Indef: Evaluasi Harga BBM, Pemerintah Jangan Gunakan Asumsi Biasa

Minggu, 24 Januari 2016 - 23:58 WIB
Indef: Evaluasi Harga...
Indef: Evaluasi Harga BBM, Pemerintah Jangan Gunakan Asumsi Biasa
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute dor Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, pemerintah jangan lagi menggunakan asumsi-asumsi bisnis seperti yang biasa dilakukan soal Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam kondisi minyak mentah dunia terus ambruk. Menurutnya pemerintah harus melihat latar belakang kondisi saat ini sebelum solusi dari masalah atau kebijakan.

"Kita ingin pemerintah jangan lagi menggunakan asumsi bisnis asusual. Ketika mengambil suatu solusi dari masalah atau kebijakan harus disertakan apa kondisi yang melatar belakangi. Persoalan yang dihadapi sekarang, paradigma dunia sudah berubah ketika harga minyak dan komoditas yang tadinya tinggi justru makin anjlok," jelasnya di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (24/1/2016).

Dia menambahkan untuk gas dan minyak, petanya sudah berubah total. Bahkan dijelaskan Amerika Serikat yang dulunya adalah net importir saat ini sudah menjadi net eksportir. "Kalau kita liat dewan energi Amerika, mereka menyatakan sampai 100 tahun kedepan cadangan mereka aman. Baik gas maupun minyak. Makanya ini akan membuat perubahan besar pada peta harga komoditi internasional," sambungnya.

Maka menurutnya yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah segera mendorong industrialisasi agar bisa bersaing. "Dengan cara apa? Ya harga energi harus murah. Kalo harga energi tidak murah, kita tidak bersaing," tegasnya.

Ditekankan juga bahwa hitung-hitungan wajar harga BBM bila dikalkulasikan dengan harga minyak dunia USD50 per barel, maka harus ada penurunan kembali menjadi Rp5500-5600/liter. Dijelaskan harga tersebut dinilai akan cukup terasa buat konsumen.

"Sekarang Rp7050/liter, kalau turun ke Rp5600/liter berarti ada saving untuk pengeluaran yang lain, seperti mendorong biaya transportasi turun. Memang harus turun, tapi harus ada dikalkulasi terlebih dahulu dari Pertamina dan pemerintah serta dewan transportasi. Karena biasanya angkutan tidak mau serta merta turun. Untuk itu mereka harus duduk bareng," pungkasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0761 seconds (0.1#10.140)