Banyak Peluang ke Pasar Kanada
A
A
A
HUBUNGAN bilateral Indonesia dan Kanada sudah berjalan lebih dari 60 tahun. Banyak capaian dari kerjasama kedua negara baik di bidang politik hingga ekonomi. Kerjasama perdagangan pun terus meningkat dari waktu ke waktu meski Indonesia masih mengalami defisit dibanding Kanada. Di bidang politik, kedua negara juga memiliki banyak kesamaan pemahaman dalam melihat isu-isu internasional. Karena itu, banyak peluang bisa dibangun dari kerjasama bilateral kedua negara. Selengkapnya, berikut wawancara wartawan KORAN SINDO dengan Duta Besar RI untuk Kanada Teuku Faizasyah di Vouncover Kanada, beberapa waktu lalu.
Bagaimana Anda melihat hubungan bilateral Indonesia dan Kanada?
Hubungan kita dengan Kanada pasca reformasi sudah dalam jalur yang baik. Karena tidak ada lagi faktor disorientasi seperti zaman dulu masalah Timor Timur. Dengan demikian kita bisa fokus membangun kerjasama bilateral. Tantangannya adalah jarak yang jauh. Sehingga awareness kedua negara masih sangat kurang. Tugas kita disini dan tugas Dubes Kanada di Jakarta adalah membangun awareness itu. Kita bersyukur sudah ada yang disebut rencana aksi bilateral, sehingga kita dapat mendorong terus kerjasama yang konkret.
Bagaimana hubungan bidang politik?
Dalam bidang politik, dalam banyak hal sebenarnya kita sudah dalam satu pemahaman. Pemerintahan (Kanada) yang lalu garis kebijakannya memang kurang pas dengan Indonesia terutama terkait isu-isu Timur Tengah seperti penyelesaian Palestina. Tapi ada perubahan posisi dalam pemerintahan mereka sekarang ini. Mereka ingin menjadi pihak yang bisa berada di tengah. Hal itu yang membuat kita bisa meningkatkan kerjasama. Menariknya lagi, Kanada memiliki utusan khusus dalam bidang toleransi beragama. Dan di sini, Indonesia selalu dimintai pendapat terkait isu-isu toleransi beragama tersebut. Dari hal-hal seperti itu dialog kedua negara bisa terus terjalin.
Bagaimana Kanada memandang demokrasi di Indonesia?
Kalau soal demokrasi dan Islam moderat, kita selalu menjadi rujukan. Mereka nyatakan secara terbuka bahwa Indonesia merupakan salah satu panutan yang harus dicontoh negara-negara lain. Jadi ini aset kita sebenarnya. Masalah HAM kita juga tidak ada masalah. Memang di sini ada kelompok masyarakat (pressure group) misalnya menyoroti masalah Ahmadiyah atau hukuman mati yang ada di Indonesia. Tapi itu dari kelompok masyarakat, pemerintahnya tidak memberikan pandangan.
Apa capaian dari kerjasama ekonomi kedua negara?
Kerjasama ekonomi trennya meningkat. Hanya saja masalah di Kanada sekarang terjadi pelemahan ekonomi. Tapi sebagai negara maju, daya belinya tetap besar. Itu yang harus kita yakinkan kepada pelaku ekonomi di Indonesia bahwa ada peluang di sini. Kita sudah lakukan pameran dagang hingga mengundang investor Kanada ke Indonesia. Hanya saja ada tantangan bagaimana membangkitkan minat pelaku ekonomi di Kanada agar lebih jauh lagi mau berbisnis dengan Indonesia. Karena selama ini mereka sudah condong senang berbisnis dengan Amerika dan negara Asia seperti China. Tantangannya di situ. Tantangan lain secara cost mungkin agak besar, karena kita tak ada direct flight ke Kanada.
Apa yang sudah dilakukan untuk melobi investor Kanada?
