Pemerintah Didesak Usut Perusahaan dalam Daftar Panama Papers

Kamis, 07 April 2016 - 12:29 WIB
Pemerintah Didesak Usut Perusahaan dalam Daftar Panama Papers
Pemerintah Didesak Usut Perusahaan dalam Daftar Panama Papers
A A A
JAKARTA - Pemerintah didesak mengusut dan menelusuri terkait perusahaan-perusahaan yang didirikan untuk tujuan pencucian uang hasil korupsi, narkoba, atau kejahatan terorganisir lainnya yang ada dalam daftar dokumen Panama Papers. Wakil Ketua DPR, Fadli Zon mengatakan sebaiknya pemerintah segera membentuk tim kerja khusus menanggapi skandal Panama Papers ini.

"Bocornya dokumen ini yang jelas harus dimanfaatkan untuk upaya penegakan hukum, baik di bidang perpajakan, potensi tindak pidana korupsi, atau dana haram narkoba. Ini yang harus diusut oleh pemerintah," jelas dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (7/4/2016).

Seperti diketahui bocornya daftar data ribuan klien perusahaan pengelola investasi asal Panama, Mossack Fonseca, membuat gempar dunia. Jutaan dokumen itu juga memuat mengenai individu dan entitas bisnis yang memanfaatkan perusahaan offshore untuk menghindari pajak dan melakukan pencucian uang.

Beberapa taipan dan pebisnis mendirikan perusahaan dengan tujuan tertentu atau special purpose vihicle (SPV) di negara surga pajak (tax heaven). Terdapat 11,5 juta rekaman yang merentang hingga 40 tahun lamanya, melibatkan 214.000 entitas offshore, 500 bank berskala internasional, serta individu dan perusahaan di 200 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Fadli Zon menambahkan terbongkarnya atau sengaja dibongkarnya dokumen Panama Papers bisa dibaca sebagai bagian dari agenda banyak negara mengecar dana yang lari ke luar negeri.

"Sesudah krisis finansial 2008, pemimpin negara-negara G-20 berusaha untuk menutup defisit fiskal akibat krisis, mereka berusaha memaksimalkan pajak, termasuk dengan mengejar kekayaan warganya yang disembunyikan di luar negeri," ungkapnya.

Dari sisi pajak, sambung dia, setiap negara memang harus mengoptimalkan penerimaan pajaknya, terutama dari para wajib pajak kelas kakap.

"Dan di titik ini, pemerintah Indonesia juga seharusnya bisa ikut mengambil keuntungan dari bocornya dokumen itu, terutama untuk menghitung kembali potensi penerimaan negara dan menutup celah regulasi perpajakan. Jangan hanya wajib pajak kecil-kecil yang dikejar pemerintah," katanya.

Hanya saja, ucap dia, tentunya pemerintah harus melakukan verifikasi lebih dulu dan berhati-hati, sebab pendirian badan legal ‘special purpose vehicle’ di negara-negara ‘tax haven’ tidak serta merta bisa dianggap ilegal.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5300 seconds (0.1#10.140)