Transformasi Branding BRI
A
A
A
JAKARTA - Satelit BRIsat milik BRI, Minggu dini hari lalu (19/ 6), sukses meluncur dari stasiun peluncuran di Kourou, Guyana Prancis. Kesuksesan ini merupakan momentum bersejarah tak hanya bagi BRI tapi juga dunia perbankan di Tanah Air. Peluncuran itu punya arti penting bagi BRI karena dalam waktu singkat mampu meroketkan ekuitas merek (brand equity) BRI sebagai bank di jajaran terdepan dalam hal kecanggihan teknologi.
Begitu mendengar BRI asosiasi yang muncul tidak lagi ”bank ndeso” seperti sebelumnya, tapi berubah lebih fresh dan canggih, yaitu ”bank satelit” atau ”bank hitech". Peluncuran tersebut juga punya makna besar karena telah mengantarkan BRI pada capaian kelas dunia. Ya, karena satelit senilai Rp3,375 triliun itu merupakan satelit pertama dan satu-satunya di dunia yang dipunyai institusi perbankan.
”Jika satelit Palapa merupakan satelit pertama yang dimiliki oleh rakyat Indonesia, maka BRIsat merupakan satelit pertama dan satusatunya yang dimiliki dan dioperasikan sendiri oleh bank,” ujar Sekretaris Perusahaan BRI Hari Siaga Amijarso.
Transformasi Branding
Saya melihat peluncuran BRIsat merupakan tonggak penting yang menandai transformasi branding ketiga BRI atau saya sebut BRI 3.0. Nah, kalau ada BRI 3.0, maka tentu saja ada BRI 1.0 dan BRI 2.0.
Transformasi pertama BRI (saya sebut BRI 1.0) ditandai dengan keberhasilan bank ini dalam melayani masyarakat pedesaan melalui produk-produk legendarisnya seperti Simpedes dan Kupedes. Transformasi BRI 1.0 juga kesuksesan membangun jaringan layanan yang menyebar luas hingga pelosok desa (antara lain melalui BRI Unit).
Melalui perjuangan puluhan tahun BRI mampu mengukuhkan diri sebagai ”the biggest micro branking in the world ”. Berkat keberhasilan inilah, BRI kemudian identik dengan sebutan ”bank ndeso ” atau ”bank rakyat”.
Transformasi branding kedua (BRI 2.0) dirintis sejak awal tahun 2000-an ketika BRI banyak berinvestasi di bidang teknologi informasi (TI). Kala itu BRI mulai mengimplementasi aplikasi BRINETS yang menjadi batu loncatan baginya memasuki era ”tech banking ”.
Hasilnya, sejak akhir tahun 2000-an, BRI begitu agresif meluncurkan produk-produk baru berbasis TI seperti: Tabungan BRItama, layanan ATM, kartu kredit/debit, internet banking , mobile banking, hingga private banking . Istilah yang populer waktu adalah: ”BRI masuk kota”.
Nah, transformasi branding ketiga (BRI 3.0) ditandai dengan peluncuran satelit BRIsat yang sekaligus menandai era baru perbankan satelit. Kalau BRI 1.0 berwajah ”ndeso ”, BRI 2.0 berwajah ”kota”, maka BRI 3.0 memiliki nuansa wajah ”global” dan ”techy”.
Kenapa ”global”? Karena capaian BRI kali ini merupakan capaian berkelas dunia, bahkan seperti dikatakan Pak Hari, belum ada satu pun bank di dunia yang memiliki satelit. Kenapa ”techy ”? Ya karena satelit sudah terlanjur identik dengan teknologi canggih.
Menuju BRI 3.0
Tapi apakah dengan meluncurkan satelit kemudian semuanya beres? Apakah kesuksesan meluncurkan BRIsat secara otomatis mengantarkan BRI menjadi BRI 3.0? Tentu saja tidak. Jalan masih panjang untuk mewujudkan BRI 3.0. Branding is about value. Branding bukan sebatas pencitraan.
Kesuksesan branding ditentukan oleh kemampuan brand memberikan value ke konsumen. Ketika branding BRI 1.0 mengukuhkan posisinya sebagai bank pedesaan, itu karena BRI memang mampu menciptakan value kepada masyarakat pedesaan melalui solusi micro banking-nya. Bukan sebatas pencitraan.
Apakah sukses peluncuran BRIsat secara otomatis menghasilkan value ke nasabah BRI? Di sinilah justru PR terbesar BRI, bagaimana ia bisa mengonversi investasi pembelian satelit tersebut menjadi customer value yang betul-betul dirasakan oleh nasabahnya.
Ingat, branding bukanlah pekerjaan sehari dua hari. Bisa bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. So, Sukses transformasi BRI 3.0 ditentukan kemampuannya mendiversifikasi produk perbankan dengan kualitas kelas dunia, khususnya produk perbankan digital yang memerlukan teknologi mutakhir secanggih satelit.
Sukses transformasi branding BRI 3.0 juga ditentukan oleh kemampuannya mewujudkan konsep integrated payment system dengan memanfaatkan berbagai channel seperti EDC Wifi, POS Wifi, Web BRIlink. Juga kemampuan melayani nasabah.
Sukses transformasi BRI 3.0 juga ditentukan oleh kemampuannya mewujudkan visi menjadi agent of development yang melayani masyarakat pedesaan di seluruh pelosok tanah air yang selama ini tak tersentuh layanan perbankan (unbank). Dengan satelitnya, BRI 3.0 harus bisa menjangkau yang tak terjangkau, dan melayani yang tak terlayani. PR-nya masih banyak.
