Gebrakan Rizal Ramli Wujudkan Poros Maritim Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Rizal Ramli membeberkan gebrakan yang akan dilakukannya untuk mewujudkan cita-cita poros maritim yang ingin dicapai Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal tersebut dikatakannya dalam acara Sosialisasi Program Kerja Kemenko bidang Kemaritiman Tahun 2016.
Dia mengatakan, konektivitas yang akan dibangunnya untuk mewujudkan poros maritim adalah dengan membangun lebih banyak pelabuhan dan bandara di luar Jawa. Pihaknya akan mengubah sistem alokasi anggaran yang sebelumnya berpusat pada Jawa (Jawa centris) menjadi di luar Jawa.
"Dulu istilahnya Jawa centris, sekarang diubah jadi Indonesia centris. Anggaran digeser lebih banyak ke luar Jawa," katanya di Gedung BPPT, Jakarta, Kamis (18/2/2016).
Sebab, sambung dia, daya beli masyarakat di Jawa sudah cukup untuk membiayai proyek infrastruktur yang dibangun. Karena itu, sejak tahun lalu pemerintah telah membangun belasan bandara dan pelabuhan di luar Jawa.
"Desainnya bagus-bagus sesuai kultur di daerah itu. Kita juga melakukan itu dengan biaya setengahnya dari pemerintah sebelumnya. Ini menunjukkan adanya efisiensi," sambungnya.
Tak hanya itu, dia juga menekankan pemerintah akan mendorong pertumbuhan ekonomi di luar Jawa agar tumbuh lebih pesat. Pasalnya, pembangunan pelabuhan dan bandara besar-besaran akan percuma jika masyarakatnya tidak memiliki daya beli yang tinggi untuk memanfaatkan infrastruktur tersebut.
"Konektivitas itu tidak hanya bikin kapal, pelabuhan. Percuma kalau enggak ada manusia, atau barang yang mampu naik kapal dan pesawat. Karena itu penting dorong pertumbuhan ekonomi di luar Jawa lebih pesat. Agar mereka punya waktu naik kapal keliling Indonesia," tuturnya.
Mantan Menko bidang Perekonomian ini menambahkan, diplomasi maritim juga menjadi hal yang tidak kalah pentingnya. Sebab, potensi terjadinya konflik besar tidak hanya terjadi di udara namun juga di laut.
"Salah posisi bisa macam-macam. Akhirnya bisa terjadi suasana konflik. Kami minta Angkatan Laut kita untuk jalankan fungsi diplomasi dengan melakukan pelatihan. Karena sejarah Perang Dunia 1 dan 2 itu sering dengan insiden yg tidak disengaja. Jadi kita minta Angkatan Laut untuk aktif melakukan diplomasi maritim," terang Rizal.
Diplomasi maritim tersebut, sambung mantan Kepala Bulog ini, juga dilakukan dengan menyetujui batas-batas wilayah antara Indonesia dengan negara tetangga. "Misal Timor Leste kita lagi koordinasi. Daripada ribut soal batas, kita perlu kesepakatan antar negara supaya batas negara dan kordinatnya jelas," tandasnya.
Dia mengatakan, konektivitas yang akan dibangunnya untuk mewujudkan poros maritim adalah dengan membangun lebih banyak pelabuhan dan bandara di luar Jawa. Pihaknya akan mengubah sistem alokasi anggaran yang sebelumnya berpusat pada Jawa (Jawa centris) menjadi di luar Jawa.
"Dulu istilahnya Jawa centris, sekarang diubah jadi Indonesia centris. Anggaran digeser lebih banyak ke luar Jawa," katanya di Gedung BPPT, Jakarta, Kamis (18/2/2016).
Sebab, sambung dia, daya beli masyarakat di Jawa sudah cukup untuk membiayai proyek infrastruktur yang dibangun. Karena itu, sejak tahun lalu pemerintah telah membangun belasan bandara dan pelabuhan di luar Jawa.
"Desainnya bagus-bagus sesuai kultur di daerah itu. Kita juga melakukan itu dengan biaya setengahnya dari pemerintah sebelumnya. Ini menunjukkan adanya efisiensi," sambungnya.
Tak hanya itu, dia juga menekankan pemerintah akan mendorong pertumbuhan ekonomi di luar Jawa agar tumbuh lebih pesat. Pasalnya, pembangunan pelabuhan dan bandara besar-besaran akan percuma jika masyarakatnya tidak memiliki daya beli yang tinggi untuk memanfaatkan infrastruktur tersebut.
"Konektivitas itu tidak hanya bikin kapal, pelabuhan. Percuma kalau enggak ada manusia, atau barang yang mampu naik kapal dan pesawat. Karena itu penting dorong pertumbuhan ekonomi di luar Jawa lebih pesat. Agar mereka punya waktu naik kapal keliling Indonesia," tuturnya.
Mantan Menko bidang Perekonomian ini menambahkan, diplomasi maritim juga menjadi hal yang tidak kalah pentingnya. Sebab, potensi terjadinya konflik besar tidak hanya terjadi di udara namun juga di laut.
"Salah posisi bisa macam-macam. Akhirnya bisa terjadi suasana konflik. Kami minta Angkatan Laut kita untuk jalankan fungsi diplomasi dengan melakukan pelatihan. Karena sejarah Perang Dunia 1 dan 2 itu sering dengan insiden yg tidak disengaja. Jadi kita minta Angkatan Laut untuk aktif melakukan diplomasi maritim," terang Rizal.
Diplomasi maritim tersebut, sambung mantan Kepala Bulog ini, juga dilakukan dengan menyetujui batas-batas wilayah antara Indonesia dengan negara tetangga. "Misal Timor Leste kita lagi koordinasi. Daripada ribut soal batas, kita perlu kesepakatan antar negara supaya batas negara dan kordinatnya jelas," tandasnya.
(akr)