Tiga Indikator Makro Stabil, BI Rate Berpeluang Kembali Turun
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengaku ruang kebijakan moneter di awal tahun 2016 masih longgar dan memandang masih ada ruang terbuka bagi bank sentral untuk menurunkan kembali suku bunga acuan atau BI Rate. Namun dengan catatan tiga indikator utama makro ekonomi domestik bisa terjaga dan stabil.
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo menerangkan ketiga indikator tersebut diantaranya inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta Neraca Pembayaran Indonesia maupun stabilitas sistem keuangan.
"Kita di bulan Januari melihat, bahwa ada ruang pelonggaran moneter. Makanya di Januari sudah menyesuaikan BI rate dengan penurunan sebesar 0,25%. Tetapi BI rate kalau nanti melakukan penyesuaian lagi, pasti Bank Indonesia akan mempertimbangkan sejumlah keseimbangan faktor-faktor utama itu," jelasnya di Jakarta, Minggu (24/1/2016).
(Baca Juga: Faisal Basri: Seharusnya Suku Bunga BI 6,5%)
Nantinya, Dia menambahkan ketiga indikator tersebut akan mempengaruhi keputusan Rapat Dewan Gubernur BI untuk kembali menurunkan suku bunga acuan. "Dengan menjaga inflasi agar tetap sesuai dengan target yang ditetapkan, kemudian kita melihat pertumbuhan ekonomi, melihat kesinambungan neraca pembayaran dan menjaga stabilitas keuangan maka kita akan bisa melakukan penyesuaian BI rate," paparnya.
Namun demikian, Dia menegaskan, faktor yang paling menjadi perhatian Bank sentraI terkait penurunan tingkat suku bunga ada pada faktor stabilitas sistem keuangan. Pasalnya, kondisi eksternal terkait rencana Federal Reserve AS yang akan kembali menaikkan suku bunga akan berpengaruh pada sistem keuangan Indonesia.
Diproyeksi tahun 2016 ini setidaknya akan ada dua kali kenaikan tingkat suku bunga Fed Fund rate. Oleh sebab itu, dia menghimbau kepada seluruh pihak untuk tetap mewaspadai kemungkinan yang akan terjadi. "Kami akan tetap mencermati dinamika ekonomi di China serta trend penurunan harga komoditas global yang sudah berdampak negatif kepada negara-negara berkembang," ungkapnya.
Disamping itu, imbuhnya Bank Indonesia juga akan mempertimbangkan ekspektasi stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD), sebelum memutuskan untuk melonggarkan kebijakan moneter.
"Jadi BI rate akan dilihat setelah mempertimbangkan aspek-aspek itu, tetapi itu bisa dalam bentuk BI rate yang disesuaikan atau bisa juga dalam bentuk GWM (Giro Wajib Minimum) yang juga disesuaikan. Ini alternatif untuk kami dari Bank Indonesia untuk merespon itu," tukas dia.
Direktur Eksekutif Kebijakan Moneter BI Juda Agung pun menilai, tidak menutup kemungkinan BI Rate akan kembali turun di bulan mendatang. Menurutnya hal ini akan dilakukan pemerintah jika situasinya memangkinkan. "Misalnya katakanlah kondisinya masih memungkinkan, kita evaluasi tiap bulan. Kalau memungkinkan kita turunkan lagi. Kita akan lihat dari sisi inflasi, outflow, keperluan ekonominya, globalnya," tutupnya.
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo menerangkan ketiga indikator tersebut diantaranya inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta Neraca Pembayaran Indonesia maupun stabilitas sistem keuangan.
"Kita di bulan Januari melihat, bahwa ada ruang pelonggaran moneter. Makanya di Januari sudah menyesuaikan BI rate dengan penurunan sebesar 0,25%. Tetapi BI rate kalau nanti melakukan penyesuaian lagi, pasti Bank Indonesia akan mempertimbangkan sejumlah keseimbangan faktor-faktor utama itu," jelasnya di Jakarta, Minggu (24/1/2016).
(Baca Juga: Faisal Basri: Seharusnya Suku Bunga BI 6,5%)
Nantinya, Dia menambahkan ketiga indikator tersebut akan mempengaruhi keputusan Rapat Dewan Gubernur BI untuk kembali menurunkan suku bunga acuan. "Dengan menjaga inflasi agar tetap sesuai dengan target yang ditetapkan, kemudian kita melihat pertumbuhan ekonomi, melihat kesinambungan neraca pembayaran dan menjaga stabilitas keuangan maka kita akan bisa melakukan penyesuaian BI rate," paparnya.
Namun demikian, Dia menegaskan, faktor yang paling menjadi perhatian Bank sentraI terkait penurunan tingkat suku bunga ada pada faktor stabilitas sistem keuangan. Pasalnya, kondisi eksternal terkait rencana Federal Reserve AS yang akan kembali menaikkan suku bunga akan berpengaruh pada sistem keuangan Indonesia.
Diproyeksi tahun 2016 ini setidaknya akan ada dua kali kenaikan tingkat suku bunga Fed Fund rate. Oleh sebab itu, dia menghimbau kepada seluruh pihak untuk tetap mewaspadai kemungkinan yang akan terjadi. "Kami akan tetap mencermati dinamika ekonomi di China serta trend penurunan harga komoditas global yang sudah berdampak negatif kepada negara-negara berkembang," ungkapnya.
Disamping itu, imbuhnya Bank Indonesia juga akan mempertimbangkan ekspektasi stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD), sebelum memutuskan untuk melonggarkan kebijakan moneter.
"Jadi BI rate akan dilihat setelah mempertimbangkan aspek-aspek itu, tetapi itu bisa dalam bentuk BI rate yang disesuaikan atau bisa juga dalam bentuk GWM (Giro Wajib Minimum) yang juga disesuaikan. Ini alternatif untuk kami dari Bank Indonesia untuk merespon itu," tukas dia.
Direktur Eksekutif Kebijakan Moneter BI Juda Agung pun menilai, tidak menutup kemungkinan BI Rate akan kembali turun di bulan mendatang. Menurutnya hal ini akan dilakukan pemerintah jika situasinya memangkinkan. "Misalnya katakanlah kondisinya masih memungkinkan, kita evaluasi tiap bulan. Kalau memungkinkan kita turunkan lagi. Kita akan lihat dari sisi inflasi, outflow, keperluan ekonominya, globalnya," tutupnya.
(akr)