Investor di Kanada sejak tahun 1970-an banyak fokus di bidang pertambangan. Yang kita coba dorong sekarang adalah melihat potensi di sektor lain. Dalam waktu dekat ini, akan ada kunjungan calon investor Kanada di sektor iptek. Mereka melihat Indonesia mempunyai potensi iptek yang besar, punya angkatan kerja besar, dan banyak perguruan tinggi kita cukup maju di sektor iptek. Angkatan muda kita juga banyak yang terlatih, jadi mereka melihat Indonesia bisa menjadi partner. Sangat bagus kalau kita bisa meyakinkan mereka untuk investasi. Dengan demikian, bisa membuka lapangan kerja serta mengangkat profil Indonesia. Misal perusahaan Blackberry saja melihat ada aplikasi-aplikasi yang dibuat di Indonesia. Itu contoh bagaimana mereka melihat peluang (investasi) yang ada di Indonesia. Sektor iptek ini salah satu loncatan investasi yang bisa dilakukan dengan Kanada. Asuransi juga punya peluang.
Bagaimana dengan perdagangan kedua negara?
Ekspor-impor rata-rata memang agak turun, angkanya mendekati 3 miliar dolar setahun. Kita masih defisit sekitar 400-500 juta dolar. Kita akan coba kejar (agar tidak defisit). Hanya tantangannya adalah kan kita mengimpor produk seperti pesawat terbang (Bombardier). Sementara ekspor kita ke Kanada berupa produk seperti komponen elektronik, kopi, karet, pakaian dan produk tekstil, serta juga furniture. Itu yang membuat jomplang-nya besar angka perdagangan kita dengan Kanada.
Upaya menggenjot produk lain untuk diekspor ke Kanada?
Upaya itu sedang kita coba. Tahun lalu kita partisipasi di produk makanan juga. Kanada kan multi etnik, banyak orang Asia di sini. Makanannya kurang lebih sama dengan produk makanan kita dan pangsa pasarnya besar. Itu yang coba kita isi. Hanya saingan kita seperti Thailand, Vietnam, yang entah kenapa produk mereka lebih murah sedikit dibanding produk kita. Tantangannya di situ.
Produk Indofood sudah masuk, juga produk Kopiko. Mereka sudah ada segmen peminatnya di sini. Kalau mau, ada juga potensi seperti gula semut dan produk kelapa. Tapi kita belum mendapatkan supplier di Indonesia. Itu tantangannya. Kita sebenarnya selalu memberikan masukan di Jakarta apa yang perlu diekspor produk tertentu ke sini (Kanada). Tapi kadang-kadang tidak cepat ditangkap oleh pelaku pasar kita.
Apa ada peluang lainnya?
Peluang untuk mempererat hubungan dagang sangat terbuka. Karena Kanada negara maju, daya belinya besar. Contohnya, pasar furniture. Fokus furniture saja, mereka (Kanada) mengadakan pameran setahun dua kali. Kualitas barang Indonesia diakui masyarakat Kanada. Pakaian asal Indonesia segmen pembelinya untuk kelas menengah ke atas, bukan kelas kodian. Di sini masyarakatnya sangat hobi olahraga, baju jersey-jersey yang mahal itu datangnya dari Indonesia.
Tantangan apa yang muncul dari hubungan dagang kedua negara?
Tantangan dari sisi Indonesia, misalnya ada yang bisa diisi ke Kanada, tapi kadang produknya tidak ada. Karena produknya ternyata sudah dipasarkan ke negara tertentu misalnya kopra. Sehingga bagaimana pandai-pandai di dalam negeri untuk mengidentifikasi satu-satu provinsi. Misalnya provinsi ini fokus membuat produk tertentu dan pasar mana, provinsi lain membuat produk lainnya. Kalau ini bisa dilakukan pasti baik. Soalnya sangat besar minatnya untuk satu produk tertentu.
