Reklamasi Ditunda, Agung Podomoro Diminta Beri Kepastian
A
A
A
JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta PT Agung Podomoro Land (APLN) memberikan kepastian kepada konsumen. Hal ini tak terlepas dari adanya penghentian sementara (moratorium) proyek reklamasi di pantai utara Jakarta.
Pengurus Harian YLKI Husna Zahir mengatakan, harus ada usaha dari Agung Podomoro guna memberikan solusi pada konsumen. Terutama yang sudah membeli properti di proyek reklamasi. "Tapi yang pasti, apapun, mau ini dimorotarium atau diapain harus ada upaya penyelesaian atau harus ada kepastian kalau benar ada konsumen yang sudah beli," ujarnya di Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Husna menjelaskan, YLKI sebelumnya sudah mengimbau calon konsumen yang ingin membeli properti di pulau reklamasi. Sebab, pengembang terkadang suka berbuat nakal.
"Karena sebetulnya waktu itu memang kita sudah imbau hati-hati buat yang mau beli. Kadang-kadang dia nakal juga. Maksud saya kadang-kadang kan dia jual apartemen itu, mereka-mereka juga yang ambil, misalnya sekian unit nanti baru dijual lagi," kata dia.
Selain itu, lanjut Husna, waktu pembangunan pun sering molor. Bahkan, muncul tren baru yakni pengembang properti memasukkan uang DP konsumen ke kasnya.
"Janjinya bangun dua tahun, jadinya lima tahun atau empat tahun, ada trennya juga developer jual properti, DP-nya masuk ke mereka bukan ke bank ini kan enggak jelas. Kasus pelaporan dari konsumen sektor properti sendiri ada di urutan dua teratas setelah perbankan," pungkasnya.
Pengurus Harian YLKI Husna Zahir mengatakan, harus ada usaha dari Agung Podomoro guna memberikan solusi pada konsumen. Terutama yang sudah membeli properti di proyek reklamasi. "Tapi yang pasti, apapun, mau ini dimorotarium atau diapain harus ada upaya penyelesaian atau harus ada kepastian kalau benar ada konsumen yang sudah beli," ujarnya di Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Husna menjelaskan, YLKI sebelumnya sudah mengimbau calon konsumen yang ingin membeli properti di pulau reklamasi. Sebab, pengembang terkadang suka berbuat nakal.
"Karena sebetulnya waktu itu memang kita sudah imbau hati-hati buat yang mau beli. Kadang-kadang dia nakal juga. Maksud saya kadang-kadang kan dia jual apartemen itu, mereka-mereka juga yang ambil, misalnya sekian unit nanti baru dijual lagi," kata dia.
Selain itu, lanjut Husna, waktu pembangunan pun sering molor. Bahkan, muncul tren baru yakni pengembang properti memasukkan uang DP konsumen ke kasnya.
"Janjinya bangun dua tahun, jadinya lima tahun atau empat tahun, ada trennya juga developer jual properti, DP-nya masuk ke mereka bukan ke bank ini kan enggak jelas. Kasus pelaporan dari konsumen sektor properti sendiri ada di urutan dua teratas setelah perbankan," pungkasnya.
(izz)