Pengampunan Pajak Dinilai Dorong Pengentasan Kemiskinan

Senin, 22 Februari 2016 - 16:13 WIB
Pengampunan Pajak Dinilai Dorong Pengentasan Kemiskinan
Pengampunan Pajak Dinilai Dorong Pengentasan Kemiskinan
A A A
JAKARTA - Kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty dinilai menjadi kebutuhan mutlak bagi Indonesia untuk membiayai pembangunan dan pengentasan kemiskinan untuk rakyat kecil. Dana-dana hasil repatriasi bisa menambah penerimaan negara guna mendorong ekonomi menjadi lebih bergairah dan berdampak pada pengentasan kemiskinan.

Pengamat pajak dari Universitas Indonesia (UI) Darussalam menjelaskan, sebenarnya manfaat kebijakan pengampunan pajak ini sangat banyak buat masyarakat luas terutama bagi masyarakat miskin.

"Dengan dana hasil pemanfaatan pengampunan pajak yang sangat besar ini diharapkan menambah modal pemerintah untuk mempercepat program pembangunan, sehingga dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan," kata dia dalam rilisnya di Jakarta, Senin (22/2/2016).

Menurutnya, pengampunan pajak merupakan kebijakan umum yang dilakukan banyak negara di dunia. Mulai dari negara berkembang seperti India sampai negara maju seperti Italia, Perancis, Jerman, dan Amerika Serikat (AS).

"AS lebih dari 40 negara bagian melakukan tax amnesty. Ini menunjukkan tax amnesty merupakan hal yang wajar sebagai suatu kebijakan pajak,” ujarnya.

Pemberlakuan kebijakan tersebut tidak lepas dari rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak pada suatu negara. Seperti Indonesia, tingkat kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) masih sangat rendah.

"Jadi urgensi tax amnesty adalah membangun babak baru sistem perpajakan Indonesia yang tujuannya untuk membangun kepatuhan wajib pajak yang ujung-ujungnya untuk meningkatkan penerimaan pajak," paparnya.

Darussalam memperkirakan masih ada setidaknya 63% wajib pajak yang tidak patuh di dalam negeri. Dengan pengampunan pajak, diharapkan kelompok tersebut dapat menjadi basis pajak yang baru dan ke depan berjalan dengan tingkat kepatuhan yang tinggi.

"Namun, kebijakan tersebut tidak menyasar para pelaku koruptor, yang berarti pengampunan pajak tidak berlaku bagi mereka," kata dia

Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menegaskan, saat ini waktu paling ideal bagi Indonesia untuk memberlakukan pengampunan pajak. Karena wacana tersebut sudah muncul sejak tahun lalu dan tidak mungkin untuk dibatalkan.

"Kita sudah mewacanakan ini sejak pertengahan 2015 dan kini dalam posisi point of no return atau tak bisa kembali. Karena jika batal akan meruntuhkan kepercayaan wajib pajak pada pemerintah dan menciptakan ketidakpastian," kata Prastowo.

Pada sisi lain, pemerintah butuh tambahan penerimaan pajak untuk mengejar target Rp1.360 triliun pada 2016, untuk membiayai program-program pembangunan prioritas seperti infrastruktur jalan, bandara, pelabuhan, kesehatan, perumahan, dan pendidikan. Sehingga ketergantungan pada utang luar negeri bisa dikurangi.

"Dalam jangka pendek, hanya tax amnesty yang mampu menyelamatkan sisi penerimaan negara. Jika direvisi lagi dan tidak tercapai, akan berpengaruh pada sisi belanja, terutama program-program pembangunan sosial bagi wong cilik," terangnya.

Yustinus mengatakan, dampak terhadap masyarakat luas dapat dirasakan. Bila penerimaan meningkat, artinya belanja pemerintah untuk membangun infrastruktur dapat terus ditingkatkan ke depannya.

"Masyarakat kecil juga mendapat manfaat karena bisa masuk ke sistem formal dan bisa mengakses layanan pemerintah, khususnya perbankan. Repatriasi dana akan memperkuat sistem perbankan dan menurunkan suku bunga," tandas dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5321 seconds (0.1#10.140)