Bulan Oktober lalu, kita adakan pertemuan bisnis, ada juga pelaku ekonomi dari Kadin Indonesia. Mereka sudah bisa menghitung produk apa yang bisa dipasarkan dengan harga yang lebih kompetitif. Itu juga bagus. Pelaku ekonomi yang datang langsung dan bisa mengitung marginnya sehingga harganya bisa lebih murah dibanding negara lain. Salah satunya produk ikan. (bersambung)
Bagaimana Anda melihat hubungan bilateral Indonesia dan Kanada?
Hubungan kita dengan Kanada pasca reformasi sudah dalam jalur yang baik. Karena tidak ada lagi faktor disorientasi seperti zaman dulu masalah Timor Timur. Dengan demikian kita bisa fokus membangun kerjasama bilateral. Tantangannya adalah jarak yang jauh. Sehingga awareness kedua negara masih sangat kurang. Tugas kita disini dan tugas Dubes Kanada di Jakarta adalah membangun awareness itu. Kita bersyukur sudah ada yang disebut rencana aksi bilateral, sehingga kita dapat mendorong terus kerjasama yang konkret.
Bagaimana hubungan bidang politik?
Dalam bidang politik, dalam banyak hal sebenarnya kita sudah dalam satu pemahaman. Pemerintahan (Kanada) yang lalu garis kebijakannya memang kurang pas dengan Indonesia terutama terkait isu-isu Timur Tengah seperti penyelesaian Palestina. Tapi ada perubahan posisi dalam pemerintahan mereka sekarang ini. Mereka ingin menjadi pihak yang bisa berada di tengah. Hal itu yang membuat kita bisa meningkatkan kerjasama. Menariknya lagi, Kanada memiliki utusan khusus dalam bidang toleransi beragama. Dan di sini, Indonesia selalu dimintai pendapat terkait isu-isu toleransi beragama tersebut. Dari hal-hal seperti itu dialog kedua negara bisa terus terjalin.
Bagaimana Kanada memandang demokrasi di Indonesia?
Kalau soal demokrasi dan Islam moderat, kita selalu menjadi rujukan. Mereka nyatakan secara terbuka bahwa Indonesia merupakan salah satu panutan yang harus dicontoh negara-negara lain. Jadi ini aset kita sebenarnya. Masalah HAM kita juga tidak ada masalah. Memang di sini ada kelompok masyarakat (pressure group) misalnya menyoroti masalah Ahmadiyah atau hukuman mati yang ada di Indonesia. Tapi itu dari kelompok masyarakat, pemerintahnya tidak memberikan pandangan.
Apa capaian dari kerjasama ekonomi kedua negara?
Kerjasama ekonomi trennya meningkat. Hanya saja masalah di Kanada sekarang terjadi pelemahan ekonomi. Tapi sebagai negara maju, daya belinya tetap besar. Itu yang harus kita yakinkan kepada pelaku ekonomi di Indonesia bahwa ada peluang di sini. Kita sudah lakukan pameran dagang hingga mengundang investor Kanada ke Indonesia. Hanya saja ada tantangan bagaimana membangkitkan minat pelaku ekonomi di Kanada agar lebih jauh lagi mau berbisnis dengan Indonesia. Karena selama ini mereka sudah condong senang berbisnis dengan Amerika dan negara Asia seperti China. Tantangannya di situ. Tantangan lain secara cost mungkin agak besar, karena kita tak ada direct flight ke Kanada.
Apa yang sudah dilakukan untuk melobi investor Kanada?