Yuswohady
Managing Partner, Inventure www.yuswohady.com @yuswohady
Begitu mendengar BRI asosiasi yang muncul tidak lagi ”bank ndeso” seperti sebelumnya, tapi berubah lebih fresh dan canggih, yaitu ”bank satelit” atau ”bank hitech". Peluncuran tersebut juga punya makna besar karena telah mengantarkan BRI pada capaian kelas dunia. Ya, karena satelit senilai Rp3,375 triliun itu merupakan satelit pertama dan satu-satunya di dunia yang dipunyai institusi perbankan.
”Jika satelit Palapa merupakan satelit pertama yang dimiliki oleh rakyat Indonesia, maka BRIsat merupakan satelit pertama dan satusatunya yang dimiliki dan dioperasikan sendiri oleh bank,” ujar Sekretaris Perusahaan BRI Hari Siaga Amijarso.
Transformasi Branding
Saya melihat peluncuran BRIsat merupakan tonggak penting yang menandai transformasi branding ketiga BRI atau saya sebut BRI 3.0. Nah, kalau ada BRI 3.0, maka tentu saja ada BRI 1.0 dan BRI 2.0.
Transformasi pertama BRI (saya sebut BRI 1.0) ditandai dengan keberhasilan bank ini dalam melayani masyarakat pedesaan melalui produk-produk legendarisnya seperti Simpedes dan Kupedes. Transformasi BRI 1.0 juga kesuksesan membangun jaringan layanan yang menyebar luas hingga pelosok desa (antara lain melalui BRI Unit).
Melalui perjuangan puluhan tahun BRI mampu mengukuhkan diri sebagai ”the biggest micro branking in the world ”. Berkat keberhasilan inilah, BRI kemudian identik dengan sebutan ”bank ndeso ” atau ”bank rakyat”.
Transformasi branding kedua (BRI 2.0) dirintis sejak awal tahun 2000-an ketika BRI banyak berinvestasi di bidang teknologi informasi (TI). Kala itu BRI mulai mengimplementasi aplikasi BRINETS yang menjadi batu loncatan baginya memasuki era ”tech banking ”.
Hasilnya, sejak akhir tahun 2000-an, BRI begitu agresif meluncurkan produk-produk baru berbasis TI seperti: Tabungan BRItama, layanan ATM, kartu kredit/debit, internet banking , mobile banking, hingga private banking . Istilah yang populer waktu adalah: ”BRI masuk kota”.
Nah, transformasi branding ketiga (BRI 3.0) ditandai dengan peluncuran satelit BRIsat yang sekaligus menandai era baru perbankan satelit. Kalau BRI 1.0 berwajah ”ndeso ”, BRI 2.0 berwajah ”kota”, maka BRI 3.0 memiliki nuansa wajah ”global” dan ”techy”.
Kenapa ”global”? Karena capaian BRI kali ini merupakan capaian berkelas dunia, bahkan seperti dikatakan Pak Hari, belum ada satu pun bank di dunia yang memiliki satelit. Kenapa ”techy ”? Ya karena satelit sudah terlanjur identik dengan teknologi canggih.
Menuju BRI 3.0
Tapi apakah dengan meluncurkan satelit kemudian semuanya beres? Apakah kesuksesan meluncurkan BRIsat secara otomatis mengantarkan BRI menjadi BRI 3.0? Tentu saja tidak. Jalan masih panjang untuk mewujudkan BRI 3.0. Branding is about value. Branding bukan sebatas pencitraan.
Kesuksesan branding ditentukan oleh kemampuan brand memberikan value ke konsumen. Ketika branding BRI 1.0 mengukuhkan posisinya sebagai bank pedesaan, itu karena BRI memang mampu menciptakan value kepada masyarakat pedesaan melalui solusi micro banking-nya. Bukan sebatas pencitraan.
Apakah sukses peluncuran BRIsat secara otomatis menghasilkan value ke nasabah BRI? Di sinilah justru PR terbesar BRI, bagaimana ia bisa mengonversi investasi pembelian satelit tersebut menjadi customer value yang betul-betul dirasakan oleh nasabahnya.
Ingat, branding bukanlah pekerjaan sehari dua hari. Bisa bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. So, Sukses transformasi BRI 3.0 ditentukan kemampuannya mendiversifikasi produk perbankan dengan kualitas kelas dunia, khususnya produk perbankan digital yang memerlukan teknologi mutakhir secanggih satelit.
Sukses transformasi branding BRI 3.0 juga ditentukan oleh kemampuannya mewujudkan konsep integrated payment system dengan memanfaatkan berbagai channel seperti EDC Wifi, POS Wifi, Web BRIlink. Juga kemampuan melayani nasabah.
Sukses transformasi BRI 3.0 juga ditentukan oleh kemampuannya mewujudkan visi menjadi agent of development yang melayani masyarakat pedesaan di seluruh pelosok tanah air yang selama ini tak tersentuh layanan perbankan (unbank). Dengan satelitnya, BRI 3.0 harus bisa menjangkau yang tak terjangkau, dan melayani yang tak terlayani. PR-nya masih banyak.
Yuswohady
Managing Partner, Inventure www.yuswohady.com @yuswohady
(akr)