Holding BUMN Energi Tak Hanya Sebatas Pertamina Caplok PGN
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintah membentuk induk perusahaan atau holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi dinilai bukan hanya sebatas menyatukan PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang sama-sama bergerak di bidang usaha hilir gas bumi. Holding BUMN energi didorong harus mampu menjawab kebutuhan energi masa depan.
“Spektrum pembentukan holding tidak sebatas mencaplok PGN ke Pertamina atau tidak hanya untuk konsolidasi asset, revnue dan profit dalam jangka pendek. Tapi harus mampu menjawab kebutuhan energi di masa depan,” jelas Ketua Departemen Ristek Energi dan Sumberdaya Mineral Majelis Nasional KAHMI Lukman Malanuang, dalam diskusi bertajuk Holding Energi Untuk Siapa? di Jakarta, Jumat (3/6/2016).
(Baca Juga: Sudirman Said Klaim Holding BUMN Energi Untungkan Negara)
Dia menambahkan prioritas pembentukan holding BUMN energi tidak sebatas dari sisi keuangan, akan tetapi bagaimana mencapai bauran energi masa depan dengan prioritas pengembangan energi baru dan terbarukan. Target tercapainya bauran energi pada 2025 di antaranya yakni energi baru dan terbarukan paling sedikit sebesar 23%, minyak bumi 25%, batubara minimal 30% dan gas bumi minimal 22%.
“Tercapainya bauran energi nasional memerlukan upaya optimal agar bisa tercapai sesuai target sebagaimana yang tertuang dalam kebijakan energi nasional dalam jangka panjang,” katanya.
Lanjut dia karena hal tersebut holding BUMN energi dinilai perlu kajian mendalam dan komprehensif, tidak terburu-buru serta hati-hati. Dia juga berharap holding BUMN energi jangan sampai menyuburkan perilaku pemburu rente, penumpang gelap serta adanya pihak yang diuntungkan dari segilintir orang dan golongan.
“Prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas juga harus dikedepankan. Sehingga holding BUMN energi nantinya bisa diawasi dan dikontrol oleh seluruh pemangku kepentingan. Selain itu juga harus mempunyai payung hukum yang kuat tidak hanya menggunakan RPP, tapi harus dimasukkan dalam revisi undang-undang migas,” pungkasnya.
“Spektrum pembentukan holding tidak sebatas mencaplok PGN ke Pertamina atau tidak hanya untuk konsolidasi asset, revnue dan profit dalam jangka pendek. Tapi harus mampu menjawab kebutuhan energi di masa depan,” jelas Ketua Departemen Ristek Energi dan Sumberdaya Mineral Majelis Nasional KAHMI Lukman Malanuang, dalam diskusi bertajuk Holding Energi Untuk Siapa? di Jakarta, Jumat (3/6/2016).
(Baca Juga: Sudirman Said Klaim Holding BUMN Energi Untungkan Negara)
Dia menambahkan prioritas pembentukan holding BUMN energi tidak sebatas dari sisi keuangan, akan tetapi bagaimana mencapai bauran energi masa depan dengan prioritas pengembangan energi baru dan terbarukan. Target tercapainya bauran energi pada 2025 di antaranya yakni energi baru dan terbarukan paling sedikit sebesar 23%, minyak bumi 25%, batubara minimal 30% dan gas bumi minimal 22%.
“Tercapainya bauran energi nasional memerlukan upaya optimal agar bisa tercapai sesuai target sebagaimana yang tertuang dalam kebijakan energi nasional dalam jangka panjang,” katanya.
Lanjut dia karena hal tersebut holding BUMN energi dinilai perlu kajian mendalam dan komprehensif, tidak terburu-buru serta hati-hati. Dia juga berharap holding BUMN energi jangan sampai menyuburkan perilaku pemburu rente, penumpang gelap serta adanya pihak yang diuntungkan dari segilintir orang dan golongan.
“Prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas juga harus dikedepankan. Sehingga holding BUMN energi nantinya bisa diawasi dan dikontrol oleh seluruh pemangku kepentingan. Selain itu juga harus mempunyai payung hukum yang kuat tidak hanya menggunakan RPP, tapi harus dimasukkan dalam revisi undang-undang migas,” pungkasnya.
(akr)