Investor di Kanada sejak tahun 1970-an banyak fokus di bidang pertambangan. Yang kita coba dorong sekarang adalah melihat potensi di sektor lain. Dalam waktu dekat ini, akan ada kunjungan calon investor Kanada di sektor iptek. Mereka melihat Indonesia mempunyai potensi iptek yang besar, punya angkatan kerja besar, dan banyak perguruan tinggi kita cukup maju di sektor iptek. Angkatan muda kita juga banyak yang terlatih, jadi mereka melihat Indonesia bisa menjadi partner. Sangat bagus kalau kita bisa meyakinkan mereka untuk investasi. Dengan demikian, bisa membuka lapangan kerja serta mengangkat profil Indonesia. Misal perusahaan Blackberry saja melihat ada aplikasi-aplikasi yang dibuat di Indonesia. Itu contoh bagaimana mereka melihat peluang (investasi) yang ada di Indonesia. Sektor iptek ini salah satu loncatan investasi yang bisa dilakukan dengan Kanada. Asuransi juga punya peluang.
Bagaimana dengan perdagangan kedua negara?
Ekspor-impor rata-rata memang agak turun, angkanya mendekati 3 miliar dolar setahun. Kita masih defisit sekitar 400-500 juta dolar. Kita akan coba kejar (agar tidak defisit). Hanya tantangannya adalah kan kita mengimpor produk seperti pesawat terbang (Bombardier). Sementara ekspor kita ke Kanada berupa produk seperti komponen elektronik, kopi, karet, pakaian dan produk tekstil, serta juga furniture. Itu yang membuat jomplang-nya besar angka perdagangan kita dengan Kanada.
Upaya menggenjot produk lain untuk diekspor ke Kanada?
Upaya itu sedang kita coba. Tahun lalu kita partisipasi di produk makanan juga. Kanada kan multi etnik, banyak orang Asia di sini. Makanannya kurang lebih sama dengan produk makanan kita dan pangsa pasarnya besar. Itu yang coba kita isi. Hanya saingan kita seperti Thailand, Vietnam, yang entah kenapa produk mereka lebih murah sedikit dibanding produk kita. Tantangannya di situ.
Produk Indofood sudah masuk, juga produk Kopiko. Mereka sudah ada segmen peminatnya di sini. Kalau mau, ada juga potensi seperti gula semut dan produk kelapa. Tapi kita belum mendapatkan supplier di Indonesia. Itu tantangannya. Kita sebenarnya selalu memberikan masukan di Jakarta apa yang perlu diekspor produk tertentu ke sini (Kanada). Tapi kadang-kadang tidak cepat ditangkap oleh pelaku pasar kita.
Apa ada peluang lainnya?
Peluang untuk mempererat hubungan dagang sangat terbuka. Karena Kanada negara maju, daya belinya besar. Contohnya, pasar furniture. Fokus furniture saja, mereka (Kanada) mengadakan pameran setahun dua kali. Kualitas barang Indonesia diakui masyarakat Kanada. Pakaian asal Indonesia segmen pembelinya untuk kelas menengah ke atas, bukan kelas kodian. Di sini masyarakatnya sangat hobi olahraga, baju jersey-jersey yang mahal itu datangnya dari Indonesia.
Tantangan apa yang muncul dari hubungan dagang kedua negara?
Tantangan dari sisi Indonesia, misalnya ada yang bisa diisi ke Kanada, tapi kadang produknya tidak ada. Karena produknya ternyata sudah dipasarkan ke negara tertentu misalnya kopra. Sehingga bagaimana pandai-pandai di dalam negeri untuk mengidentifikasi satu-satu provinsi. Misalnya provinsi ini fokus membuat produk tertentu dan pasar mana, provinsi lain membuat produk lainnya. Kalau ini bisa dilakukan pasti baik. Soalnya sangat besar minatnya untuk satu produk tertentu.
Bulan Oktober lalu, kita adakan pertemuan bisnis, ada juga pelaku ekonomi dari Kadin Indonesia. Mereka sudah bisa menghitung produk apa yang bisa dipasarkan dengan harga yang lebih kompetitif. Itu juga bagus. Pelaku ekonomi yang datang langsung dan bisa mengitung marginnya sehingga harganya bisa lebih murah dibanding negara lain. Salah satunya produk ikan. (bersambung)
(dmd)