport semestinya sudah menyampaikan penawaran divestasi pada akhir tahun lalu. Divestasi harus dilakukan sebagai syarat perpanjangan kontrak yang akan berakhir pada 2021.
Sebelumnya, dalam beleid lama, Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2010 tentang Pertambangan, Freeport semestinya melakukan divestasi 30% saham kepada pemerintah secara bertahap hingga 2019, dua tahun menjelang masa kontrak berakhir.
PP diubah melalui Peraturan Pemerintah No 77 Tahun 2014. Dalam Pasal 97 disebutkan bahwa kewajiban divestasi bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan setelah akhir tahun kelima sejak berproduksi paling sedikit 20% pada tahun keenam. Kemudian, 30% pada tahun ketujuh dan 37% tahun berikutnya. Selanjutnya, pada tahun kesembilan wajib melepas 44% dan 51% dari jumlah seluruh saham pada tahun kesepuluh.
Saat ini, pemerintah baru memiliki 9,36% saham Freeport, maka sisa kewajiban berikutnya menjual 10,64% paling lambat Oktober 2015. Namun hingga tenggat berakhir, Freeport tak kunjung mengajuakan penawaran.
Pemerintah telah melayangkan dua kali surat teguran kepada Freeport pada awal November dan Desember 2015. Mengacu pada peraturan pemerintah, Freeport diberi waktu 90 hari untuk melakukan penawaran hingga 14 Januari 2016.
"Nilai saham Freeport di Bursa New York hanya USD5 miliar, termasuk semua investasi Freeport di seluruh dunia," ungkap HT, Jumat (15/1/2016).
"Nilai saham Freeport USD5 miliar sudah termasuk peningkatan harga saham sebesar 12% kemarin akibat penawaran 10,6% saham ke pemerintah RI senilai USD1,7 miliar," jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Freeport mengajukan penawaran divestasi saham ke pemerintah di akhir tengat waktu. Perusahaan tambang yang berinduk di Amerika Serikat itu mengirimkan surat kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang pelepasan 10,64% kepemilikannya. “Kami sudah menerima kemarin,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono, Kamis (14/1/2016).
Menurut Bambang, persentase saham yang dilepas tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam surat penawaran itu, Freeport menyatakan saham yang akan dilepas senilai USD1,7 miliar atau sekitar Rp23,5 triliun.
Di sisi lain, Freeport semestinya sudah menyampaikan penawaran divestasi pada akhir tahun lalu. Divestasi harus dilakukan sebagai syarat perpanjangan kontrak yang akan berakhir pada 2021.
Sebelumnya, dalam beleid lama, Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2010 tentang Pertambangan, Freeport semestinya melakukan divestasi 30% saham kepada pemerintah secara bertahap hingga 2019, dua tahun menjelang masa kontrak berakhir.
PP diubah melalui Peraturan Pemerintah No 77 Tahun 2014. Dalam Pasal 97 disebutkan bahwa kewajiban divestasi bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan setelah akhir tahun kelima sejak berproduksi paling sedikit 20% pada tahun keenam. Kemudian, 30% pada tahun ketujuh dan 37% tahun berikutnya. Selanjutnya, pada tahun kesembilan wajib melepas 44% dan 51% dari jumlah seluruh saham pada tahun kesepuluh.
Saat ini, pemerintah baru memiliki 9,36% saham Freeport, maka sisa kewajiban berikutnya menjual 10,64% paling lambat Oktober 2015. Namun hingga tenggat berakhir, Freeport tak kunjung mengajuakan penawaran.
Pemerintah telah melayangkan dua kali surat teguran kepada Freeport pada awal November dan Desember 2015. Mengacu pada peraturan pemerintah, Freeport diberi waktu 90 hari untuk melakukan penawaran hingga 14 Januari 2016.
(dmd)